SBDK mulai single digit
A
A
A
Sindonews.com – Bank Indonesia (BI) menyatakan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan semakin menurun sejak kebijakan SBDK diberlakukan pada Maret 2011.
Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso mengatakan, per Januari rata-rata SBDK sudah mulai masuk ke level single digit, atau menyentuh sembilan persen.
“Bulan lalu suku bunga dasar kredit in average sekitar sembilan persen,” ujar Wimboh di Jakarta baru-baru ini.
Wimboh menilai,komitmen bank dalam penurunan suku bunga kredit mulai terlihat sejak Agustus 2011, seiring dengan perbaikan penghitungan SBDK.Menurut Wimboh, tren penurunan SBDK terlihat sejak Juli hingga Agustus 2011,di mana tren suku bunga SBDK mulai stabil.
“April sampai Juli masih sosialisasi.Kalau SBDKnya sebenarnya sudah single digit. Hanya, variasinya satu bank dengan bank lain berbeda,” tuturnya.
Meski rata-rata suku bunga SBDK sudah mengarah ke single digit, tapi untuk kredit ritel suku bunga SBDK-nya lebih tinggi. Menurut Wimboh, hal ini dikarenakan kredit ritel membutuhkan biaya yang lebih tinggi karena membutuhkan tenaga kerja yang banyak.
“Ritel itu kan membutuhkan effort yang lebih banyak karena lebih banyak manual.Tapi, detailnya menyusul,”ujarnya.
Selain itu, Wimboh mengaku, BI terus melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam upaya penerapan uang muka atau down payment (DP) minimum di industri multifinance.
Ekonom Mirza Adityaswara mengatakan,pada segmen bisnis perbankan yang kompetisinya rendah, bunga memang cenderung tinggi. Sebaliknya, pada segmen yang kompetisinya tinggi, misalnya kredit pemilikan rumah (KPR), suku bunga cenderung bersaing.
Mirza mencontohkan, misalnya pada segmen mikro, dulunya hanya ada BRI namun setelah BPR, BTPN, dan beberapa bank lainnya masuk ke mikro, secara perlahan suku bunga menurun. Menurut Mirza, untuk menurunkan suku bunga kredit, harus dibuat arsitektur perbankan yang jelas.
Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso mengatakan, per Januari rata-rata SBDK sudah mulai masuk ke level single digit, atau menyentuh sembilan persen.
“Bulan lalu suku bunga dasar kredit in average sekitar sembilan persen,” ujar Wimboh di Jakarta baru-baru ini.
Wimboh menilai,komitmen bank dalam penurunan suku bunga kredit mulai terlihat sejak Agustus 2011, seiring dengan perbaikan penghitungan SBDK.Menurut Wimboh, tren penurunan SBDK terlihat sejak Juli hingga Agustus 2011,di mana tren suku bunga SBDK mulai stabil.
“April sampai Juli masih sosialisasi.Kalau SBDKnya sebenarnya sudah single digit. Hanya, variasinya satu bank dengan bank lain berbeda,” tuturnya.
Meski rata-rata suku bunga SBDK sudah mengarah ke single digit, tapi untuk kredit ritel suku bunga SBDK-nya lebih tinggi. Menurut Wimboh, hal ini dikarenakan kredit ritel membutuhkan biaya yang lebih tinggi karena membutuhkan tenaga kerja yang banyak.
“Ritel itu kan membutuhkan effort yang lebih banyak karena lebih banyak manual.Tapi, detailnya menyusul,”ujarnya.
Selain itu, Wimboh mengaku, BI terus melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam upaya penerapan uang muka atau down payment (DP) minimum di industri multifinance.
Ekonom Mirza Adityaswara mengatakan,pada segmen bisnis perbankan yang kompetisinya rendah, bunga memang cenderung tinggi. Sebaliknya, pada segmen yang kompetisinya tinggi, misalnya kredit pemilikan rumah (KPR), suku bunga cenderung bersaing.
Mirza mencontohkan, misalnya pada segmen mikro, dulunya hanya ada BRI namun setelah BPR, BTPN, dan beberapa bank lainnya masuk ke mikro, secara perlahan suku bunga menurun. Menurut Mirza, untuk menurunkan suku bunga kredit, harus dibuat arsitektur perbankan yang jelas.
()