Mentan Minta Pabrik Pupuk Dukung Komoditas Pertanian Berorientasi Ekspor
A
A
A
KARAWANG - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo meminta PT Pupuk Indonesia (Persero) beserta seluruh anak usahanya mendukung komoditas pertanian berorientasi ekspor. Caranya, dengan memproduksi berbagai jenis pupuk yang cocok untuk menghasilkan komoditas pertanian potensial ekspor.
Menurut Mentan, keberadaan pupuk bersubsidi memang sangat penting untuk mendongkrak produksi tanaman pangan. Karena itu, PT Pupuk Indonesia beserta anak usahanya harus selalu menyiapkan pupuk bersubsidi yang dibutuhkan petani. Namun, kata Mentan, produsen pupuk BUMN ini diharapkan tidak hanya memproduksi pupuk bersubsidi saja, tapi juga memproduksi jenis pupuk lain untuk pengembangan komoditas yang memenuhi kebutuhan pasar ekspor.
“Kepada seluruh industri pupuk yang ada agar tidak hanya mempersiapkan pupuk-pupuk bersubsidi, tetapi mempersiapkan komoditi-komoditi tertentu untuk didorong mempergunakan pupuk yang luar biasa agar besok ada ekspor yang kita lakukan,” kata Syahrul saat menghadiri Kujang Fest 2020 di kawasan pabrik PT Pupuk Kujang, Karawang, Jawa Barat, Sabtu 7 Maret 2020. (Baca: Kementan Tindak Tegas Produsen Pupuk dan Pestisida yang Salahi Aturan)
Syahrul menekankan pembangunan sektor pertanian ke depan harus diperkuat, sebab bicara pertanian adalah tentang kehidupan. Indonesia yang memiliki penduduk sekitar 267 juta jiwa ini semuanya membutuhkan bahan pangan. “Oleh karena itu, semua harus berkonsentrasi mendorong pertanian, semua harus berkonsentrasi mempersiapkan pertanian,” ujarnya.
Syahrul menegaskan, Kementerian Pertanian (Kementan) beserta stakeholder tidak hanya fokus menyediakan beras untuk 267 juta jiwa, tapi juga memprioritaskan pengembangan komoditas pangan lain yang menjanjikan untuk diekspor sehingga sektor pertanian semakin kuat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kita punya jagung, kurang apa di semua tempat bisa ditanam. Kita punya manggis yang tidak ada di negara lain. Kita juga punya nanas dan jeruk yang rasanya memang rasa tropis yang berbeda dari negara-negara subtropis yang ada, dan itu dibutuhkan dunia. Belum lagi kita bicara kopi, belum lagi kita berbicara coklat, belum lagi kita berbicara berbagai komoditas sayur dan lain-lain,” ujarnya.
Saat ini, kata Syahrul , potensi nanas Indonesia masuk ke pasar Eropa sangat besar. Ini terjadi seiring dengan merebaknya wabah virus korona di China. Selama ini pasar nanas Eropa terutama di Jerman dan Italia dipasok oleh China. “Setelah adanya virus korona di China, suplainya kurang, maka ini kesempatan Indonesia untuk bisa masuk ke Eropa, Jerman, dan Italia,” katanya.
Syahrul optimistis berbagai komoditas pertanian Indonesia bisa mengambil pasar itu. Apalagi kalau keinginan tersebut didukung BUMN pupuk. Salah satunya yang telah dilakukan PT Pupuk Kujang dengan membina petani nanas asal Subang.
Dalam kesempatan itu, Mentan sempat mengangkat nenas produksi petani Subang tersebut. “Saya langsung PD (percaya diri) melihat karena katakanlah nanasnya menjadi sangat berat sekali, saya tanya berapa per ton per hektare jawabannya antara 22 sampai 25 ton. Harganya di atas sekian ratus ribu, ini luar biasa,” ujarnya.
