SKK Migas Sebut Bisnis Eksplorasi Migas Penuh Risiko
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak mentah yang anjlok dan meluasnya wabah virus corona (Covid-19) diperkirakan bakal mengganggu investasi di sektor hulu migas Indonesia. Apalagi, beberapa proyek migas di Indonesia juga mengalami perlambatan, bahkan kegagalan dalam berproduksi.
Salah satunya adalah lapangan Kepodang di Blok Muriah, Jawa Tengah, yang berhenti operasi tahun lalu setelah Petronas Carigali Muriah Ltd gagal mendapatkan produksi optimal dari rencana kerja sampai 2026.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan, industri migas penuh risiko sehingga banyak produksi lapangan migas yang tidak sesuai perkiraan. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat tingkat keberhasilan eksplorasi hanya sekitar 22%. Artinya, apabila mengebor lima sumur minyak, peluang untuk mendapatkan minyak hanya ada di satu sumur. (Baca: Pertamina-Petronas Teken Kerjasama Bisnis Migas Jangka Panjang)
"Industri hulu migas adalah industri dengan risiko tinggi. Banyak produksi lapangan migas yang tidak sesuai perkiraan sehingga akhirnya eksplorasi dihentikan. Tidak semua kegiatan eksplorasi memberikan gambaran adanya cadangan yang cukup ekonomis untuk dikembangkan," ujar Susana, kepada sejumlah media di Jakarta, Senin (30/3).
Dia mengatakan kunci sukses keberhasilan kegiatan hulu migas adalah pada penyediaan data pendukung kegiatan eksplorasi. Karena itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan data bersifat open access. Untuk mendukung kebijakan yang dimulai sejak 2019 itu telah dilakukan road show ke sejumlah negara, yakni China, Thailand, Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, dan Australia. Hasilnya, ada sekitar 14 investor yang melihat data room, yaitu Repsol, Pertamina, Tately, Hk Jindi, Conrad, Inpex, CNOOC, CNPC, dan lainnya.
Sejumlah langkah juga sudah dilakukan agar produksi migas bisa semakin optimal, menuju 1 juta BOPD pada 2030, di mana kenaikan produksi gas adalah 2 (dua) kali lipat, yaitu dari realisasi produksi 7.232 MMSCFD di 2019 menjadi 12.300 MMSCFD produksi di 2030.
"SKK Migas melakukan strategi dengan mendorong para KKKS untuk melakukan kegiatan eksplorasi yang masif. Karena, kegiatan eksplorasi ini merupakan awal dan kunci dalam penemuan cadangan migas baru yang di kemudian hari dapat diproduksikan," ujarnya
Sementara itu, setelah ditinggalkan Petronas Carigali, rencananya lapangan Kepodang di Blok Muriah akan dioperasikan oleh Saka Energi. Melalui Saka Energi Muriah Ltd, anak usaha PT PGN itu telah bersepakat untuk mengambil alih 80% participating interest (PI) di Lapangan Kepodang, Blok Muriah dari Petronas. Kesepakatan itu diteken pada 30 Januari 2020. Dengan kesepakatan ini, Saka menguasai 100% PI di Blok Muriah tersebut.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menjelaskan, kesepakatan pengalihan PI kepada Saka Energi tersebut tidak membatalkan kewajiban Petronas dari kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Pasalnya, selain berkongsi dengan Saka Energi, di Blok Muriah ini Petronas juga berkontrak dengan PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) untuk penjualan gas. (Baca juga: Rugikan Anak Usaha PGN Rp460 Triliun, SKK Migas Diminta Tegas ke Petronas)
Sejak kontrak berjalan pada 2015 lalu, Petronas selalu gagal memenuhi target pengiriman pasokan gas kepada KJG. Sesuai Gas Transportation Agreement (GTA), jumlah gas yang harus disalurkan Petronas ke Pipa Kalija I milik KJG mulai dari 2015 sebesar 104 mmscfd dengan ketetapan Ship or Pay (SOP).
