Ramai-Ramai Bikin Aturan Pajak 'Si Kecil'

Jum'at, 16 September 2011 - 09:26 WIB
Ramai-Ramai Bikin Aturan Pajak Si Kecil
Ramai-Ramai Bikin Aturan Pajak 'Si Kecil'
A A A
JAKARTA - Pemerintah memang menaruh perhatian besar kepada sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sebagai sektor yang dikenal 'tahan banting' ini pemerintah ingin membuat sektor UKM lebih berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan membuat aturan pajak baru.

Rencananya 'si kecil' ini nantinya akan kenai pajak sesuai dengan omzetnya. Jadi, semakin tumbuh UKM maka beban pajak pun semakin besar.

Meski rencana ini belum final dan masih dalam pembahasan, namun hal tersebut sudah mengundang pro dan kontra. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Syarifudin Hasan menegaskan, jika mekanisme pemberlakukan pajak UKM ini menunggu UKM tersebut menjadi besar dahulu, baru dipungut pajak.

"Dirangsang untuk bayar pajak. Tingkat pengenaannya masih digodok. Supaya rakyat membayar pajak. Karena rakyat sumber APBN kita," ungkapnya kala itu.

Menurutnya, jika saat ini dikenakan pajak untuk UKM tersebut, akan terkesan sangat aneh. Mengingat hingga saat ini pemerintah masih memberikan subsidi kredit untuk UKM yang ada tersebut.

Lebih lanjut dirinya menyatakan bahwa UKM yang baru berkembang tidak patut dikenakan pajak, karena malah akan mematikan usaha tersebut. "Kita menstimulus mereka. Pemerintah kan keluar biaya untuk itu. Nah, kalau kita sudah kasih (stimulus) terus tiba-tiba dipungut biaya, kan kasihan," tutur Syarif.

Saat ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah memfinalisasi besaran pengenaan pajak penghasilan (PPh) untuk sektor UKM dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar. Berdasarkan kajian terakhir, besaran pajak yang bakal ditetapkan sebesar tiga persen.

Sementara untuk usaha Mikro, pemerintah hanya akan menerapkan pajak setengah persen alias 0,5 persen.

Adapun bentuk pajak ini, adalah Pajak Pertambahan nilai (PPn). Sementara untuk UKM, pajak tiga persen merupakan akumulasi dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar dua persen dan PPn satu persen.

Menurutnya, dengan pengenaan pajak tersebut, UKM menjadi memperoleh insentif sehingga pengenaan tarif pajaknya lebih rendah, dan lebih mudah dalam metode pembayarannya.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengungkapkan pajak yang diterapkan tersebut tergolong cukup murah. Menurut Fuad, dengan penggenaan pajak ini UMKM, justru mendapat fasilitas perpajakan berupa insentif. "Tarifnya lebih rendah, jadi ada kemudahan baik dalam tarif pajaknya maupun dalam hal metode pembayaran pajaknya," ungkap dia.

Lebih jauh, Fuad menuturkan pengenaan pajak bagi UMKM ini sudah dibicarakan baik dengan Kementerian Koperasi maupun Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).

"Kita kan sudah komunikasi juga ke mereka, umumnya mereka mendukung. Justru kalau ada yang menentang saya enggak ngerti kenapa," tutur dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa justru menilai pajak UKM sebesar tiga persen dari omzet terlalu tinggi. Menurutnya, perlu ada batas pendapatan yang tidak kena pajak.

"Terlalu tinggi, Kalau tiga persen dari omset itu besar sekali. Padahal profit 5-10 persen. Kalau untuk UKM itu harus simple saja. Sample pajak misalnya ditentukan revenue-nya kalau kurang dari sini enggak usah dipajakin," ujar Hatta,

Hatta menegaskan jika revenue (pendapatan) kurang dari jumlah tertentu maka tidak perlu dikenakan pajak. "Kalau jumlah tertentu mungkin dari setengah persen dari revenue. Jadi simple intinya kita menyuburkan mereka untuk jadi pengusaha besar,"
tutur Hatta.

"Jadi, kalau omzet rendah enggak perlu. Itu pandangan pribadi saya lho. Karena lagi di godok, nanti kalau sudah selesai dibicarakan," imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan setuju dengan adanya wacana penerapan pajak bagi UKM yang beromzet Rp4,8 miliar.

"Kalau misalnya industri kecil dan menengah dikenakan pajak, ya kita lihat hikmahnya saja, itu akan membuat semakin banyak UKM yang terdaftar dan pembukuannya baik," kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Euis Saedah.

Meski sepakat, dia juga mengakui bahwa penerapan pajak ini pada masa awal akan menemui banyak kendala seperti pembukuan.

"Pembukuan keuangan mereka kan sederhana banget, jadi mereka pasti akan pusing menghitung omzetnya," lanjut dia.

"Misalnya kan kalau mereka semakin jelas pembukuannya itu semakin memudahkan mereka untuk mendapatkan pinjaman dari Bank. Yang penting enggak memberatkan, besar pajak tidak lebih besar dari keuntungan mereka," tandas Euis.

Untuk menghindari keresahan pelaku UKM akan pemberlakuan pajak ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta masyarakat terutama pelaku UKM untuk tak perlu resah.

"Masih harus disiapkan dahulu jangan sampai membuat masyarakat menjadi resah," tegas Agus.

Sementara Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan rencananya pajak untuk UKM dan mikro tidak terlalu jauh dengan keluarnya aturan terkait fasilitas pajak lain seperti tax allowance dan tax holiday.

"Secepatnya, kita upayakan enggak beda jauh dengan tax holiday, tax allowance tadi inilah. Supaya ada pemerataan, kan ada tax holiday dan tax allowance untuk perusahaan besar. kalau ini kan kita tujukan bahwa yang namanya konsep pajak untuk semua," pungkasnya.

Masalah pajak memang sangat sensitif mengingat perannya yang sangat besar bagi pembangunan yang dijuga diikuti dengan masih banyaknya penyelewengan dalam pemungutannya. Jika 'si besar' dapat kemudahan dan keringanan membayar pajak, namun 'si kecil' justru sedang diributkan untuk makin besar membayar pajak. (and)
(hyk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5841 seconds (0.1#10.140)