Oleh karena itu, Syahrul optimistis Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dunia dari aspek pertanian. Peranan industri pupuk sangat besar dalam mewujudkan kedaulatan pangan. “Kapan lagi kita perbaiki negeri ini, memberikan dukungan kepada petani? Kalau tidak dari sekarang agar mereka besok selain memenuhi kebutuhan nasional yang memang kita butuhkan menjadi makanan dan ketersediaan lainnya kita memang harus ekspor. Kenapa? karena ekspor itu menjanjikan berkali-kali lipat,” katanya. (Baca juga: Cara Pertanian Ikut Turunkan Kemiskinan Global)
Syahrul menegaskan sektor pertanian adalah solusi kehidupan yang pasti. Kemajuan suatu daerah dari tingkat desa hingga kabupaten bisa diwujudkan dengan memprioritaskan program pertanian. “Kalau Bupati (Karawang) mau melihat rakyat Karawang maju, perhatikan pertanian dengan baik. Kalau Pak Camat mau melihat kecamatannya maju, dorong saja pertanian lebih baik. Kalau kepala desa semua mau melihat rakyatnya hidupnya lebih baik kesejahteraannya, dorong pertaniannya. Kalau mau negara ini hebat maka pertanian adalah salah satu jawabannya,” katanya.
Sementara itu, Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana mengungkapkan, Mentan Syahrul memiliki komitmen kuat memikirkan petani khususnya di Karawang. Salah satu program dan kebijakannya, yakni melawan alih fungsi lahan pertanian sehingga sejalan dengan upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang dalam menjaga lahan pertanian teknis.
“Karawang sebagai pusat ketahanan pangan nasional, sebab sebagai lumbung padi Jawa Barat. Walaupun sejak 1983 pengembangan industri ada di Kabupaten Karawang, namun komitmen yang utama bersama DPRD bagi petani, dua tahun lalu kami menetapkan peraturan daerah tentang lahan pertanian berkelanjutan,” katanya.
Cellica menyebutkan, Kabupaten Karawang memiliki 87.000 ha lahan pertanian teknis. Kebijakannya telah dituangkan dalam rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW) sampai 2030, sebanyak 87.000 ha lahan pertanian teknis itu dipertahankan.
Dia menyebutkan, tahun lalu produksi padi Kabupaten Karawang sebanyak 1,3 juta gabah kering giling (GKP). Sementara kebutuhan Karawang hanya sekitar 500.000 ton GKP sehingga surplus sekitar 800.000 ton GKP per tahun.
Pemkab Karawang memiliki komitmen kuat untuk tetap mempertahankan Karawang sebagai lumbung padi Jawa Barat dan pusat ketahanan pangan nasional. “Karena tadi sudah bicara dengan Pak Menteri, kalau sudah urusan perut adalah urusan yang besar. Kalau yang lain bisa ditunda, tapi urusan pangan tidak bisa ditunda. Kami siap bersinergi dengan program Bapak Menteri, kami berkomitmen mewujudkan kedaulatan pangan,” katanya.
Pupuk Bersubsidi Cukup
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan, saat ini pasokan pupuk bersubsidi cukup untuk kebutuhan petani. Dia mengakui di awal tahun sempat terjadi persoalan alokasi pupuk bersubsidi di daerah tertentu.
Dia mencontohkan Provinsi Jawa Timur kebutuhan pupuk bersubsidinya kurang lebih sekitar 1,5 juta ton dibandingkan tahun 2019, sedangkan di provinsi lain misalnya Lampung kelebihan alokasi pupuk bersubsidi. “Namun, saat ini persoalan tersebut sudah diatasi dengan adanya kebijakan Kementan untuk merelokasi pupuk tersebut dari provinsi lain,” katanya. (Baca juga: Menteri Pertanian Lepas Ekspor Edamame ke Jepang)
Winarno mengungkapkan, realokasi pupuk antarprovinsi menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan. Sementara realokasi pupuk bersubsidi antarkabupaten/kota menjadi kewenangan Dinas Pertanian Provinsi.
