Asuransi Cigna Diversifikasi di Jalur Distribusi
loading...
A
A
A
JAKARTA-Diversifikasi saluran distribusi sangat penting bagi perusahaan asuransi di tengah pandemi Covid-19. Itulah mengapa pada masa pandemi Covid-19 ini, Asuransi Cigna terus mengembangkan saluran digital yang sudah dibangun pada tahun sebelumnya. Sebab, pada saat pandemi, masyarakat cenderung menahan diri untuk melakukan tatap muka. Makanya, kehadiran saluran digital memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi kinerja perseroan.
Presiden Direktur & CEO PT Asuransi Cigna Philip Reynolds mengatakan pada masa pandemi Covid-19, kegiatan keagenan sempat terganggu karena orang menghindar untuk melakukan tatap muka. Namun, masih bisa ditopang oleh saluran telemarketing dan digital.
Philips menjelaskan, diversifikasi saluran distribusi ini merupakan bagian dari misi Cigna untuk melayani konsumen dengan lebih baik lagi. Di antaranya memberikan perlindungan, meningkatkan kesejahteraan, dan memberikan ketenangan pikiran.
Orang nomor satu di Cigna Indonesia ini mengatakan, Cigna Indonesia tidak mengandalkan salah satu saluran distribusi tertentu untuk menjangkau nasabah dan calon nasabahnya. Cigna Indonesia, tuturnya, lebih mengedepankan integrasi beragam saluran distribusi untuk memenuhi kebutuhan nasabah dan calon nasabahnya. Karena itu, walaupun Cigna Indonesia cukup unggul di saluran distribusi telemarketing tetapi Cigna juga menyediakan saluran distribusi keagenan dan digital. ‘Hal ini penting karena konsumen itu terus bergerak dan dinamis. Mereka membutuhkan banyak informasi,” tandasnya.
Philips memaparkan, asuransi adalah bisnis jangka panjang 10 atau 20 tahun di mana nasabah mempercayakan masa depan mereka pada perusahaan asuransi. Karena itu, Cigna selalu fokus dan perhatian untuk menjaga kepercayaan nasabah. “Termasuk jika mereka ingin mengajukan klaim maka Cigna harus memenuhi kebutuhan nasabah tersebut,” paparnya.
Itulah mengapa Cigna dari waktu ke waktu terus memperbaiki sistem pendukungnya agar bisa memberikan kenyamanan bagi karyawan dalam melayani nasabah dengan lebih baik. Saat ini Cigna Indonesia melayani 1,2 juta nasabah. Sedangkan, rasio tingkat solvabilitas atau RBC (Risk Based Capital) Cigna Indonesia pada akhir tahun 2019, tercatat sebesar 269 % jauh di atas peraturan pemerintah sebesar 120%. Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) 2019 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, inklusi perasuransian sebesar 6,18 %, jauh di bawah perbankan yang mencapai 73,88 %. (Baca juga: Cigna Dorong Peningkatan Inklusi Asuransi)
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada triwulan I-2019 menyebutkan jumlah nasabah asuransi di Indonesia sebesar 53 juta atau sekitar 25 % dari populasi. Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding Singapura dengan 90 % warganya menjadi nasabah asuransi.
Seperti diketahui, industri asuransi turut terpukul dampak pandemi Covid-19. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan pendapatan industri asuransi jiwa pada semester I/2020 sebesar Rp72,57 triliun, turun 38,7% dibandingkan capaian pada periode sama tahun lalu (yoy) sebesar Rp118,3 triliun.
Melihat perkembangan asuransi di tengah pandemi Covid-19 saat ini, Philips Reynolds menegaskan, bisnis asuransi itu ibarat orang naik gunung yang butuh ketangguhan. Hal ini penting karena ketangguhan itu berkaitan erat dengan kemampuan untuk bangkit. Nasabah, kata dia, butuh ketangguhan perusahaan asuransi, terutama di saat-saat susah. Sebab, nasabah mempercayakan uang dan masa depan mereka pada perusahaan asuransi. Makanya, perusahaan asuransi harus tangguh dan selalu hadir di saat nasabah membutuhkan.
Presiden Direktur & CEO PT Asuransi Cigna Philip Reynolds mengatakan pada masa pandemi Covid-19, kegiatan keagenan sempat terganggu karena orang menghindar untuk melakukan tatap muka. Namun, masih bisa ditopang oleh saluran telemarketing dan digital.
Philips menjelaskan, diversifikasi saluran distribusi ini merupakan bagian dari misi Cigna untuk melayani konsumen dengan lebih baik lagi. Di antaranya memberikan perlindungan, meningkatkan kesejahteraan, dan memberikan ketenangan pikiran.
Orang nomor satu di Cigna Indonesia ini mengatakan, Cigna Indonesia tidak mengandalkan salah satu saluran distribusi tertentu untuk menjangkau nasabah dan calon nasabahnya. Cigna Indonesia, tuturnya, lebih mengedepankan integrasi beragam saluran distribusi untuk memenuhi kebutuhan nasabah dan calon nasabahnya. Karena itu, walaupun Cigna Indonesia cukup unggul di saluran distribusi telemarketing tetapi Cigna juga menyediakan saluran distribusi keagenan dan digital. ‘Hal ini penting karena konsumen itu terus bergerak dan dinamis. Mereka membutuhkan banyak informasi,” tandasnya.
Philips memaparkan, asuransi adalah bisnis jangka panjang 10 atau 20 tahun di mana nasabah mempercayakan masa depan mereka pada perusahaan asuransi. Karena itu, Cigna selalu fokus dan perhatian untuk menjaga kepercayaan nasabah. “Termasuk jika mereka ingin mengajukan klaim maka Cigna harus memenuhi kebutuhan nasabah tersebut,” paparnya.
Itulah mengapa Cigna dari waktu ke waktu terus memperbaiki sistem pendukungnya agar bisa memberikan kenyamanan bagi karyawan dalam melayani nasabah dengan lebih baik. Saat ini Cigna Indonesia melayani 1,2 juta nasabah. Sedangkan, rasio tingkat solvabilitas atau RBC (Risk Based Capital) Cigna Indonesia pada akhir tahun 2019, tercatat sebesar 269 % jauh di atas peraturan pemerintah sebesar 120%. Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) 2019 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, inklusi perasuransian sebesar 6,18 %, jauh di bawah perbankan yang mencapai 73,88 %. (Baca juga: Cigna Dorong Peningkatan Inklusi Asuransi)
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada triwulan I-2019 menyebutkan jumlah nasabah asuransi di Indonesia sebesar 53 juta atau sekitar 25 % dari populasi. Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding Singapura dengan 90 % warganya menjadi nasabah asuransi.
Seperti diketahui, industri asuransi turut terpukul dampak pandemi Covid-19. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan pendapatan industri asuransi jiwa pada semester I/2020 sebesar Rp72,57 triliun, turun 38,7% dibandingkan capaian pada periode sama tahun lalu (yoy) sebesar Rp118,3 triliun.
Melihat perkembangan asuransi di tengah pandemi Covid-19 saat ini, Philips Reynolds menegaskan, bisnis asuransi itu ibarat orang naik gunung yang butuh ketangguhan. Hal ini penting karena ketangguhan itu berkaitan erat dengan kemampuan untuk bangkit. Nasabah, kata dia, butuh ketangguhan perusahaan asuransi, terutama di saat-saat susah. Sebab, nasabah mempercayakan uang dan masa depan mereka pada perusahaan asuransi. Makanya, perusahaan asuransi harus tangguh dan selalu hadir di saat nasabah membutuhkan.
(tim)