Bahan baku & krisis AS ikut hantui produsen tekstil domestik

Kamis, 08 September 2011 - 12:04 WIB
Bahan baku & krisis AS ikut hantui produsen tekstil domestik
Bahan baku & krisis AS ikut hantui produsen tekstil domestik
A A A
JAKARTA - Ternyata produk impor bukan satu-satunya yang dikeluhkan oleh produsen tektil domestik. Pasalnya lonjakan harga kapas dunia juga ikut andil menghambat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional karena bahan baku kapas masih diimpor.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Syntetic Fiber Indonesia (APSyFI) Redma Gitawirawasta mengatakan harga kapas saat ini sekira USD2,9 per kilogram (kg). Redma memperkirakan, harga kapas dunia akan terus berada di atas harga normal yakni USD1,2 per kg.

"Harga kapas dunia sudah meningkat dan membuat semua industri yang menggunakan kapas sebagai bahan bakunya mengalami kenaikan harga pada produk jadinya sekira 15 persen," kata Redma.

Produsen TPT, lanjutnya, harus mengeluarkan biaya sekira 60-70 persen terhadap biaya produksi untuk membeli kapas. "Kenaikan harga bahan baku kapas akan memicu penurunan konsumsi tekstil tahun ini dari rata-rata 4,5 kg per kapita menjadi 3,9 kg per kapita. Diharapkan pemerintah dapat memfokuskan pada sektor garmen mengingat besarnya pangsa pasar," tandasnya.

Ketua umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman menilai, harga kapas dunia akan sulit mengalami penurunan hingga tahun 2012. Pasalnya, kapas yang diperdagangkan di pasar adalah untuk pengiriman hingga Januari 2012.

"Jangan berharap harga kapas bisa turun untuk tahun ini. Karena itu sudah diperdagangkan secara future, dan sudah dijual untuk Januari 2012," jelasnya.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan harga, kata Ade, adalah dengan meningkatkan porsi komposisi penggunaan serat rayon dan poliester produksi dalam negeri, sehingga pemerintah harus berupaya untuk menggenjot penggunaan bahan baku lokal.

Tak hanya produk impor dan bahan baku yang membebani para produsen tekstil lokal, terjadinya krisis di Amerika Serikat (AS) dan Eropa juga dikhawatirkan akan menekan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional pada tahun ini.

Ade memastikan nilai ekspor TPT tahun ini tetap akan lebih tinggi dibandingkan realisasi 2010 yang sebesar USD11,2 miliar.

"Sudah ada sinyal order-order mulai dikurangi. Tapi, kami menghitung. Belum mengoreksi secara resmi target tahun ini. Hanya saja mungkin tidak mencapai USD13 miliar, seperti target awal," kata Ade.

Namun, Menteri Perindustrian MS Hidayat meyakini dampak krisis di AS dan Eropa tidak berdampak secara langsung terhadap pertumbuhan industri nasional.

"Yang diwaspadai mengenai kursnya dan jangan sampai rupiah kita terlalu kuat sehingga merugikan eksportir. Kemarin pemerintah sudah menetapkan, kurs yang ideal itu sekira Rp8.500 sampai Rp9.000 dan kami sendiri akan membuat industri lebih efisien seperti pada tekstil, makanya program revitalisasi mesin enggak boleh gagal," kata Hidayat.

Sementara itu, Ade menjelaskan, API mendorong pemerintah untuk segera menandatangani kesepakatan perdagangan bebas (free trade agreement/ FTA) dengan Uni Eropa (UE). Ade mengatakan, jika FTA itu segera diteken, maka pertumbuhan ekspor ke kawasan itu bakal meningkat secara signifikan.

"Saat ini, porsi ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) kita ke UE sekira 14 persen. Porsi itu turun terus karena digerus oleh ekspor dari negara lain yang mendapat preferential tariff dari UE. Seandainya FTA diteken, pada tahun itu juga ekspor kita akan naik signifikan," kata Ade.

Dengan bea masuk (BM) nol persen, tutur dia, barang produksi Indonesia bisa menikmati pasar di UE. Ade optimistis, kerja sama itu tidak akan semakin menekan industri nasional.

"Pasar Eropa besar dan didukung kondisi ekonominya, di sana kaya-kaya. Sedangkan, pasar kita besar tapi miskin. Jangan langsung ge-er produk Eropa menyerbu kita. Kalau dengan China baru kita babak belur," tandas Ade.(sandra karina (koran SI))
(hyk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4927 seconds (0.1#10.140)