Menurutnya, alokasi pupuk bersubsidi tahun ini ada kekurangan sekitar 900.000 ton dibandingkan 2019. “Sekarang itu sedang diurus, baik itu dengan tambahan anggaran, karena anggarannya kurang sekitar Rp2,6 triliun. Sekarang dalam proses pengurusan dan kondisi pupuk di lapangan akhirnya terkendali,” katanya. (Sudarsono)
Menurut Mentan, keberadaan pupuk bersubsidi memang sangat penting untuk mendongkrak produksi tanaman pangan. Karena itu, PT Pupuk Indonesia beserta anak usahanya harus selalu menyiapkan pupuk bersubsidi yang dibutuhkan petani. Namun, kata Mentan, produsen pupuk BUMN ini diharapkan tidak hanya memproduksi pupuk bersubsidi saja, tapi juga memproduksi jenis pupuk lain untuk pengembangan komoditas yang memenuhi kebutuhan pasar ekspor.
“Kepada seluruh industri pupuk yang ada agar tidak hanya mempersiapkan pupuk-pupuk bersubsidi, tetapi mempersiapkan komoditi-komoditi tertentu untuk didorong mempergunakan pupuk yang luar biasa agar besok ada ekspor yang kita lakukan,” kata Syahrul saat menghadiri Kujang Fest 2020 di kawasan pabrik PT Pupuk Kujang, Karawang, Jawa Barat, Sabtu 7 Maret 2020. (Baca: Kementan Tindak Tegas Produsen Pupuk dan Pestisida yang Salahi Aturan)
Syahrul menekankan pembangunan sektor pertanian ke depan harus diperkuat, sebab bicara pertanian adalah tentang kehidupan. Indonesia yang memiliki penduduk sekitar 267 juta jiwa ini semuanya membutuhkan bahan pangan. “Oleh karena itu, semua harus berkonsentrasi mendorong pertanian, semua harus berkonsentrasi mempersiapkan pertanian,” ujarnya.
Syahrul menegaskan, Kementerian Pertanian (Kementan) beserta stakeholder tidak hanya fokus menyediakan beras untuk 267 juta jiwa, tapi juga memprioritaskan pengembangan komoditas pangan lain yang menjanjikan untuk diekspor sehingga sektor pertanian semakin kuat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kita punya jagung, kurang apa di semua tempat bisa ditanam. Kita punya manggis yang tidak ada di negara lain. Kita juga punya nanas dan jeruk yang rasanya memang rasa tropis yang berbeda dari negara-negara subtropis yang ada, dan itu dibutuhkan dunia. Belum lagi kita bicara kopi, belum lagi kita berbicara coklat, belum lagi kita berbicara berbagai komoditas sayur dan lain-lain,” ujarnya.
Saat ini, kata Syahrul , potensi nanas Indonesia masuk ke pasar Eropa sangat besar. Ini terjadi seiring dengan merebaknya wabah virus korona di China. Selama ini pasar nanas Eropa terutama di Jerman dan Italia dipasok oleh China. “Setelah adanya virus korona di China, suplainya kurang, maka ini kesempatan Indonesia untuk bisa masuk ke Eropa, Jerman, dan Italia,” katanya.
Syahrul optimistis berbagai komoditas pertanian Indonesia bisa mengambil pasar itu. Apalagi kalau keinginan tersebut didukung BUMN pupuk. Salah satunya yang telah dilakukan PT Pupuk Kujang dengan membina petani nanas asal Subang.
Dalam kesempatan itu, Mentan sempat mengangkat nenas produksi petani Subang tersebut. “Saya langsung PD (percaya diri) melihat karena katakanlah nanasnya menjadi sangat berat sekali, saya tanya berapa per ton per hektare jawabannya antara 22 sampai 25 ton. Harganya di atas sekian ratus ribu, ini luar biasa,” ujarnya.
