Pajak ditunda, pengusaha warteg tetap cemas
A
A
A
Sindonews.com - Kendati Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta kembali menunda pelaksanaan pemungutan pajak Warung Tegal (warteg), namun itu tidak membuat pengusaha warteg lega.
Pasalnya, para pengusaha warteg tetap merasa khawatir jika suatu saat pajak tersebut kembali diberlakukan. Wali Kota Tegal Ikmal Jaya sesaat setelah menemui perwakilan dari Ikatan Keluarga Besar Tegal (IKBT),Koperasi Warteg (Kowarteg) dan Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), di Jakarta, Jumat 9 Maret 2012 mendapatkan keluhan para pengusaha warteg di Jakarta tersebut.
Menurutnya,kebijakan penundaan pajak yang dikuatkan dengan dikeluarkannya Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta No 16 Tahun 2012 tentang Penundaan Pemungutan Pajak Restoran Jenis Usaha Warung, Kantin dan Kafetaria,memang cukup melegakan. “Artinya,pemungutan atas pajak warteg di Jakarta ditunda terhitung sejak Ingub tersebut dikeluarkan yakni per tanggal 24 Februari 2012,” kata Ikmal ketika menggelar jumpa pers di Hotel Plaza, Kota Tegal, kemarin.
Meski demikian, Pemrov DKI hendaknya memasukan pengusaha warteg ini ke dalam Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM), sehingga bukan hanya penundaan yang dilakukan namun warung tersebut dikecualikan untuk tidak dikenakan pajak.Tentunya hal ini dikecualikan bagi warteg/UMKM yang sudah berskala besar atau bisa dikenakan pajak. Wali Kota juga mengharapkan akan ada parameter atau kriteria pengenaan pajak terhadap warung secara jelas.
Sehingga pengenaan pajak terhadap warung akan tepat sasaran. Terkait keresahan pengusaha warteg, Ikmal mengimbau kepada anggota Kowarteg, Kowantara dan IBKT dalam melakukan advokasi masalah penolakan pajak agar dilakukan dengan cara yang cerdas, santun tidak sampai demo turun ke jalan. “Lakukanlah sesuai dengan mekanisme yang ada,dan tetap menjaga kekompakan kebersihan di DKI,”tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris IKBT bagian advokasi untuk pedagang warteg, Arief Muktiono mengatakan, pihaknya telah melakukan beberapa langkah terkait dengan penolakan pelaku usaha warteg terhadap pajak yang dikenakan kepada warteg. “Penundaan bukan tujuan akhir kami, namun yang kami inginkan adalah tidak adanya Perda atau aturan apapun yang memajaki warung-warung kecil seperti warteg,”ungkapnya.
Sebab,warteg selalu dikunjungi oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan hanya memenuhi kebutuhan dasar rakyat kecil.Lantaran harga-harga makanan yang ada di warteg memang diperuntukkan bagi mereka yang penghasilannya tidak besar. Arief menjelaskan, tim advokasi penolakan pajak terhadap warteg sudah melakukan langkah-langkah, di antaranya akan menempuh langkah hukum yaitu dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Terkait itu, pihaknya juga sudah meminta bantuan Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) untuk mewakili mereka mengajukan gugatan. Mengenai langkah judicial review atau uji materi, kata dia, saat ini sedang dipersiapkan karena kini dalam posisi legal drafting. Dia sendiri belum bisa memastikan kapan akan dilayangkan.
Pasalnya, para pengusaha warteg tetap merasa khawatir jika suatu saat pajak tersebut kembali diberlakukan. Wali Kota Tegal Ikmal Jaya sesaat setelah menemui perwakilan dari Ikatan Keluarga Besar Tegal (IKBT),Koperasi Warteg (Kowarteg) dan Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), di Jakarta, Jumat 9 Maret 2012 mendapatkan keluhan para pengusaha warteg di Jakarta tersebut.
Menurutnya,kebijakan penundaan pajak yang dikuatkan dengan dikeluarkannya Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta No 16 Tahun 2012 tentang Penundaan Pemungutan Pajak Restoran Jenis Usaha Warung, Kantin dan Kafetaria,memang cukup melegakan. “Artinya,pemungutan atas pajak warteg di Jakarta ditunda terhitung sejak Ingub tersebut dikeluarkan yakni per tanggal 24 Februari 2012,” kata Ikmal ketika menggelar jumpa pers di Hotel Plaza, Kota Tegal, kemarin.
Meski demikian, Pemrov DKI hendaknya memasukan pengusaha warteg ini ke dalam Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM), sehingga bukan hanya penundaan yang dilakukan namun warung tersebut dikecualikan untuk tidak dikenakan pajak.Tentunya hal ini dikecualikan bagi warteg/UMKM yang sudah berskala besar atau bisa dikenakan pajak. Wali Kota juga mengharapkan akan ada parameter atau kriteria pengenaan pajak terhadap warung secara jelas.
Sehingga pengenaan pajak terhadap warung akan tepat sasaran. Terkait keresahan pengusaha warteg, Ikmal mengimbau kepada anggota Kowarteg, Kowantara dan IBKT dalam melakukan advokasi masalah penolakan pajak agar dilakukan dengan cara yang cerdas, santun tidak sampai demo turun ke jalan. “Lakukanlah sesuai dengan mekanisme yang ada,dan tetap menjaga kekompakan kebersihan di DKI,”tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris IKBT bagian advokasi untuk pedagang warteg, Arief Muktiono mengatakan, pihaknya telah melakukan beberapa langkah terkait dengan penolakan pelaku usaha warteg terhadap pajak yang dikenakan kepada warteg. “Penundaan bukan tujuan akhir kami, namun yang kami inginkan adalah tidak adanya Perda atau aturan apapun yang memajaki warung-warung kecil seperti warteg,”ungkapnya.
Sebab,warteg selalu dikunjungi oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan hanya memenuhi kebutuhan dasar rakyat kecil.Lantaran harga-harga makanan yang ada di warteg memang diperuntukkan bagi mereka yang penghasilannya tidak besar. Arief menjelaskan, tim advokasi penolakan pajak terhadap warteg sudah melakukan langkah-langkah, di antaranya akan menempuh langkah hukum yaitu dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Terkait itu, pihaknya juga sudah meminta bantuan Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) untuk mewakili mereka mengajukan gugatan. Mengenai langkah judicial review atau uji materi, kata dia, saat ini sedang dipersiapkan karena kini dalam posisi legal drafting. Dia sendiri belum bisa memastikan kapan akan dilayangkan.
()