Restrukturisasi BUMN, PPA kaji terbitkan obligasi
A
A
A
Sindonews.com - PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) mengkaji untuk menerbitkan surat utang (obligasi) untuk tambahan pendanaan perusahaan dalam melaksanakan program restrukturisasi dan revitalisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ini sebagai langkah alternatif PPA jika tidak mendapatkan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada tahun ini. “Kalau kita tidak dapat PMN, ada beberapa opsi pendanaan yang kita kaji. Mungkin bisa menerbitkan obligasi,” kata Sekretaris Perusahaan PPA Renny O Rorong kemarin.
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika perseroan memilih menerbitkan obligasi, maka PPA akan mencari waktu yang tepat untuk merealisasikannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Namun, Renny belum bisa berkomentar banyak lantaran hal itu masih dalam kajian internal perusahaan.
PT PPA mendapat PMN dari pemerintah pada 2008 sebesar Rp1,5 triliun. Kemudian, pada tahun berikutnya, kembali mendapat tambahan PMN senilai Rp1 triliun sehingga total dana PMN yang diterima PPA mencapai Rp2,5triliun. Dana PMN itu digunakan untuk merestrukturisasi dan merevitalisasi sejumlah BUMN bermasalah.
Namun, PPA sejak 2010 tidak lagi mendapat tambahan PMN dari pemerintah. PPA sempat mengajukan penambahan PMN sebesar Rp2 triliun, tapi pemerintah hingga saat ini belum merealisasikannya. PPA pada 2010 sempat mengkaji rencana menerbitkan obligasi lantaran tidak ada tambahan PMN dari pemerintah kepada PPA.
“Kami pertimbangkan untuk menerbitkan obligasi kalau tidak ada PMN dari pemerintah,” kata Direktur Utama PPA Boyke Mukijat beberapa waktu lalu.
Adapun, nilai obligasi yang dipertimbangkan pada 2010 untuk diterbitkan sebesar Rp1 triliun. Pasalnya, kebutuhan dana untuk restrukturisasi dan revitalisasi BUMN tiap tahunnya diperkirakan sekitar Rp1 triliun.
Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartato mengatakan, penerbitan obligasi tersebut sebagai salah satu opsi perseroan untuk menyiasati minimnya pendanaan yang dimiliki PPA untuk segera menyelesaikan program restrukturisasi dan revitalisasi sejumlah BUMN.
“Sekarang saat yang tepat untuk mengeluarkan obligasi, termasuk untuk PPA,” ujarnya. Naiknya peringkat Indonesia ke level layak investasi (investment grade) dinilai akan memberikan keuntungan bagi korporasi maupun negara yang menerbitkan obligasi lantaran banyak dana asing yang masuk ke dalam negeri akan diinvestasikan ke instrumen ini.Menteri BUMN Dahlan Iskan mendorong BUMN yang memerlukan pendanaan untuk menerbitkan obligasi.
“Bagi yang belum siap IPO, BUMN dipersilakan obligasi untuk mencari tambahan pendanaan,” saran dia.
Fokus BUMN Besar
Berdasarkan amanat pemegang saham, Renny menuturkan, PPA diperintahkan untuk lebih fokus kepada restrukturisasi BUMN besar, termasuk BUMN strategis. BUMN tersebut, di antaranya PT Dirgantara Indonesia (PTDI), PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dan PT PAL Indonesia. Selain restrukturisasi BUMN besar, juga pada pengelolaan aset noninti BUMN, seperti aset noninti milik PT Pertamina Persero, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Adapun,jumlah BUMN yang dalam proses restrukturisasi dan revitalisasi PPA sebanyak 17 BUMN. Berdasarkan data PPA, dari 17 BUMN tersebut tiga di antaranya dalam proses kajian (due diligence), yakni PT Boma Bisma Indra, Perum Pengakutan Djakarta (PPA), dan PT Varuna Tirta Prakasya (VTP). Sementara enam BUMN dalam proses finalisasi di Komite Restrukturisasi dan Privatisasi, yaitu PT Industri Kapal Indonesia (IKI), PT Djakarta Lloyd,PT Balai Pustaka, PT Survei Udara Penas, Perum Film Nasional (PFN) dan PT Nindya Karya.
Adapun delapan BUMN sudah dalam tahap implementasi atau pencairan dana adalah MNA, PT PAL Indonesia, PT Waskita Karya, PT Kertas Kraft Aceh (KKA), PT Industri Gelas (Iglas), PTDI, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan PT Industri Sandang.
