Pemerintah tidak miliki database eksportir
A
A
A
Sindonews.com - Keinginan pemerintah untuk mengggenjot kinerja ekspor belum maksimal tanpa dukungan database nasional mengenai profil eksportir di Indonesia. Sejauh ini, pemerintah hanya memiliki database importir.
"Untuk database nasional yang khusus memotret eksportir dan pelaku jasa pengangkutan, kita tidak punya. Padahal kita mau mendorong ekspor lebih cepat," ungkap Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea Cukai Susiwijono di Jakarta, Rabu (11/1/2012).
Dia mengakui, hingga saat ini pemerintah belum memiliki data representative mengenai pelaku ekspor. Sedangkan untuk data importir, Ditjen Bea Cukai sudah memiliki data 27.500 importir. Namun, dari data tersebut, diperkirakan hanya 10.000-12.000 importir yang aktif.
pihaknya juga mengaku sangat membutuhkan data tersebut mengingat aktivitas perdagangan khususnya ekspor yang semakin tinggi. Sejauh ini, pemerintah hanya merekam dan memiliki data aktivitas ekspor, seperti komoditi-komoditi dan nilai ekspornya. Sementara profil eksportir yang mencakup nama perusahaan, jenis aktvitas, dan laporan keuangan, tidak terekam dengan baik.
"Kita memiliki kebutuhan untuk punya potret pelaku ekspor-impor," tegasnya.
Menurut Susiwijono, saat ini pemerintah tengah membenahi sistem database nasional pelaku usaha kepabeanan mengingat kepentingan untuk menggenjot perdagangan. Salah satunya dengan pemberlakuan Nomer Induk Kepabeanan (NIK). Hal itu dilakukan agar kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah, tepat pada sasaran.
Selama ini, kebijakan fiskal yang dikeluarkan untuk eksportir, dinilai tidak terlalu maksimal mengingat sasarannya yang tidak jelas.
Deputi Menko Perekonomian bidang perdagangan dan industry Edy Putra Irawady mengatakan, sebelum pemberlakuan NIK, pemerintah telah memiliki data eksportir, yakni melalui Angka Pengenal Ekspor (APE). Namun, seiring kebijakan untuk menggenjot ekspor, maka APE dihapuskan dan diperbaharuai serta disempurnakan melalui NIK.
"Dulu ada APE yang dikeluarkan oleh Kemendag. Tapi untuk saat ini, kita benahi dan perbaharui. Untuk eksportir tertentu yang diawasi, kita punya datanya," kata Edy. (bro)
"Untuk database nasional yang khusus memotret eksportir dan pelaku jasa pengangkutan, kita tidak punya. Padahal kita mau mendorong ekspor lebih cepat," ungkap Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea Cukai Susiwijono di Jakarta, Rabu (11/1/2012).
Dia mengakui, hingga saat ini pemerintah belum memiliki data representative mengenai pelaku ekspor. Sedangkan untuk data importir, Ditjen Bea Cukai sudah memiliki data 27.500 importir. Namun, dari data tersebut, diperkirakan hanya 10.000-12.000 importir yang aktif.
pihaknya juga mengaku sangat membutuhkan data tersebut mengingat aktivitas perdagangan khususnya ekspor yang semakin tinggi. Sejauh ini, pemerintah hanya merekam dan memiliki data aktivitas ekspor, seperti komoditi-komoditi dan nilai ekspornya. Sementara profil eksportir yang mencakup nama perusahaan, jenis aktvitas, dan laporan keuangan, tidak terekam dengan baik.
"Kita memiliki kebutuhan untuk punya potret pelaku ekspor-impor," tegasnya.
Menurut Susiwijono, saat ini pemerintah tengah membenahi sistem database nasional pelaku usaha kepabeanan mengingat kepentingan untuk menggenjot perdagangan. Salah satunya dengan pemberlakuan Nomer Induk Kepabeanan (NIK). Hal itu dilakukan agar kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah, tepat pada sasaran.
Selama ini, kebijakan fiskal yang dikeluarkan untuk eksportir, dinilai tidak terlalu maksimal mengingat sasarannya yang tidak jelas.
Deputi Menko Perekonomian bidang perdagangan dan industry Edy Putra Irawady mengatakan, sebelum pemberlakuan NIK, pemerintah telah memiliki data eksportir, yakni melalui Angka Pengenal Ekspor (APE). Namun, seiring kebijakan untuk menggenjot ekspor, maka APE dihapuskan dan diperbaharuai serta disempurnakan melalui NIK.
"Dulu ada APE yang dikeluarkan oleh Kemendag. Tapi untuk saat ini, kita benahi dan perbaharui. Untuk eksportir tertentu yang diawasi, kita punya datanya," kata Edy. (bro)
()