Pertumbuhan kredit perbankan 24 %
A
A
A
Sindonews.com - Bank Indonesia (BI) menilai perbankan masih optimistis bisa memenuhi target pertumbuhan kredit dalam rencana bisnis bank (RBB) sebesar 24 persen. Namun, target itu harus diikuti penguatan modal dan likuiditas.
“Pertumbuhan kredit yang tinggi, kalau tidak didukung dengan permodalan akan sulit,” ujar Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad di sela-sela seminar tentang Fraud di Perbankan di Jakarta, kemarin.
Muliaman mengatakan, untuk memperkuat permodalan, bank bisa melakukan dengan berbagai cara. Di antaranya, melakukan initial public offering (IPO), rights issue, dan aksi korporasi lainnya seperti penerbitan surat utang. “Tahun ini saya berharap bank-bank bisa melakukan aksi korporasi untuk mendukung pertumbuhan kredit,” kata Muliaman.
Sampai dengan Desember 2011, BI mencatat pertumbuhan kredit (tidak termasuk kredit channeling) sebesar 24,5 persen dibandingkan tahun 2010. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit pada 2010 sebesar 22,9 persen.
Adapun, jumlah penyaluran kredit sampai dengan Desember 2011 bertambah sebesar Rp48 triliun dari posisi sebelumnya hingga mencapai Rp2.199 triliun.
Sementara, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, untuk menjaga pertumbuhan perbankan sesuai dengan yang ditargetkan dalam RBB, maka bank perlu meningkatkan dan mencegah risiko terjadinya fraud (penyelewengan). Mulai tahun ini BI akan melakukan pengawasan berbasis risiko (risk base surveillance).
Menurut Halim, pengawasan ini sudah dilakukan tahun lalu tapi tahun ini bentuk pengawasan yang dilakukan berbeda. Halim menilai, bentuk pengawasan nanti tidak hanya melihat capital, assets, management, earning and liquidity (CAMEL).
Dengan analisis rasio ini, dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu lembaga keuangan pada tahun berjalan. “Kesehatan bank tidak hanya melihat CAMEL tapi penanganan jenis-jenis risiko yang dihadapi bank. Ada delapan jenis risiko dan operasional yang kami akan nilai. Dengan demikian, fokus dari sistem pengawasan baru ini akan mampu melakukan pengawasan forward looking,” ungkapnya.
Menurut Halim, dengan bentuk pengawasan ini, bank akan diminta menambah modal kalau risikonya lebih besar dari yang dinyatakan. Penambahan modal ini, tergantung dari risiko yang dihadapi.
Halim mencontohkan, apabila rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) bank dinyatakan 2 persen tapi dari pengawasan BI ternyata diprediksi 5 perse, maka bank harus menambah modal untuk mengendalikan risiko dengan NPL 5 persen. “Jadi, risiko menentukan tingkat kesehatannya,” kata dia.
Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini mengatakan, salah satu cara antisipasi fraud adalah dengan mencegah kesempatan. Namun, mempersempit kesempatan juga tidak cukup karena lagi-lagi bank berurusan dengan manusia. Menurut Zulkifli, transaksi perbankan di Bank Mandiri 85 persen-nya merupakan transaksi elektronik dan cabang 15 persen. Dari total transaksi 2011, baik transaksi finansial dan nonfinansial, dalam satu tahun terjadi 2,25 miliar transaksi.
Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi mengatakan, bank terus disalahkan karena perbankan cenderung memiliki aturan yang lengkap. Glen menilai, di samping menjaga dan meminimalisasi fraud, bank juga harus memberikan servis.
“Pencegahan yang harus kita perketat. Kontrol sesama pekerja juga penting. Selain itu, sistem whistle blower juga efektif dalam mencegah fraud,” tukasnya. (ank)
“Pertumbuhan kredit yang tinggi, kalau tidak didukung dengan permodalan akan sulit,” ujar Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad di sela-sela seminar tentang Fraud di Perbankan di Jakarta, kemarin.
Muliaman mengatakan, untuk memperkuat permodalan, bank bisa melakukan dengan berbagai cara. Di antaranya, melakukan initial public offering (IPO), rights issue, dan aksi korporasi lainnya seperti penerbitan surat utang. “Tahun ini saya berharap bank-bank bisa melakukan aksi korporasi untuk mendukung pertumbuhan kredit,” kata Muliaman.
Sampai dengan Desember 2011, BI mencatat pertumbuhan kredit (tidak termasuk kredit channeling) sebesar 24,5 persen dibandingkan tahun 2010. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit pada 2010 sebesar 22,9 persen.
Adapun, jumlah penyaluran kredit sampai dengan Desember 2011 bertambah sebesar Rp48 triliun dari posisi sebelumnya hingga mencapai Rp2.199 triliun.
Sementara, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, untuk menjaga pertumbuhan perbankan sesuai dengan yang ditargetkan dalam RBB, maka bank perlu meningkatkan dan mencegah risiko terjadinya fraud (penyelewengan). Mulai tahun ini BI akan melakukan pengawasan berbasis risiko (risk base surveillance).
Menurut Halim, pengawasan ini sudah dilakukan tahun lalu tapi tahun ini bentuk pengawasan yang dilakukan berbeda. Halim menilai, bentuk pengawasan nanti tidak hanya melihat capital, assets, management, earning and liquidity (CAMEL).
Dengan analisis rasio ini, dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu lembaga keuangan pada tahun berjalan. “Kesehatan bank tidak hanya melihat CAMEL tapi penanganan jenis-jenis risiko yang dihadapi bank. Ada delapan jenis risiko dan operasional yang kami akan nilai. Dengan demikian, fokus dari sistem pengawasan baru ini akan mampu melakukan pengawasan forward looking,” ungkapnya.
Menurut Halim, dengan bentuk pengawasan ini, bank akan diminta menambah modal kalau risikonya lebih besar dari yang dinyatakan. Penambahan modal ini, tergantung dari risiko yang dihadapi.
Halim mencontohkan, apabila rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) bank dinyatakan 2 persen tapi dari pengawasan BI ternyata diprediksi 5 perse, maka bank harus menambah modal untuk mengendalikan risiko dengan NPL 5 persen. “Jadi, risiko menentukan tingkat kesehatannya,” kata dia.
Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini mengatakan, salah satu cara antisipasi fraud adalah dengan mencegah kesempatan. Namun, mempersempit kesempatan juga tidak cukup karena lagi-lagi bank berurusan dengan manusia. Menurut Zulkifli, transaksi perbankan di Bank Mandiri 85 persen-nya merupakan transaksi elektronik dan cabang 15 persen. Dari total transaksi 2011, baik transaksi finansial dan nonfinansial, dalam satu tahun terjadi 2,25 miliar transaksi.
Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi mengatakan, bank terus disalahkan karena perbankan cenderung memiliki aturan yang lengkap. Glen menilai, di samping menjaga dan meminimalisasi fraud, bank juga harus memberikan servis.
“Pencegahan yang harus kita perketat. Kontrol sesama pekerja juga penting. Selain itu, sistem whistle blower juga efektif dalam mencegah fraud,” tukasnya. (ank)
()