Bisnis green property jangan sekadar jualan hijau

Kamis, 22 Desember 2011 - 08:04 WIB
Bisnis green property jangan sekadar jualan hijau
Bisnis green property jangan sekadar jualan hijau
A A A
Sindonews.com - Warga Jakarta selalu was-was ketika menghadapi musim hujan. Ya, kebanjiran, begitulah realita yang harus dihadapi Jakarta saat ini. Bahkan, ancaman banjir tiap tahun semakin serius karena wilayah terdampak banjir kian meluas akibat daya dukung lingkungan menurun.

Masih ingatkah? Jakarta pernah lumpuh dilanda banjir besar tahun 2007. Daerah tergenang mencapai 15.070 hektare atau sekira 23 persen dari total luas Jakarta. Konon, banjir besar di Jakarta ini masuk siklus lima tahunan. Nah, apakah musim hujan pada awal 2012 berpotensi banjir besar seperti lima tahun lalu?

Semua kemungkinan tentu ada, terlebih jika ancaman air bah ini tidak diantisipasi secara baik. Ironis, sebagai Ibu Kota Negara, Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan wilayahnya sampai kebanjiran, bukan hanya akibat curah hujan tinggi. Ancaman banjir di Jakarta terdiri dari dua macam yakni, banjir air kiriman dari selatan dan banjir air asin dari utara (banjir rob). Keduanya bisa mengepung kota Jakarta, bahkan diskenariokan puncak banjir akan terjadi pada tahun 2025.

Banjir Jakarta juga tidak terlepas dari fenomena pemanasan globlal (global warming) yang saat ini sudah menjadi isu dunia, karena menyangkut keberlangsungan hidup manusia di bumi. Pemanasan global tidak hanya akibat eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam dan aktivitas industri yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Nah, kerusakan lingkungan ini mempengaruhi keseimbangan alam yang pada akhirnya berujung pada bencana.

Dalam hal ini, sektor properti juga punya kontribusi terjadinya global warming. Sebab, bangunan menghasilkan emisi CO2 sebesar 30 persen dari emisi karbondioksida dunia. Oleh karena itu, upaya penyelamanan bumi dari pemanasan global saat ini menjadi isu santer dunia internasional. Sejumlah pemimpin dunia menyerukan penyelamatan bumi dari global warming.

Mengurangi laju pemanasan global akhirnya memaksa semua pihak untuk memasukan dalam pertimbangan bisnis di dunia properti. Isu ini memunculkan potensi hilangnya pemasukan bagi pengembang, arsitek, konsultan mekanikal-elektrikal, manajemen properti, dan lainnya jika tidak peduli dengan konsep green property.

Lihat saja, saat ini banyak pengembang yang menjual konsep green property alias kawasan berwawasan lingkungan untuk memikat konsumen dari proyek-proyek hunian yang dikembangkannya. Jangan heran kalau kemudian banyak nama perumahan memakai label green atau hijau, entah di belakang atau di depan proyek hunian yang ditawarkan.

Sayangnya, belum banyak pengembang yang sepenuhnya menerapkan green property, tapi baru sebatas menonjolkan kawasan hijau. Konsep green ini mengacu pada penerapan konservasi energi, konservasi air, pengoptimalan lahan, pengurangan polusi, penanggulangan banjir, dan konservasi sumber daya alam.

Dengan menggunakan analisa frekuensi, crosstab dan chi-square maka akan diketahui bagaimana penerapan konsep green yang telah diterapkan oleh pengelola dan penghuni beserta dampak yang dialami.

Isu green property ini makin penting, karena dunia sudah menyadari bahwa kerusakan lingkungan, suhu udara naik, banjir, dan lain-lain, telah menganggu kehidupan manusia. Apabila hal ini berlangsung terus tanpa ada koreksi, maka akan timbul malapetaka yang besar terutama bagi kehidupan manusia.

Konsep green bisa menguntungkan dunia properti jika diterapkan secara cermat. Hal ini kian hari kian penting, terutama dalam menghemat bahan baku air, bangunan, energi, dan lainnya, dengan tujuan menciptakan lingkungan yang sehat.

Di sektor properti, model hijau ini harus bisa diaplikasikan, terutama di kota besar seperti Jakarta, dan kota-kota yang menjadi daerah penyangganya. Banjir Jakarta yang terjadi selama ini juga ada kontribusi dari pengembangan pemukiman yang tidak memerhatikan daya dukung lingkungan.

Sebab itu tuntutan permintaan pasar harus membuat developer bisa menerapkan green property. Pasalnya, penerapan green property ini masih minim. Dari catatan REI, konsep bangunan hijau baru terimplementasi 10%-15% secara nasional yang tersebar di subsektor perumahan, gedung bertingkat, dan kawasan komersial.

Masih rendahnya pemanfaatan pendekatan ini akibat adanya anggapan green property itu mahal dan sulit diterapkan. Pada saat saat awal pembangunan memang menggunakan sedikit biaya lebih. Padalah dalam panjang akan bermanfaat, karena lebih hemat dan efisien.

Biaya yang dibutuhkan dengan mengaplikasikan konsep green building hanya menambah sekitar 5 persen dari biaya konstruksi atau pembangunan awal. Pengembang tak perlu risau soal biaya untuk menerapkan konsep ini. Dengan green property, pembangunan tidak hanya mengedepankan sisi ekonomi dan mengorbankan aspek sosial namun membudayakan pada lingkungan.

