IMB naik 2.400%, Surabaya makin tak ramah investor
A
A
A
Sindonews.com – Iklim investasi di Surabaya tak menunjukkan tanda perbaikan. Bahkan kini retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diproyeksikan naik hingga 2.400 persen. Rencana kenaikan itu terlihat dalam pengajuan Raperda tentang retribusi IMB.
Raperda itu telah dikirim ke DPRD Surabaya. Fakta ini tentu semakin menguatkan hasil survei Doing Bussiness di Indonesia 2012 oleh Bank Dunia dan International Finance Corporation (IFC) yang menyatakan Surabaya tak pro-bisnis. Dalam survei itu disebutkan jika salah satu indikator Surabaya tak pro-bisnis adalah ribetnya izin mendirikan bangunan.
Berdasarkan survei itu untuk mendirikan bangunan seorang pengusaha harus melalui 11 prosedur dalam 116 hari yang menghabiskanbiaya 71,2 persen dari pendapatan per kapita. Padahal, rata-rata 20 kota besar di Indonesia hanya mewajibkan 10 prosedur dalam 74 hari dengan biaya sebesar 69,7 persen pendapatan per kapita. Sebagai perbandingan Balikpapan, yang terbaik dalam kategori ini, hanya mewajibkan 8 prosedur, 52 hari, serta biaya sebesar 62,8 persen.
Jika direalisasikan kenaikkan retribusi IMB itu akan paling dirasakan oleh pengusaha reklame. Kalau sebelumnya, reklame berukuran lebar 16 m, tinggi papan dan tiang reklame 18 m retribusi IMB-nya hanya sekitar Rp5,9 juta akan naik menjadi Rp132 juta.
Parahnya lagi, retribusi IMB reklame ini harus dibayar setiap tahun. Begitu surat izin pendirian reklame (SIPR)-nya sudah habis atau mati, biro reklame yang ingin mempanjang SIPR harus membayar retribusi IMB lagi.
Kondisi itu berbeda dengan retribusi IMB bangunan rumah, hotel, tower, kondotel atau apartemen. Sebab, retribusinya hanya ditarik sekali atau selamanya sepanjang tidak ada perubahan bentuk bangunannya, yakni ketika gedung-gedung itu akan didirikan. Keluhan juga datang dari pengusaha properti, hotel dan SPBU. Pengusaha SPBU menjerit karena pengenaan retribusi IMB di SPBU diubah.
Kini pengenaan retribusi itu tidak pada retribusi bangunan fisik SPBU, tapi seluruh komponen atas berdirinya layanan SPBU juga dinaikkan. Beberapa poin adanya retribusi di SPBU yang dinilai pengusaha migas itu tidak masuk akal di antaranya retribusi berkaitan dengan penimbunan tangki bahan bakar minyak (BBM)-nya.Semua penimbunan tangki BBM di semua SPBU tidak dikenai retribusi, kini semua penanaman tangki BBM wajib bayar retribusi sebesar Rp3 juta per tangki yang berisi 50 ton BBM.
Bila tangki itu berisi 51-100 ton, maka retribusinya jadi Rp6 juta. ”Jadi selain dikenakan retribusi IMB bangunan fisk SPBU,pengusaha juga dikenai retribusi penimbunan tangki. Pengenaan retribusi ini tergolong baru dan ini sangat memberatkan semua pengusaha SPBU,”ujar tim ahli Himpunan Pengusaha Minyak dan Gas Fatkan kemarin. Ironisnya lagi,setiap pompa bensin juga dikenai retribsi.
Kemudian Dinas Pemadam Kebakaran juga masih menarik retribusi berkenaan bahaya kebaran tingkat tinggi. Selain itu, pompa bensin masih harus ditera ulang per tahun. Tarif tera ulang ini sudah dinaikan provinsi 1.000 persen, dari Rp27 ribu menjadi Rp250 ribu per mesin (nosel). Ditambah,di dalam raperda IMB itu Pemkot masih menarik retribusi izin gangguan (HO), pagar dan luas kawan SPBU serta pajak reklame.
