Surabaya tak ramah investasi
A
A
A
Sindonews.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya sepakat dengan hasil Survey Doing Business di Indonesia 2012 yang dilakukan International Finance Corporation (IFC) dan Bank Dunia. Organisasi para pengusaha ini menilai, Surabaya sangat tidak ramah dengan investasi.
Ketua Kadin Surabaya Jamhadi menegaskan, para pelaku usaha seringkali mengeluh ketika berinvestasi di Surabaya. Kendalanya, pengurusan izin yang membutuhkan waktu yang lama. Diperparah lagi dengan komunikasi antara Pemkot Surabaya dengan pelaku usaha juga sangat minim.
Sejak kepempimpinan Tri Rismaharini, Kadin sudah melayangkan surat untuk pertemuan. Namun, tidak ada tanggapan. ”Sejak memimpin hingga sekarang, kami tidak pernah bertemu sama sekali dengan wali kota (Tri Rismaharini),” tegas Jamhadi.
Dia menambahkan, kurangnya komunikasi dengan pelaku usaha ini, berakibat pada rendahnya investasi di Surabaya. Target investasi juga meleset.
Tahun 2011, Pemkot Surabaya menargetkan guyuran investasi mencapai Rp3,2 triliun. Namun, yang terealisir hanya Rp520 miliar. Tahun 2010 target investasi sebesar Rp7,6 triliun tetapi yang terealisir hanya Rp714 miliar.
Jumlah pengangguran juga meningkat. Tahun 2011, jumlah pengangguran sebanyak 175.000 orang atau naik dibanding 2010 yang mencapai 156.000 orang. Padahal, tahun 2010, jumlah pengangguran hanya 85.000 orang.
”Peningkatan pengangguran ini ada kaitannya dengan rendahnya investasi di Surabaya. Kalau tidak ada investasi, bagaimana bisa menyerap pengangguran. Saya sepakat dengan penilaian itu (IFC dan Bank Dunia). Dan memang seperti itu adanya,” bebernya.
Kadin Surabaya, menurutnya sudah mengajukan ke Pemkot Surabaya sejumlah poin penting guna mendorong investasi di Surabaya. Salah satu di antaranya, Pemkot harus menjalin komunikasi intensif dengan anggota dewan dan juga pelaku usaha. Pemkot juga harus rajin mengunjungi kawasan-kawasan industri yang ada di Surabaya.
”Dengan pertemuan-pertemuan ini, pemkot dapat merumuskan apa saja yang dibutuhkan pelaku usaha untuk menumbuhkan investasi di Surabaya,” pinta Jamhadi.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Rudi Purwono mengakui, kurangnya komunikasi antara Pemkot Surabaya dengan para pelaku usaha berdampak pada terhambatnya investasi. Kendati semua sudut kota Surabaya ekonominya bertumbuh, namun hal ini masih bisa ditingkatkan ketika hubungan pemerintah dengan pengusaha terjalin baik.
Rudi menandaskan, untuk menggairahkan investasi di Surabaya, pemkot perlu menyusun masterplan pembangunan ekonomi. Kaitannya dengan kawasan mana saja yang hendak dijadikan kawasan perdagangan atau industri. Pemkot juga harus memberi jaminan bagi investor agar tidak ada gangguan di kemudian hari.
Misalnya, ada penolakan dari warga ketika ada perusahaan atau pabrik baru. ”Kalau untuk Surabaya, yang paling tepat adalah mendorong pada sektor perdagangan. Sebab, kalau untuk membangun pabrik sangat tidak mungkin,” tandasnya. (ank)
Ketua Kadin Surabaya Jamhadi menegaskan, para pelaku usaha seringkali mengeluh ketika berinvestasi di Surabaya. Kendalanya, pengurusan izin yang membutuhkan waktu yang lama. Diperparah lagi dengan komunikasi antara Pemkot Surabaya dengan pelaku usaha juga sangat minim.
Sejak kepempimpinan Tri Rismaharini, Kadin sudah melayangkan surat untuk pertemuan. Namun, tidak ada tanggapan. ”Sejak memimpin hingga sekarang, kami tidak pernah bertemu sama sekali dengan wali kota (Tri Rismaharini),” tegas Jamhadi.
Dia menambahkan, kurangnya komunikasi dengan pelaku usaha ini, berakibat pada rendahnya investasi di Surabaya. Target investasi juga meleset.
Tahun 2011, Pemkot Surabaya menargetkan guyuran investasi mencapai Rp3,2 triliun. Namun, yang terealisir hanya Rp520 miliar. Tahun 2010 target investasi sebesar Rp7,6 triliun tetapi yang terealisir hanya Rp714 miliar.
Jumlah pengangguran juga meningkat. Tahun 2011, jumlah pengangguran sebanyak 175.000 orang atau naik dibanding 2010 yang mencapai 156.000 orang. Padahal, tahun 2010, jumlah pengangguran hanya 85.000 orang.
”Peningkatan pengangguran ini ada kaitannya dengan rendahnya investasi di Surabaya. Kalau tidak ada investasi, bagaimana bisa menyerap pengangguran. Saya sepakat dengan penilaian itu (IFC dan Bank Dunia). Dan memang seperti itu adanya,” bebernya.
Kadin Surabaya, menurutnya sudah mengajukan ke Pemkot Surabaya sejumlah poin penting guna mendorong investasi di Surabaya. Salah satu di antaranya, Pemkot harus menjalin komunikasi intensif dengan anggota dewan dan juga pelaku usaha. Pemkot juga harus rajin mengunjungi kawasan-kawasan industri yang ada di Surabaya.
”Dengan pertemuan-pertemuan ini, pemkot dapat merumuskan apa saja yang dibutuhkan pelaku usaha untuk menumbuhkan investasi di Surabaya,” pinta Jamhadi.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Rudi Purwono mengakui, kurangnya komunikasi antara Pemkot Surabaya dengan para pelaku usaha berdampak pada terhambatnya investasi. Kendati semua sudut kota Surabaya ekonominya bertumbuh, namun hal ini masih bisa ditingkatkan ketika hubungan pemerintah dengan pengusaha terjalin baik.
Rudi menandaskan, untuk menggairahkan investasi di Surabaya, pemkot perlu menyusun masterplan pembangunan ekonomi. Kaitannya dengan kawasan mana saja yang hendak dijadikan kawasan perdagangan atau industri. Pemkot juga harus memberi jaminan bagi investor agar tidak ada gangguan di kemudian hari.
Misalnya, ada penolakan dari warga ketika ada perusahaan atau pabrik baru. ”Kalau untuk Surabaya, yang paling tepat adalah mendorong pada sektor perdagangan. Sebab, kalau untuk membangun pabrik sangat tidak mungkin,” tandasnya. (ank)
()