Mengingat penerapan konsep ini masih mengandalkan kesadaran pengembang, maka perlu ada cara-cara untuk menguatkan model ini akan menguntungkan dalam jangka panjang. Dalam hal ini, perlu ada sosialisasi dan akvokasi bagi pihak-pihak terkait jika green property ini tak sekadar membangun area hijau. Tapi terintegrasi dengan sistem penghematan energi, pemanfaatkan air, hingga pengelolaan sampah yang menjadi persoalan pelik di perkotaan.

Untuk menghemat energi misalnya, tidak menggunakan AC, sehingga penggunaan listrik dapat diminimalisi. Bahkan kini semakin memberikan nilai lebih bagi pengembang yang bisa menekan penggunaan sumber daya air, sehingga ramah lingkungan. Melalui konsep "water recycling", di mana air buangan dari kamar mandi diolah.

Air hasil olahannya bisa digunakan untuk penyiraman taman. Juga, infrastruktur hijau seperti pemakaian material yang menyerap air. Dalam hal ini konsep green merupakan good business.

Isu pemanasan global telah memaksa semua pihak berorientasi pada kelestarian lingkungan menjadi faktor penting dalam konteks penyelamatan masa depan bumi. Sebab itulah, PT Ciputra Properti Tbk, pengembang Superblok Ciputra World di kawasan Jalan dokter Satrio, Jakarta Selatan mengusahakan konsep green building dalam proyeknya.

Ciputra World ditunjuk oleh Green Building Concern Indonesia (GBCI) menjadi proyek dengan sertifikasi green di tingkat nasional. Konsep green building yang diterapkan untuk Ciputra World, mengacu pada penghematan penggunaan listik. Sebab namanya bangunan hijau di manapun itu, di Amerika atau Singapura semuanya mengedepankan efisiensi energi.

Efisiensi energi di Ciputra World dengan menggunakan kaca bangunan yang tahan terhadap sinar infrared. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan air conditioner (AC). Selain kaca, Ciputra World juga akan memilih menggunakan lampu jenis T5 yang lebih hemat energi.

Penggunaan energinya lebih murah meskipun harga belinya sedikit lebih mahal. Penghematan lain seperti untuk eskalator. Eskalator akan berjalan pelan apabila tidak dipakai, ketika dipakai orang maka akan berjalan normal kembali. Untuk ruang terbuka hijau, Ciputra World mengikuti ketentutan Pemprov DKI Jakarta. Luas tapak bangunan Ciputra World sebesar 40 persen, sisanya untuk ruang terbuka hijau.

Sementara itu Direktur Utama PT Ciputra Residence Budiarsa Sastrawinata mengatakan, pembudayaan gaya hidup yang berorientasi pada kelestarian lingkungan menjadi faktor penting dalam konteks penyelamatan masa depan bumi.

Karena itu, Citra Raya sebagai proyek skala kota dibangun di atas prinsip sustainable development (pembangunan berkelanjutan) yang mencakup tiga faktor penting yang saling mendukung, yaitu daya dukung lingkungan, keharmonisan sosial, dan pertumbuhan ekonomi.

“Hal ini dilakukan untuk menjaga jangan sampai kualitas lingkungan di Citra Raya mengalami penurunan lebih jauh, bahkan harus ditingkatkan agar semua stakeholder Citra Raya menikmati peningkatan kualitas hidup,” kata Budiarsa seperti dikutip dari Koran Sindo.

Pengembangan kota Citra Raya mengusung visi It’s Our Green Community. Budiarsa memaparkan, menerapkan visi tersebut bukanlah pekerjaan mudah karena tidak dapat hanya dilakukan oleh pengembang semata,namun harus melibatkan masyarakat, dalam hal ini semua warga CitraRaya sebagai stakeholder utama.

Kerja sama, kolaborasi,dan kemitraan yang harmonis, terutama antara pengembang dan masyarakat CitraRaya, menjadi syarat mutlak terwujudnya kota mandiri Citra- Raya yang ramah lingkungan di segala aspeknya. Untuk mewujudkan hal tersebut,CitraRaya gencar menjalankan konsep pembangunan berbasis eco-culture yang berkesinambungan sejak semester dua 2011.

Desain khusus logo EcoCulture yang memiliki konsep yang jelas menggambarkan pengertian, arah, dan tujuan dari budaya ramah lingkungan yang hendak diwujudkan di Citra Raya. Program EcoCulture sendiri merupakan dasar dari program-program revitalisasi lingkungan yang telah dilakukan manajemen Citra Raya Tangerang selama ini.

Pada akhirnya, penerapan green property ini akan turut menyumbang komitmen global dari Pemerintah Indonesia tentang pemanasan global. Yakni, menurunkan emisi karbon 26 persen pada 2020, sebab bangunan menghasilkan emisi CO2 sebesar 30 persen dari emisi karbondioksida dunia.

Konsep green building membutuhkan peranan pemerintah bersama seluruh industri konstruksi, baik sektor swasta dan pemerintah. Diharapkan, implementasi kaidah bangunan “hijau” ini akan memberikan kontribusi yang berdampak positif pada fisik dan lingkungan perkotaan.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4316 seconds (0.1#10.140)