”Pajak reklame terkait dengan tulisan Pertamina bakal ditarik pajak oleh Pemkot. Ini kan sangat aneh. Sebab yang memasang papan nama itu pihak Pertamina, bukan pemilik SPBU,” ungkapnya.
Menurutnya, usaha SPBU sebetulnya hanya usaha jasa, karena hanya ikut menjualkan BBM kepada masyarakat. Dengan posisi seperti ini sudah jelas pendapatannya sesuai dengan yang telah ditentukan pemerintah atau Pertamina.
”Lha, kalau semua komponen di dalam SPBU itu dikenakan retribusi, lebih baik bunuh saja usaha ini. Toh, tidak ada gunanya lagi, karena tidak ada pendapatan sama sekali dari bisnis ini,” jelasnya.
Wakil Ketua REI Jatim Nurul Haqi mengatakan, raperda ini memang akan sangat mencekik usaha di bidang konstruksi. Menurutnya, rencana kenaikan retribusi IMB sebesar itu sudah jelas merisaukan pengusaha properti yang tergabung dengan REI Jatim. Pasalnya, kenaikannya tergolong menggila.
”Bisa dibayangkan kalau retribusi IMB itu naik sampai 1.000 persen lebih. Tentu kami yang berada di REI bakal sulit hidup. Karena satu pembangunan hotel atau apartemen retribusi IMB-nya sudah miliaran rupiah. Padahal hal itu baru retribusi IMB-nya saja,belum pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penghasilannya,” ungkapnya
Kepala DCKTR Sri Mulyono berlasan pemberlakuan tarif retribusi IMB yang baru demi meningkatkan pelayanan masyarakat.
Apalagi, retribusi IMB ini belum pernah naik sejak 14 tahun silam. Dia memastikan pendapatan dari retribusi ini akan dikembalikan lagi untuk pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, katanya, kenaikan yang diusulkan bervariasi.
Khusus rumah sederhana justru retribusi IMB-nya tidak naik.”Tapi kalau REI dan PHRI menolak rencana ini kami akan mengevaluasinya,” katanya.
Raperda itu telah dikirim ke DPRD Surabaya. Fakta ini tentu semakin menguatkan hasil survei Doing Bussiness di Indonesia 2012 oleh Bank Dunia dan International Finance Corporation (IFC) yang menyatakan Surabaya tak pro-bisnis. Dalam survei itu disebutkan jika salah satu indikator Surabaya tak pro-bisnis adalah ribetnya izin mendirikan bangunan.
Berdasarkan survei itu untuk mendirikan bangunan seorang pengusaha harus melalui 11 prosedur dalam 116 hari yang menghabiskanbiaya 71,2 persen dari pendapatan per kapita. Padahal, rata-rata 20 kota besar di Indonesia hanya mewajibkan 10 prosedur dalam 74 hari dengan biaya sebesar 69,7 persen pendapatan per kapita. Sebagai perbandingan Balikpapan, yang terbaik dalam kategori ini, hanya mewajibkan 8 prosedur, 52 hari, serta biaya sebesar 62,8 persen.
Jika direalisasikan kenaikkan retribusi IMB itu akan paling dirasakan oleh pengusaha reklame. Kalau sebelumnya, reklame berukuran lebar 16 m, tinggi papan dan tiang reklame 18 m retribusi IMB-nya hanya sekitar Rp5,9 juta akan naik menjadi Rp132 juta.
Parahnya lagi, retribusi IMB reklame ini harus dibayar setiap tahun. Begitu surat izin pendirian reklame (SIPR)-nya sudah habis atau mati, biro reklame yang ingin mempanjang SIPR harus membayar retribusi IMB lagi.
