Tanjung Priok diminta tetap dibuka untuk hortikultura
A
A
A
Sindonews.com - Permentan Nomor 88, 89 dan 90 tetap diminta dihapus. Sebab seluruh komponen masyarakat baik dari lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, Pemda Jawa Timur, Pemda Makassar, Batam, pedagang buah dan asosiasi terkait menolak penundaan penutupan Pelabuhan Tanjung Priok.
"Kami minta sebaiknya Pak Menteri mengeluarkan surat Permentan baru yang isinya membatalkan tiga permentan tersebut dan mengumumkannya di seluruh media massa. Sehingga kami semua tidak terus dibuat bingung seperti sekarang ini,” harap Wakil Ketua Gisimindo (Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia) Bob B Budiman di Jakarta, kemarin.
Menurut Bob, Permentan Nomor 89 dan 90 dianggap diskriminatif, kontroversial dan kontraproduktif. Sesuai pernyataan Kepala Pusat Karantina Arifin Tasrif di salah satu stasiun televisi swasta, 16 Februari 2012 lalu, dia menyatakan ditutupnya Pelabuhan Priok karena ketidaksiapan Kementan/Karantina sendiri dalam hal SDM dan penyediaan fasilitas laboratorium untuk tindakan karantina di dalam wilayah kepabeanan (pelayanan satu atap) di Tanjung Priok.
”Mengingat di pelabuhan terbesar ini setiap harinya tidak kurang 1.000 kontainer hortikultura harus dilayani,” kata Bob.
Pernyataan Gisimindo ini, kata Bob, terkait pernyataan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan yang akan mengkaji penundaan kebijakan pembatasan pintu masuk impor hortikultura di Pelabuhan Tanjung Priok pada 19 Maret 2012 nanti.
“Kalau belum siap, lalu kenapa main diterbitkan tiga Permentan itu. Berarti benar apa yang dikatakan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Ada menterinya yang asal menerbitkan peraturan tanpa mengajak para stakeholder duduk bersama. Pukul sana, pukul sini, merugikan para pelaku bisnis,” kata Bob menirukan ucapan Menko Perekonomian.
Jika hanya sekedar ditunda, kata Bob, berarti ada kemungkinan tetap dilaksanakan. Jika hal itu terjadi, maka seluruh buruh pelabuhan, sopir trailer, pedagang buah dan karyawan importir buah akan turun ke jalan tol dan menutup akses jalan tol menuju Pelabuhan Tanjung Priok seperti kasus buruh di Bekasi.
“Ini yang membuat saya heran. Kementan kesannya penguasa superbody karena sudah banyak masyarakat berteriak memprotes Permentan itu termasuk asosiasi Kadin, Ginsi, Asebsindo, Aprindo, YLKI, Pelindo operator pelabuhan termasuk Ketua Komisi IV DPR RI yang meminta agar Priok tidak ditutup untuk kran impor buah, sayur dan umbi lapis, tapi tetap saja hal itu akan dilakukan dan hanya ditunda saja,” kata Bob.
Tidak hanya itu, protes dari negara Amerika, Pemda Jawa Timur, Kepulauan Riau (Kepri/Batam) yang menolak Surabaya dijadikan pintu masuk impor buah, sayur, umbi lapis. Tapi, menurut Bob, hal itu dianggap angin lalu.
Malah sebaliknya, Kementan mengadakan acara implementasi untuk menjelaskan Permentan Nomor 88, 89, 90 yang kami anggap diskriminatif, kontroversial dan kontraproduktif karena melanggar Import Licensing on Agreement (ILA/WTO) dan UU No 7/1994 tentang Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, yang mana penutupan hortikultura di Pelabuhan Tanjung Priok akan menimbulkan efek negatif yang amat dahsyat terhadap ekonomi nasional secara makro serta menimbulkan kelompok pengangguran baru.
Gisimindo sendiri, tegas Bob, mendukung para petani lokal. Sebab kalau memang hasil produk petani Indonesia sangat bagus kualitas maupun hasil panennya mencukupi kebutuhan, tak perlu impor lagi.
Sebelumnya Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan pemerintah berkeinginan menunda pelaksanan penutupan pelabuhan Tanjung Priok dan memindahkan lokasi bongkar muat buah Impor di empat pelabuhan yakni Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan), Makassar dan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dari sebelumnya ada 8 pelabuhan.
”Kami belum menetapkan kapan peraturan itu dilaksanakan sambil menunggu persiapan lebih mendalam,” janji Wakil Menteri.
“Jangan sampai permentan ini belum dijalankan, tetapi sudah tidak diberlakukan,” katanya.
Kementan, katanya, sedang mengkaji Permentan No. 89/2011 soal Pembatasan Tempat Pemasukan Buah dan Sayuran Segar yang awalnya melalui delapan lokasi menjadi empat pintu masuk.
