Harga Batu Bara Merosot, Laba Bersih Bukit Asam Turun 19%
A
A
A
JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan penurunan laba bersih sepanjang tahun 2019 yang disebabkan oleh penurunan harga batu bara. Berdasarkan laporan perusahaan, laba bersih perseroan pada 2019 mencapai Rp4,05 triliun, turun 19% dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
“Kita berhasil melewati walaupun relatif sulit karena kondisi harga batu bara tidak sebaik 2018 lalu,” ujar Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin saat pemaparan kinerja di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Menurut dia, melemahnya harga batu bara tersebut seiring dengan penurunan index Newcastle sebesar 28% dari USD107,24 per ton menjadi USD77,77 per ton. Sementara harga batu bara thermal Indonesia mengalami penurunan sebesar 17% dari USD60,35 per ton menjadi USD50,39 per ton.
Di sisi lain, PTBA tahun ini berencana menggelontorkan investasi sebesar Rp4 triliun. Arviyan mengungkapkan investasi tersebut digunakan untuk investasi pengembangan dan investasi rutin perusahaan.
Rinciannya investasi pengembangan dianggarkan sebesar Rp3,8 triliun dan sebesar Rp200 miliar untuk investasi rutin. Adapun keseluruhan biaya investasi menggunakan kas internal perusahaan.
Sementara itu, Direktur Niaga PTBA Adib Ubaidillah mengatakan telah melakukan berbagai upaya agar laba perusahaan tidak merosot tajam. Adapun upaya yang dilakukan yakni efisiensi. Bahkan Adib menyebut, apabila tidak dilakukan upaya tersebut penurunan laba perusahaan bisa mencapai 28%.
"Kalau tidak melakukan apa-apa penurunan bisa mencapai 28%. Jadi banyak upaya-upaya yang telah kami lakukan," jelas dia.
Tidak hanya itu, perolehan laba bersih juga didorong dari upaya perusahaan melakukan optimasi produksi. Pihaknya menyebut produksi batu bara pada 2019 mencapai 29,1 juta ton atau meningkat 10,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari peningkatan produksi tersebut penjualan batu bara perusahaan sepanjang tahun lalu mengalami peningkatan sebesar 13% atau sebesar 27,8 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun 2018 lalu. Adapun kenaikan volume penjualan tersebut karena dilakukan ekspansi ke pasar-pasar potensial yang meliputi Jepang, Hong Kong, Vietnam, Taiwan, dan Filipina.
Selain itu, dilakukan ekspansi ke pasar potensial lainnya seperti Australia, Thailand, Myanmar, dan Kamboja. Di samping itu, kapasitas pengangkutan batu bara juga mengalami peningkatan sebesar 7% atau mencapai 24,2 juta ton dibandingkan tahun 2018 lalu.
Dari sisi pendapatan, imbuhnya, tahun mengalami peningkatan sebesar 3% dari tahun 2018 realisasinya sebesar Rp21,2 triliun meningkat pada 2019 sebesar Rp21,8 triliun. Rinciannya penjualan batu bara domestik berkontribusi sebesar 57%, ekspor sebesar 41% serta ditopang dari kegiatan bisnis lain seperti penjualan listrik briket, minyak sawit, dan inti sawit serta jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa lain-lain sebesar 2%.
Sedangkan, beban pokok penjualan tahun 2019 mencapai Rp14,18 triliun meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp12,62 triliun. Selain itu, aset perseroan per 31 Desember 2019 mencapai Rp26,1 triliun dengan rincian aset tetapnsebesar 28% dan kas perusahaan atau setara kas sebesar 18%.
“Kita berhasil melewati walaupun relatif sulit karena kondisi harga batu bara tidak sebaik 2018 lalu,” ujar Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin saat pemaparan kinerja di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Menurut dia, melemahnya harga batu bara tersebut seiring dengan penurunan index Newcastle sebesar 28% dari USD107,24 per ton menjadi USD77,77 per ton. Sementara harga batu bara thermal Indonesia mengalami penurunan sebesar 17% dari USD60,35 per ton menjadi USD50,39 per ton.
Di sisi lain, PTBA tahun ini berencana menggelontorkan investasi sebesar Rp4 triliun. Arviyan mengungkapkan investasi tersebut digunakan untuk investasi pengembangan dan investasi rutin perusahaan.
Rinciannya investasi pengembangan dianggarkan sebesar Rp3,8 triliun dan sebesar Rp200 miliar untuk investasi rutin. Adapun keseluruhan biaya investasi menggunakan kas internal perusahaan.
Sementara itu, Direktur Niaga PTBA Adib Ubaidillah mengatakan telah melakukan berbagai upaya agar laba perusahaan tidak merosot tajam. Adapun upaya yang dilakukan yakni efisiensi. Bahkan Adib menyebut, apabila tidak dilakukan upaya tersebut penurunan laba perusahaan bisa mencapai 28%.
"Kalau tidak melakukan apa-apa penurunan bisa mencapai 28%. Jadi banyak upaya-upaya yang telah kami lakukan," jelas dia.
Tidak hanya itu, perolehan laba bersih juga didorong dari upaya perusahaan melakukan optimasi produksi. Pihaknya menyebut produksi batu bara pada 2019 mencapai 29,1 juta ton atau meningkat 10,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari peningkatan produksi tersebut penjualan batu bara perusahaan sepanjang tahun lalu mengalami peningkatan sebesar 13% atau sebesar 27,8 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun 2018 lalu. Adapun kenaikan volume penjualan tersebut karena dilakukan ekspansi ke pasar-pasar potensial yang meliputi Jepang, Hong Kong, Vietnam, Taiwan, dan Filipina.
Selain itu, dilakukan ekspansi ke pasar potensial lainnya seperti Australia, Thailand, Myanmar, dan Kamboja. Di samping itu, kapasitas pengangkutan batu bara juga mengalami peningkatan sebesar 7% atau mencapai 24,2 juta ton dibandingkan tahun 2018 lalu.
Dari sisi pendapatan, imbuhnya, tahun mengalami peningkatan sebesar 3% dari tahun 2018 realisasinya sebesar Rp21,2 triliun meningkat pada 2019 sebesar Rp21,8 triliun. Rinciannya penjualan batu bara domestik berkontribusi sebesar 57%, ekspor sebesar 41% serta ditopang dari kegiatan bisnis lain seperti penjualan listrik briket, minyak sawit, dan inti sawit serta jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa lain-lain sebesar 2%.
Sedangkan, beban pokok penjualan tahun 2019 mencapai Rp14,18 triliun meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp12,62 triliun. Selain itu, aset perseroan per 31 Desember 2019 mencapai Rp26,1 triliun dengan rincian aset tetapnsebesar 28% dan kas perusahaan atau setara kas sebesar 18%.
(fjo)