Pelaku Industri Asuransi Jiwa Minta Relaksasi Demi Dongkrak Premi Baru
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai pelaku industri asuransi masih memerlukan relaksasi demi menjaga kinerja di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Relaksasi khususnya terkait keleluasaan sehingga regulasi tidak terlalu ketat sehingga pelaku industri dapat terus mendongkrak premi baru.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, dalam kondisi seperti saat ini tekanan perekonomian akibat Covid-19 dinilai akan turut memengaruhi industri asuransi jiwa. Karena itu industri memerlukan sejumlah stimulus dari pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tetap dapat mempertahankan kinerja.
"Memang tidak mudah karena pergerakan ekonomi melambat. Para agen susah berjualan karena masyarakat, termasuk agen sendiri, harus jaga jarak. Sangat tidak mungkin melakukan penjualan secara langsung," ujar Togar di Jakarta, Rabu (1/4/2020).
Menurutnya dampak Covid-19 memang luar biasa, baik dari sisi kesehatan, perekonomian dan hubungan sosial. Sehingga ada banyak hal yang harus berubah dan perlu penyesuaian. Namun masih ada teknologi digital yang juga bisa sangat membantu aktivitas sehari-hari.
"Namun sayang kemajuan teknologi digital dan merebaknya covid-19 tidak dapat diimbangi dengan regulasi dan aturan yang selaras. Sehingga dibutuhkan kelonggaran regulasi karena kondisi yang berubah," jelasnya.
Sambung dia menjelaskan, industri asuransi merupakan high regulated sehingga agak sulit melakukan penyesuaian-penyesuaian meskipun dalam kondisi dan situasi saat ini. Terang dia, ada ketentuan yang masih memberatkan seperti mengenai penjualan produk asuransi tertentu harus dilakukan secara face to face atau bertemu langsung.
Ketentuan lainnya bahwa polis asuransi harus dilakukan tanda-tangan basah. "Apabila aturan dan ketentuan tersebut tidak dapat disesuaikan, kami khawatir akan terjadi penurunan yang sangat signifikan pendapatan premi baru industri asuransi jiwa selama Covid-19 ini," ujarnya.
Sebelumnya industri asuransi sudah diberikan relaksasi dalam Surat Edaran OJK bernomor S-11/D.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) bagi Perusahaan Perasuransian.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawasn Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan akan melakukan pembatasan aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi pada tagihan premi penutupan langsung.
Mulai dari tagihan premi koasuransi, tagihan premi reasuransi, tagihan kontribusi tabarru, dan ujrah penutupan langsung termasuk tagihan kontribusi koasuransi, tagihan kontribusi reasuransi, dan tagihan ujrah reasuransi. OJK akan memperpanjangnya dari dua bulan menjadi empat bulan sejak jatuh tempo pembayaran sepanjang perusahaan asuransi dan reasuransi memberikan pelonggaran kepada pemegang polis/peserta/nasabah.
Sementara aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi berupa sukuk atau obligasi syariah dan obligasi korporasi yang tercatat di bursa efek serta surat berharga dan surat berharga syariah yang diterbitkan pemerintah. "Dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi," imbuhnya.
Sedangkan aset yang timbul dari kontrak sewa pembiayaan dapat diakui sebagai aset yang diperkenankan maksimum sebesar liabilitas yang timbul dari kontrak sewa pembiayaan. Selain itu, OJK juga akan memperpanjang batas waktu penyampaian laporan berkala perusahaan perasuransian kepada OJK sebagaimana yang telah diberitahukan melalui Surat Edaran OJK bernomor S-7/D.05/2020 pada 23 Maret 2020 lalu.
Kemudian, OJK juga memutuskan untuk melaksanakan penilaian kemampuan dan peraturan (fit and proper test) pihak utama perusahaan perasuransian melalui video conference.