”Sedang kita diskusikan akan membangun fasilitas karantina di Pelabuhan Tanjung Priok yang lebih memadai. Jadi, bukan karena tekanan, kita negara yang memegang prinsip-prinsip dalam melaksanakan perdagangan sayur dan buah,” jelas Rusman.
"Kami minta sebaiknya Pak Menteri mengeluarkan surat Permentan baru yang isinya membatalkan tiga permentan tersebut dan mengumumkannya di seluruh media massa. Sehingga kami semua tidak terus dibuat bingung seperti sekarang ini,” harap Wakil Ketua Gisimindo (Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia) Bob B Budiman di Jakarta, kemarin.
Menurut Bob, Permentan Nomor 89 dan 90 dianggap diskriminatif, kontroversial dan kontraproduktif. Sesuai pernyataan Kepala Pusat Karantina Arifin Tasrif di salah satu stasiun televisi swasta, 16 Februari 2012 lalu, dia menyatakan ditutupnya Pelabuhan Priok karena ketidaksiapan Kementan/Karantina sendiri dalam hal SDM dan penyediaan fasilitas laboratorium untuk tindakan karantina di dalam wilayah kepabeanan (pelayanan satu atap) di Tanjung Priok.
”Mengingat di pelabuhan terbesar ini setiap harinya tidak kurang 1.000 kontainer hortikultura harus dilayani,” kata Bob.
Pernyataan Gisimindo ini, kata Bob, terkait pernyataan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan yang akan mengkaji penundaan kebijakan pembatasan pintu masuk impor hortikultura di Pelabuhan Tanjung Priok pada 19 Maret 2012 nanti.
“Kalau belum siap, lalu kenapa main diterbitkan tiga Permentan itu. Berarti benar apa yang dikatakan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Ada menterinya yang asal menerbitkan peraturan tanpa mengajak para stakeholder duduk bersama. Pukul sana, pukul sini, merugikan para pelaku bisnis,” kata Bob menirukan ucapan Menko Perekonomian.
Jika hanya sekedar ditunda, kata Bob, berarti ada kemungkinan tetap dilaksanakan. Jika hal itu terjadi, maka seluruh buruh pelabuhan, sopir trailer, pedagang buah dan karyawan importir buah akan turun ke jalan tol dan menutup akses jalan tol menuju Pelabuhan Tanjung Priok seperti kasus buruh di Bekasi.
“Ini yang membuat saya heran. Kementan kesannya penguasa superbody karena sudah banyak masyarakat berteriak memprotes Permentan itu termasuk asosiasi Kadin, Ginsi, Asebsindo, Aprindo, YLKI, Pelindo operator pelabuhan termasuk Ketua Komisi IV DPR RI yang meminta agar Priok tidak ditutup untuk kran impor buah, sayur dan umbi lapis, tapi tetap saja hal itu akan dilakukan dan hanya ditunda saja,” kata Bob.
Tidak hanya itu, protes dari negara Amerika, Pemda Jawa Timur, Kepulauan Riau (Kepri/Batam) yang menolak Surabaya dijadikan pintu masuk impor buah, sayur, umbi lapis. Tapi, menurut Bob, hal itu dianggap angin lalu.
Malah sebaliknya, Kementan mengadakan acara implementasi untuk menjelaskan Permentan Nomor 88, 89, 90 yang kami anggap diskriminatif, kontroversial dan kontraproduktif karena melanggar Import Licensing on Agreement (ILA/WTO) dan UU No 7/1994 tentang Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, yang mana penutupan hortikultura di Pelabuhan Tanjung Priok akan menimbulkan efek negatif yang amat dahsyat terhadap ekonomi nasional secara makro serta menimbulkan kelompok pengangguran baru.
Gisimindo sendiri, tegas Bob, mendukung para petani lokal. Sebab kalau memang hasil produk petani Indonesia sangat bagus kualitas maupun hasil panennya mencukupi kebutuhan, tak perlu impor lagi.
Sebelumnya Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan pemerintah berkeinginan menunda pelaksanan penutupan pelabuhan Tanjung Priok dan memindahkan lokasi bongkar muat buah Impor di empat pelabuhan yakni Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan), Makassar dan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dari sebelumnya ada 8 pelabuhan.
”Kami belum menetapkan kapan peraturan itu dilaksanakan sambil menunggu persiapan lebih mendalam,” janji Wakil Menteri.
“Jangan sampai permentan ini belum dijalankan, tetapi sudah tidak diberlakukan,” katanya.
Kementan, katanya, sedang mengkaji Permentan No. 89/2011 soal Pembatasan Tempat Pemasukan Buah dan Sayuran Segar yang awalnya melalui delapan lokasi menjadi empat pintu masuk.
”Sedang kita diskusikan akan membangun fasilitas karantina di Pelabuhan Tanjung Priok yang lebih memadai. Jadi, bukan karena tekanan, kita negara yang memegang prinsip-prinsip dalam melaksanakan perdagangan sayur dan buah,” jelas Rusman.
()