Kalah dari Negara Tetangga, Jokowi Keluhkan Biaya Logistik Mahal
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti peringkat indeks kinerja logistik Indonesia yang kalah dari negara tetangga di Kawasan Asia. Pada tahun 2018, kinerja logistik Indonesia berada di peringkat 46.
"Kita masih di bawah Singapura di peringkat 7. China di peringkat 26, Thailand di peringkat 32, Vietnam di peringkat 39, Malaysia di peringkat 41, India di peringkat 44. Sekali lagi negara kita masih di peringkat 46. Begitu pula di peringkat trading across borders yang mempengaruhi EODB dalam dua tahun terakhir kita masih stagnan di peringkat 116," katanya saat membuka rapat terbatas (ratas) melalui teleconference, Rabu (18/3/2020).
Jokowi menilai hal ini terjadi karena ekosistem logistik nasional yang masih belum efisien. Baik dari dari segi waktu maupun biaya. “Ini sudah kita bicarakan 3-4 tahun yang lalu tapi memang belum menyelesaikan maslaah yang ada di lapangan,” tuturnya.
Dia menyebut biaya logistik Indonesia tertinggi dibanding lima negara ASEAN lainnya. Dimana masih pada angka 24% dari PDB atau setara dengan Rp.3.560 triliun.
“Padahal biaya logistik, biaya transportasi merupakan komponen terbesar. Dan transportasi yang tidak reliable membuat biaya inventori semakin meningkat,” tuturnya.
Selain itu dia juga menyoroti masih ruwetnya birokrasi logistik Indonesia. Dimana masih banyak pengulangan, repetisi, dan duplikasi. Selain itu juga masih kuatnya ego sektoral kementerian/lembaga, sehingga berjalan sendiri-sendiri. Termasuk belum adanya platform logistik dari hulu sampai hilir.
“Ini penting sekali. Jadi platform logistik dari hulu sampai hilir harus betul-betul kita bangun dengan sistem terintegrasi. Juga dengan penerapan teknologi yang baik. Saya melihat karena tata ruang logistik tidak efisien. Penempatan terminal pelabuhan depo container yang tidak tepat yang justru memperbesar inefesiensi dan pergerakan barang kita,” paparnya.
Jokowi meminta jajarannya untuk segera memperbaiki ekosistem logistik nasional. Mulai dari membuat sistem terpadu dari hulu sampai hilir. Termasuk dari kedatangan kapal hingga masuk gudang baik untuk ekspor maupun impor.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menekankan agar memangkas birokrasi yang berbelit-belit. Dia juga ingin agar repitisi maupun duplikasi dihapus dengan melakukan standardisasi pelayanan.
“Kita harus berani merancang platform logistik terintegrasi mulai dari single submission, single filling, single payment channel, single risk management, single monitoring, sampai sebuah pengambilan keputusan yang otomatis . Saya tekankan kolaborasi sistem menjadi platform logistik tunggal, sistem interface dan saling terhubung tanpa harus menghilangkan sistem-sistem yang sudah ada,” pungkasnya.
"Kita masih di bawah Singapura di peringkat 7. China di peringkat 26, Thailand di peringkat 32, Vietnam di peringkat 39, Malaysia di peringkat 41, India di peringkat 44. Sekali lagi negara kita masih di peringkat 46. Begitu pula di peringkat trading across borders yang mempengaruhi EODB dalam dua tahun terakhir kita masih stagnan di peringkat 116," katanya saat membuka rapat terbatas (ratas) melalui teleconference, Rabu (18/3/2020).
Jokowi menilai hal ini terjadi karena ekosistem logistik nasional yang masih belum efisien. Baik dari dari segi waktu maupun biaya. “Ini sudah kita bicarakan 3-4 tahun yang lalu tapi memang belum menyelesaikan maslaah yang ada di lapangan,” tuturnya.
Dia menyebut biaya logistik Indonesia tertinggi dibanding lima negara ASEAN lainnya. Dimana masih pada angka 24% dari PDB atau setara dengan Rp.3.560 triliun.
“Padahal biaya logistik, biaya transportasi merupakan komponen terbesar. Dan transportasi yang tidak reliable membuat biaya inventori semakin meningkat,” tuturnya.
Selain itu dia juga menyoroti masih ruwetnya birokrasi logistik Indonesia. Dimana masih banyak pengulangan, repetisi, dan duplikasi. Selain itu juga masih kuatnya ego sektoral kementerian/lembaga, sehingga berjalan sendiri-sendiri. Termasuk belum adanya platform logistik dari hulu sampai hilir.
“Ini penting sekali. Jadi platform logistik dari hulu sampai hilir harus betul-betul kita bangun dengan sistem terintegrasi. Juga dengan penerapan teknologi yang baik. Saya melihat karena tata ruang logistik tidak efisien. Penempatan terminal pelabuhan depo container yang tidak tepat yang justru memperbesar inefesiensi dan pergerakan barang kita,” paparnya.
Jokowi meminta jajarannya untuk segera memperbaiki ekosistem logistik nasional. Mulai dari membuat sistem terpadu dari hulu sampai hilir. Termasuk dari kedatangan kapal hingga masuk gudang baik untuk ekspor maupun impor.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menekankan agar memangkas birokrasi yang berbelit-belit. Dia juga ingin agar repitisi maupun duplikasi dihapus dengan melakukan standardisasi pelayanan.
“Kita harus berani merancang platform logistik terintegrasi mulai dari single submission, single filling, single payment channel, single risk management, single monitoring, sampai sebuah pengambilan keputusan yang otomatis . Saya tekankan kolaborasi sistem menjadi platform logistik tunggal, sistem interface dan saling terhubung tanpa harus menghilangkan sistem-sistem yang sudah ada,” pungkasnya.
(fjo)