Ini sebagai langkah alternatif PPA jika tidak mendapatkan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada tahun ini. “Kalau kita tidak dapat PMN, ada beberapa opsi pendanaan yang kita kaji. Mungkin bisa menerbitkan obligasi,” kata Sekretaris Perusahaan PPA Renny O Rorong kemarin.
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika perseroan memilih menerbitkan obligasi, maka PPA akan mencari waktu yang tepat untuk merealisasikannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Namun, Renny belum bisa berkomentar banyak lantaran hal itu masih dalam kajian internal perusahaan.
PT PPA mendapat PMN dari pemerintah pada 2008 sebesar Rp1,5 triliun. Kemudian, pada tahun berikutnya, kembali mendapat tambahan PMN senilai Rp1 triliun sehingga total dana PMN yang diterima PPA mencapai Rp2,5triliun. Dana PMN itu digunakan untuk merestrukturisasi dan merevitalisasi sejumlah BUMN bermasalah.
Namun, PPA sejak 2010 tidak lagi mendapat tambahan PMN dari pemerintah. PPA sempat mengajukan penambahan PMN sebesar Rp2 triliun, tapi pemerintah hingga saat ini belum merealisasikannya. PPA pada 2010 sempat mengkaji rencana menerbitkan obligasi lantaran tidak ada tambahan PMN dari pemerintah kepada PPA.
“Kami pertimbangkan untuk menerbitkan obligasi kalau tidak ada PMN dari pemerintah,” kata Direktur Utama PPA Boyke Mukijat beberapa waktu lalu.
Adapun, nilai obligasi yang dipertimbangkan pada 2010 untuk diterbitkan sebesar Rp1 triliun. Pasalnya, kebutuhan dana untuk restrukturisasi dan revitalisasi BUMN tiap tahunnya diperkirakan sekitar Rp1 triliun.
Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartato mengatakan, penerbitan obligasi tersebut sebagai salah satu opsi perseroan untuk menyiasati minimnya pendanaan yang dimiliki PPA untuk segera menyelesaikan program restrukturisasi dan revitalisasi sejumlah BUMN.
“Sekarang saat yang tepat untuk mengeluarkan obligasi, termasuk untuk PPA,” ujarnya. Naiknya peringkat Indonesia ke level layak investasi (investment grade) dinilai akan memberikan keuntungan bagi korporasi maupun negara yang menerbitkan obligasi lantaran banyak dana asing yang masuk ke dalam negeri akan diinvestasikan ke instrumen ini.Menteri BUMN Dahlan Iskan mendorong BUMN yang memerlukan pendanaan untuk menerbitkan obligasi.
“Bagi yang belum siap IPO, BUMN dipersilakan obligasi untuk mencari tambahan pendanaan,” saran dia.
Fokus BUMN Besar
Berdasarkan amanat pemegang saham, Renny menuturkan, PPA diperintahkan untuk lebih fokus kepada restrukturisasi BUMN besar, termasuk BUMN strategis. BUMN tersebut, di antaranya PT Dirgantara Indonesia (PTDI), PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dan PT PAL Indonesia. Selain restrukturisasi BUMN besar, juga pada pengelolaan aset noninti BUMN, seperti aset noninti milik PT Pertamina Persero, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Adapun,jumlah BUMN yang dalam proses restrukturisasi dan revitalisasi PPA sebanyak 17 BUMN. Berdasarkan data PPA, dari 17 BUMN tersebut tiga di antaranya dalam proses kajian (due diligence), yakni PT Boma Bisma Indra, Perum Pengakutan Djakarta (PPA), dan PT Varuna Tirta Prakasya (VTP). Sementara enam BUMN dalam proses finalisasi di Komite Restrukturisasi dan Privatisasi, yaitu PT Industri Kapal Indonesia (IKI), PT Djakarta Lloyd,PT Balai Pustaka, PT Survei Udara Penas, Perum Film Nasional (PFN) dan PT Nindya Karya.
Adapun delapan BUMN sudah dalam tahap implementasi atau pencairan dana adalah MNA, PT PAL Indonesia, PT Waskita Karya, PT Kertas Kraft Aceh (KKA), PT Industri Gelas (Iglas), PTDI, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan PT Industri Sandang.
()