OJK juga menyatakan bahwa otoritas dapat meminta perusahaan perasuransian untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat dari saat ini guna memaksimalkan pelaksanaan pengawasan. OJK juga dapat meminta data dan informasi tambahan kepada perusahaan perasuransian di luar pelaporan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, dalam kondisi seperti saat ini tekanan perekonomian akibat Covid-19 dinilai akan turut memengaruhi industri asuransi jiwa. Karena itu industri memerlukan sejumlah stimulus dari pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tetap dapat mempertahankan kinerja.
"Memang tidak mudah karena pergerakan ekonomi melambat. Para agen susah berjualan karena masyarakat, termasuk agen sendiri, harus jaga jarak. Sangat tidak mungkin melakukan penjualan secara langsung," ujar Togar di Jakarta, Rabu (1/4/2020).
Menurutnya dampak Covid-19 memang luar biasa, baik dari sisi kesehatan, perekonomian dan hubungan sosial. Sehingga ada banyak hal yang harus berubah dan perlu penyesuaian. Namun masih ada teknologi digital yang juga bisa sangat membantu aktivitas sehari-hari.
"Namun sayang kemajuan teknologi digital dan merebaknya covid-19 tidak dapat diimbangi dengan regulasi dan aturan yang selaras. Sehingga dibutuhkan kelonggaran regulasi karena kondisi yang berubah," jelasnya.
Sambung dia menjelaskan, industri asuransi merupakan high regulated sehingga agak sulit melakukan penyesuaian-penyesuaian meskipun dalam kondisi dan situasi saat ini. Terang dia, ada ketentuan yang masih memberatkan seperti mengenai penjualan produk asuransi tertentu harus dilakukan secara face to face atau bertemu langsung.
Ketentuan lainnya bahwa polis asuransi harus dilakukan tanda-tangan basah. "Apabila aturan dan ketentuan tersebut tidak dapat disesuaikan, kami khawatir akan terjadi penurunan yang sangat signifikan pendapatan premi baru industri asuransi jiwa selama Covid-19 ini," ujarnya.
Sebelumnya industri asuransi sudah diberikan relaksasi dalam Surat Edaran OJK bernomor S-11/D.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) bagi Perusahaan Perasuransian.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawasn Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan akan melakukan pembatasan aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi pada tagihan premi penutupan langsung.
Mulai dari tagihan premi koasuransi, tagihan premi reasuransi, tagihan kontribusi tabarru, dan ujrah penutupan langsung termasuk tagihan kontribusi koasuransi, tagihan kontribusi reasuransi, dan tagihan ujrah reasuransi. OJK akan memperpanjangnya dari dua bulan menjadi empat bulan sejak jatuh tempo pembayaran sepanjang perusahaan asuransi dan reasuransi memberikan pelonggaran kepada pemegang polis/peserta/nasabah.
Sementara aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi berupa sukuk atau obligasi syariah dan obligasi korporasi yang tercatat di bursa efek serta surat berharga dan surat berharga syariah yang diterbitkan pemerintah. "Dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi," imbuhnya.
Sedangkan aset yang timbul dari kontrak sewa pembiayaan dapat diakui sebagai aset yang diperkenankan maksimum sebesar liabilitas yang timbul dari kontrak sewa pembiayaan. Selain itu, OJK juga akan memperpanjang batas waktu penyampaian laporan berkala perusahaan perasuransian kepada OJK sebagaimana yang telah diberitahukan melalui Surat Edaran OJK bernomor S-7/D.05/2020 pada 23 Maret 2020 lalu.
Kemudian, OJK juga memutuskan untuk melaksanakan penilaian kemampuan dan peraturan (fit and proper test) pihak utama perusahaan perasuransian melalui video conference.
OJK juga menyatakan bahwa otoritas dapat meminta perusahaan perasuransian untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat dari saat ini guna memaksimalkan pelaksanaan pengawasan. OJK juga dapat meminta data dan informasi tambahan kepada perusahaan perasuransian di luar pelaporan.
(akr)