Urgent: ganti nama ESEMKA!

Rabu, 18 Januari 2012 - 09:44 WIB
Urgent: ganti nama ESEMKA!
Urgent: ganti nama ESEMKA!
A A A
Sindonews.com - Apalah arti sebuah nama? Demikian kata pujangga William Shakespeare. A rose by any other name would smell as sweet––biar diganti namanya sekalipun, mawar akan tetap berbau harum.

Shakespeare pasti belum memikirkan dampaknya bila nama bunga mawar tersebut diganti menjadi bunga terasi, mungkin tidak ada yang berani mendekat untuk mencium baunya. Nama mengandung doa. Seorang ibu dan ayah perlu waktu berminggu-minggu untuk memilih nama bayinya. Jika perlu membuat riset yang sangat panjang, hanya untuk menemukan sebuah nama indah.

Dalam sebuah nama terkandung cita-cita yang dipanjatkan oleh orang tua kepada anaknya. Nama juga sebuah refleksi dari sebuah group feeling. Pada saat tinggal di Sydney, anak saya yang bernama Luthfan masih kelas 1 SD, sempat protes tentang namanya. Mengapa namanya berbeda dari teman-teman Aussie-nya, dan ia sering tidak nyaman karena namanya sulit diucapkan. Ia sempat meminta mengganti nama menjadi Andrew saja.

Yang lucu, teman kos saya di Bogor dulu mengalami hal sebaliknya. Karena namanya sangat keren dan kebarat-baratan (James Hellyward), maka pada saat berkenalan, ia sering dianggap sedang berusaha melucu. Mereka kemudian membalasnya dengan menyebut nama-nama asing lainnya misalnya John, Michael, Charles, dll untuk mengimbangi nama asli James.

Nama mengandung makna, dan makna itulah yang memberikan kelengkapan sebuah citra produk atau jasa. Gegap gempita mobil nasional (mobnas) ESEMKA disambut panas, hangat sampai dingin di masyarakat. Saya termasuk yang bersyukur dengan pencapaian anak bangsa, tetapi concern dengan pemilihan nama/brand-nya.

Eksplorasi media dan studi kecil-kecilan di social network menghasilkan insights yang terbagi dua, yang setuju dengan nama ESEMKA dan yang tidak setuju dengan nama tersebut. Pernyataan Shakespeare “apalah arti sebuah nama”, ini mungkin yang mendasari kubu yang mempertahankan pendapat bahwa apa pun namanya, ESEMKA, mobnas buatan anak negeri akan tetap membanggakan orang Indonesia.

“Yang penting adalah produknya. Kalau kualitasnya bagus, namanya boleh apa saja.” Saya termasuk kelompok yang menyarankan untuk ganti nama saja. Masih ada waktu untuk meramu ulang strategi branding produk harapan banyak orang ini.Berikut ini ulasan alasannya.

Tip 1. Menjauh dari nama SMK, makna brand itu sarat dengan asosiasi. Jika asosiasinya kebetulan positif, itu menguntungkan. Tetapi sebaliknya, apabila namanya saja sudah mempunyai asosiasi pada hal-hal yang tidak sebenarnya atau mengurangi kepercayaan, maka menggunakan nama tersebut harus dipikirkan sekali lagi.

Seperti yang kita ketahui, SMK (dibaca ESEMKA) adalah sekolah yang sarat dengan praktik untuk siswa.Memberikan label yang diucapkan sama bunyinya dengan SMK akan mengingatkan calon pembeli bahwa produk ini adalah produk praktik. Bahwa kenyataannya produk ini sudah dikerjakan dengan profesional, berapa persen target pembelinya yang mengerti?

Tip 2. Pilih nama yang bisa diterima di dunia internasional. Jika suatu saat produk ini sudah berhasil di pasar lokal, siapa tahu pasarnya akan menjadi lebih luas dari sekedar orang Indonesia yang menjunjung nasionalisme yang tinggi. Brand Manager harus memikirkan kemungkinan brand extension sejak sebelum produk hadir di pasaran.

Menyiapkan diri berarti melakukan studi penerimaan nama brand,apakah namanya cukup “enak” dan “bunyi” di telinga pasar internasional. Apakah dari nama tersebut membentuk persepsi terhadap image internasional yang akan diproyeksikan tersebut.

Tip 3. Cari nama yang gampang diingat dan disukai. Seorang teman merespons status FB saya dengan komentar, “Aku kira lagi ngebahas SMK alias sekolah menengah kejuruan (zaman baheula)....”.

Sebenarnya persepsi ini tidak salah, karena memang saya sedang membahas tentang produk hasil sekolah SMK. Yang menarik untuk dicermati, SMK dikaitkan dengan sesuatu yang jadul/baheula, padahal SMK sendiri masih tetap ada dan bahkan makin eksis belakangan ini.

Betulkah nama ESEMKA punya konotasi produk sekolahan, sekolahan zaman baheula pula? ini harus dicek lebih jauh oleh pemilik brand,bagaimana untuk lepas dari asosiasi- asosiasi kurang menguntungkan tersebut.

Teman yang lain menyangka saya sedang membahas Asemka, tempat jual-beli alat tulis di daerah Kota, Jakarta. Mungkin teman ini baca status saya sambil lalu saja, sehingga nama itu langsung dicek oleh bawah sadarnya secara cepat dan kemudian terjadilah mispersepsi.

Munculnya nama plesetan dari ESEMKA yang beredar di dunia maya juga merupakan sebuah indikasi bahwa tingkat “kepercayaan” masyarakat terhadap produk ini belum terbentuk. Nama ESEMKA dipelesetkan disejajarkan dengan ESPEGE (kependekan dari sales promotion girl).

Lelucon yang mungkin lucu buat sebagian dari kita tetapi tidak untuk pengelola brand ESEMKA,seperti yang ditulis oleh teman pria di BBG : “Setelah mobil ESEMKA sukses menarik minat masyarakat maka di tahun 2012 akan segera diluncurkan tipe terbaru yaitu ESPEGE, dengan keunggulan mudah dikendarai, lebih empuk dan nyaman, tapi agak sedikit boros di dompet.”

Nama pelesetan dan lelucon itu mengisyaratkan masih jauhnya respek terhadap produk mobil ini.Di sinilah dualismenya. Mereka yang menyatakan kekagumannya terhadap prestasi anak negeri, belum tentu secara tulus menerimanya. Bila digali lebih jauh, maukah mereka membeli produk tersebut untuk digunakan sendiri? Pada umumnya masih menyimpan tanda tanya terhadap kualitasnya.

Dengan kata lain, seolah mengatakan,“Bagus sekali produk ini, tetapi sayangnya NOT FOR ME!”. Masih ada waktu untuk ganti nama,mumpung investasi di kegiatan branding dan marcom belum banyak. Jika perlu, diikuti dengan upacara tradisi Jawa yaitu membagikan bubur merah dan bubur putih agar proses ganti nama ini selamat!

AMALIA E MAULANA PHD Brand Consultant & Ethnographer
ETNOMARK Consulting www.amaliamaulana.com
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7639 seconds (0.1#10.140)