BBM dibatasi, pengeluaran masyarakat naik 2 kali lipat
A
A
A
Sindonews.com - Pembatasan BBM subsidi yang rencananya akan dilaksanakan April mendatang akan membuat pengeluaran masyarakat naik 100 persen. Hal ini karena masyarakat harus membeli BBM jenis pertamax yang harganya dua kali lipat dibanding premium.
Hal ini disampaikan Pengamat Energi Kurtubi, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai Masukan tentang Rencana Pelaksanaan Pengaturan Pembatasan BBM Bersubsidi 2012 dengan Komisi VII DPR RI, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2012).
"Jika pembatasan BBM bersubsidi dilaksanakan dan beralih ke pertamax, pengeluaran rakyat sebagai pengguna kendaraan bermotor, artinya akan naik 100 persen," jelasnya.
Dia mencontohkan, jika biasa membeli premium seharga Rp4.500 per liter, maka pengguna harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli pertamax dengan harga mencapai Rp9.000 per liter. Menurutnya, rencana pembatasan BBM bersubsidi ini akan bertentangan dengan kebijakan energi nasional.
"Melihat dari situasi perminyakan global yang produksinya terus turun, rawan untuk ketergantungan jangka panjang dalam mengonsumsi minyak. Mengingat harga minyak sekarang tergantung pada situasi politik," tandasnya.
Dengan kondisi seperti ini, Kurtubi menyarankan kenaikan harga premium lebih bijaksana, ketimbang menggiring masyarakat beralih ke pertamax.
Sementara itu, rencana pemerintah untuk melaksanakan pembatasan BBM bersubsidi tampaknya akan segera disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso memiliki alasan mengapa DPR menyetujui rencana pemerintah dalam pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Yang di-endorse (disetujui) DPR itu adalah, DPR menyetujui tentunya bagaimana persoalan BBM, di mana sekarang ini subsidi tersebut membesar terus. Dan ini tidak bisa dibiarkan," ujar Priyo.
Jika hal itu dibiarkan, kata dia, akan menjadi bom waktu bagi pemerintahan baru. Sebab kalau tidak ditangani ini secara baik, sambung dia, ini menjadi persoalan tersendiri. "Sehingga yang paling baik adalah pemerintah seharusnya menyiapkan skenario secara lengkap. Mana yang untuk umum, industri dan untuk publik," tambahnya.
Dirinya juga menambahkan, permasalahan yang terjadi terletak pada hal yang itu-itu saja. "Persoalannya kalau diganti dengan gas, jika infrastrukturnya belum siap maka tidak bisa," ucapnya.
Langkah pemerintah yang akan menggantikan converter kit ini dianggap sebagai uji coba. "Kapan lagi untuk memulainya," ucapnya. Jika pemerintah belum siap, katanya, justru bisa menimbulkan black market.
Hal ini disampaikan Pengamat Energi Kurtubi, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai Masukan tentang Rencana Pelaksanaan Pengaturan Pembatasan BBM Bersubsidi 2012 dengan Komisi VII DPR RI, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2012).
"Jika pembatasan BBM bersubsidi dilaksanakan dan beralih ke pertamax, pengeluaran rakyat sebagai pengguna kendaraan bermotor, artinya akan naik 100 persen," jelasnya.
Dia mencontohkan, jika biasa membeli premium seharga Rp4.500 per liter, maka pengguna harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli pertamax dengan harga mencapai Rp9.000 per liter. Menurutnya, rencana pembatasan BBM bersubsidi ini akan bertentangan dengan kebijakan energi nasional.
"Melihat dari situasi perminyakan global yang produksinya terus turun, rawan untuk ketergantungan jangka panjang dalam mengonsumsi minyak. Mengingat harga minyak sekarang tergantung pada situasi politik," tandasnya.
Dengan kondisi seperti ini, Kurtubi menyarankan kenaikan harga premium lebih bijaksana, ketimbang menggiring masyarakat beralih ke pertamax.
Sementara itu, rencana pemerintah untuk melaksanakan pembatasan BBM bersubsidi tampaknya akan segera disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso memiliki alasan mengapa DPR menyetujui rencana pemerintah dalam pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Yang di-endorse (disetujui) DPR itu adalah, DPR menyetujui tentunya bagaimana persoalan BBM, di mana sekarang ini subsidi tersebut membesar terus. Dan ini tidak bisa dibiarkan," ujar Priyo.
Jika hal itu dibiarkan, kata dia, akan menjadi bom waktu bagi pemerintahan baru. Sebab kalau tidak ditangani ini secara baik, sambung dia, ini menjadi persoalan tersendiri. "Sehingga yang paling baik adalah pemerintah seharusnya menyiapkan skenario secara lengkap. Mana yang untuk umum, industri dan untuk publik," tambahnya.
Dirinya juga menambahkan, permasalahan yang terjadi terletak pada hal yang itu-itu saja. "Persoalannya kalau diganti dengan gas, jika infrastrukturnya belum siap maka tidak bisa," ucapnya.
Langkah pemerintah yang akan menggantikan converter kit ini dianggap sebagai uji coba. "Kapan lagi untuk memulainya," ucapnya. Jika pemerintah belum siap, katanya, justru bisa menimbulkan black market.
()