Oleh karena itu, Syahrul optimistis Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dunia dari aspek pertanian. Peranan industri pupuk sangat besar dalam mewujudkan kedaulatan pangan. “Kapan lagi kita perbaiki negeri ini, memberikan dukungan kepada petani? Kalau tidak dari sekarang agar mereka besok selain memenuhi kebutuhan nasional yang memang kita butuhkan menjadi makanan dan ketersediaan lainnya kita memang harus ekspor. Kenapa? karena ekspor itu menjanjikan berkali-kali lipat,” katanya. (Baca juga: Cara Pertanian Ikut Turunkan Kemiskinan Global)
Syahrul menegaskan sektor pertanian adalah solusi kehidupan yang pasti. Kemajuan suatu daerah dari tingkat desa hingga kabupaten bisa diwujudkan dengan memprioritaskan program pertanian. “Kalau Bupati (Karawang) mau melihat rakyat Karawang maju, perhatikan pertanian dengan baik. Kalau Pak Camat mau melihat kecamatannya maju, dorong saja pertanian lebih baik. Kalau kepala desa semua mau melihat rakyatnya hidupnya lebih baik kesejahteraannya, dorong pertaniannya. Kalau mau negara ini hebat maka pertanian adalah salah satu jawabannya,” katanya.
Sementara itu, Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana mengungkapkan, Mentan Syahrul memiliki komitmen kuat memikirkan petani khususnya di Karawang. Salah satu program dan kebijakannya, yakni melawan alih fungsi lahan pertanian sehingga sejalan dengan upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang dalam menjaga lahan pertanian teknis.
“Karawang sebagai pusat ketahanan pangan nasional, sebab sebagai lumbung padi Jawa Barat. Walaupun sejak 1983 pengembangan industri ada di Kabupaten Karawang, namun komitmen yang utama bersama DPRD bagi petani, dua tahun lalu kami menetapkan peraturan daerah tentang lahan pertanian berkelanjutan,” katanya.
Cellica menyebutkan, Kabupaten Karawang memiliki 87.000 ha lahan pertanian teknis. Kebijakannya telah dituangkan dalam rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW) sampai 2030, sebanyak 87.000 ha lahan pertanian teknis itu dipertahankan.
Dia menyebutkan, tahun lalu produksi padi Kabupaten Karawang sebanyak 1,3 juta gabah kering giling (GKP). Sementara kebutuhan Karawang hanya sekitar 500.000 ton GKP sehingga surplus sekitar 800.000 ton GKP per tahun.
Pemkab Karawang memiliki komitmen kuat untuk tetap mempertahankan Karawang sebagai lumbung padi Jawa Barat dan pusat ketahanan pangan nasional. “Karena tadi sudah bicara dengan Pak Menteri, kalau sudah urusan perut adalah urusan yang besar. Kalau yang lain bisa ditunda, tapi urusan pangan tidak bisa ditunda. Kami siap bersinergi dengan program Bapak Menteri, kami berkomitmen mewujudkan kedaulatan pangan,” katanya.
Pupuk Bersubsidi Cukup
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan, saat ini pasokan pupuk bersubsidi cukup untuk kebutuhan petani. Dia mengakui di awal tahun sempat terjadi persoalan alokasi pupuk bersubsidi di daerah tertentu.
Dia mencontohkan Provinsi Jawa Timur kebutuhan pupuk bersubsidinya kurang lebih sekitar 1,5 juta ton dibandingkan tahun 2019, sedangkan di provinsi lain misalnya Lampung kelebihan alokasi pupuk bersubsidi. “Namun, saat ini persoalan tersebut sudah diatasi dengan adanya kebijakan Kementan untuk merelokasi pupuk tersebut dari provinsi lain,” katanya. (Baca juga: Menteri Pertanian Lepas Ekspor Edamame ke Jepang)
Winarno mengungkapkan, realokasi pupuk antarprovinsi menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan. Sementara realokasi pupuk bersubsidi antarkabupaten/kota menjadi kewenangan Dinas Pertanian Provinsi.
Menurutnya, alokasi pupuk bersubsidi tahun ini ada kekurangan sekitar 900.000 ton dibandingkan 2019. “Sekarang itu sedang diurus, baik itu dengan tambahan anggaran, karena anggarannya kurang sekitar Rp2,6 triliun. Sekarang dalam proses pengurusan dan kondisi pupuk di lapangan akhirnya terkendali,” katanya. (Sudarsono)
(ysw)