Namun, gas yang disalurkan selalu di bawah kontrak sehingga sesuai kesepakatan yang telah diteken sebelumnya, untuk periode 2015-2017, Petronas wajib membayar denda senilai USD32,2 juta atau sekitar Rp460 miliar. Jumlah itu belum memperhitungkan denda tahun 2018 dan 2019. (Yanto Kusdiantono)
Salah satunya adalah lapangan Kepodang di Blok Muriah, Jawa Tengah, yang berhenti operasi tahun lalu setelah Petronas Carigali Muriah Ltd gagal mendapatkan produksi optimal dari rencana kerja sampai 2026.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan, industri migas penuh risiko sehingga banyak produksi lapangan migas yang tidak sesuai perkiraan. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat tingkat keberhasilan eksplorasi hanya sekitar 22%. Artinya, apabila mengebor lima sumur minyak, peluang untuk mendapatkan minyak hanya ada di satu sumur. (Baca: Pertamina-Petronas Teken Kerjasama Bisnis Migas Jangka Panjang)
"Industri hulu migas adalah industri dengan risiko tinggi. Banyak produksi lapangan migas yang tidak sesuai perkiraan sehingga akhirnya eksplorasi dihentikan. Tidak semua kegiatan eksplorasi memberikan gambaran adanya cadangan yang cukup ekonomis untuk dikembangkan," ujar Susana, kepada sejumlah media di Jakarta, Senin (30/3).
Dia mengatakan kunci sukses keberhasilan kegiatan hulu migas adalah pada penyediaan data pendukung kegiatan eksplorasi. Karena itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan data bersifat open access. Untuk mendukung kebijakan yang dimulai sejak 2019 itu telah dilakukan road show ke sejumlah negara, yakni China, Thailand, Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, dan Australia. Hasilnya, ada sekitar 14 investor yang melihat data room, yaitu Repsol, Pertamina, Tately, Hk Jindi, Conrad, Inpex, CNOOC, CNPC, dan lainnya.
Sejumlah langkah juga sudah dilakukan agar produksi migas bisa semakin optimal, menuju 1 juta BOPD pada 2030, di mana kenaikan produksi gas adalah 2 (dua) kali lipat, yaitu dari realisasi produksi 7.232 MMSCFD di 2019 menjadi 12.300 MMSCFD produksi di 2030.
"SKK Migas melakukan strategi dengan mendorong para KKKS untuk melakukan kegiatan eksplorasi yang masif. Karena, kegiatan eksplorasi ini merupakan awal dan kunci dalam penemuan cadangan migas baru yang di kemudian hari dapat diproduksikan," ujarnya
Sementara itu, setelah ditinggalkan Petronas Carigali, rencananya lapangan Kepodang di Blok Muriah akan dioperasikan oleh Saka Energi. Melalui Saka Energi Muriah Ltd, anak usaha PT PGN itu telah bersepakat untuk mengambil alih 80% participating interest (PI) di Lapangan Kepodang, Blok Muriah dari Petronas. Kesepakatan itu diteken pada 30 Januari 2020. Dengan kesepakatan ini, Saka menguasai 100% PI di Blok Muriah tersebut.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menjelaskan, kesepakatan pengalihan PI kepada Saka Energi tersebut tidak membatalkan kewajiban Petronas dari kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Pasalnya, selain berkongsi dengan Saka Energi, di Blok Muriah ini Petronas juga berkontrak dengan PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) untuk penjualan gas. (Baca juga: Rugikan Anak Usaha PGN Rp460 Triliun, SKK Migas Diminta Tegas ke Petronas)
Sejak kontrak berjalan pada 2015 lalu, Petronas selalu gagal memenuhi target pengiriman pasokan gas kepada KJG. Sesuai Gas Transportation Agreement (GTA), jumlah gas yang harus disalurkan Petronas ke Pipa Kalija I milik KJG mulai dari 2015 sebesar 104 mmscfd dengan ketetapan Ship or Pay (SOP).
Namun, gas yang disalurkan selalu di bawah kontrak sehingga sesuai kesepakatan yang telah diteken sebelumnya, untuk periode 2015-2017, Petronas wajib membayar denda senilai USD32,2 juta atau sekitar Rp460 miliar. Jumlah itu belum memperhitungkan denda tahun 2018 dan 2019. (Yanto Kusdiantono)
(ysw)