Kondisi itu berbeda dengan retribusi IMB bangunan rumah, hotel, tower, kondotel atau apartemen. Sebab, retribusinya hanya ditarik sekali atau selamanya sepanjang tidak ada perubahan bentuk bangunannya, yakni ketika gedung-gedung itu akan didirikan. Keluhan juga datang dari pengusaha properti, hotel dan SPBU. Pengusaha SPBU menjerit karena pengenaan retribusi IMB di SPBU diubah.
Kini pengenaan retribusi itu tidak pada retribusi bangunan fisik SPBU, tapi seluruh komponen atas berdirinya layanan SPBU juga dinaikkan. Beberapa poin adanya retribusi di SPBU yang dinilai pengusaha migas itu tidak masuk akal di antaranya retribusi berkaitan dengan penimbunan tangki bahan bakar minyak (BBM)-nya.Semua penimbunan tangki BBM di semua SPBU tidak dikenai retribusi, kini semua penanaman tangki BBM wajib bayar retribusi sebesar Rp3 juta per tangki yang berisi 50 ton BBM.
Bila tangki itu berisi 51-100 ton, maka retribusinya jadi Rp6 juta. ”Jadi selain dikenakan retribusi IMB bangunan fisk SPBU,pengusaha juga dikenai retribusi penimbunan tangki. Pengenaan retribusi ini tergolong baru dan ini sangat memberatkan semua pengusaha SPBU,”ujar tim ahli Himpunan Pengusaha Minyak dan Gas Fatkan kemarin. Ironisnya lagi,setiap pompa bensin juga dikenai retribsi.
Kemudian Dinas Pemadam Kebakaran juga masih menarik retribusi berkenaan bahaya kebaran tingkat tinggi. Selain itu, pompa bensin masih harus ditera ulang per tahun. Tarif tera ulang ini sudah dinaikan provinsi 1.000 persen, dari Rp27 ribu menjadi Rp250 ribu per mesin (nosel). Ditambah,di dalam raperda IMB itu Pemkot masih menarik retribusi izin gangguan (HO), pagar dan luas kawan SPBU serta pajak reklame.
”Pajak reklame terkait dengan tulisan Pertamina bakal ditarik pajak oleh Pemkot. Ini kan sangat aneh. Sebab yang memasang papan nama itu pihak Pertamina, bukan pemilik SPBU,” ungkapnya.
Menurutnya, usaha SPBU sebetulnya hanya usaha jasa, karena hanya ikut menjualkan BBM kepada masyarakat. Dengan posisi seperti ini sudah jelas pendapatannya sesuai dengan yang telah ditentukan pemerintah atau Pertamina.
”Lha, kalau semua komponen di dalam SPBU itu dikenakan retribusi, lebih baik bunuh saja usaha ini. Toh, tidak ada gunanya lagi, karena tidak ada pendapatan sama sekali dari bisnis ini,” jelasnya.
Wakil Ketua REI Jatim Nurul Haqi mengatakan, raperda ini memang akan sangat mencekik usaha di bidang konstruksi. Menurutnya, rencana kenaikan retribusi IMB sebesar itu sudah jelas merisaukan pengusaha properti yang tergabung dengan REI Jatim. Pasalnya, kenaikannya tergolong menggila.
”Bisa dibayangkan kalau retribusi IMB itu naik sampai 1.000 persen lebih. Tentu kami yang berada di REI bakal sulit hidup. Karena satu pembangunan hotel atau apartemen retribusi IMB-nya sudah miliaran rupiah. Padahal hal itu baru retribusi IMB-nya saja,belum pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penghasilannya,” ungkapnya
Kepala DCKTR Sri Mulyono berlasan pemberlakuan tarif retribusi IMB yang baru demi meningkatkan pelayanan masyarakat.
Apalagi, retribusi IMB ini belum pernah naik sejak 14 tahun silam. Dia memastikan pendapatan dari retribusi ini akan dikembalikan lagi untuk pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, katanya, kenaikan yang diusulkan bervariasi.
Khusus rumah sederhana justru retribusi IMB-nya tidak naik.”Tapi kalau REI dan PHRI menolak rencana ini kami akan mengevaluasinya,” katanya.
()