Hotel Melati kian tercekik

Minggu, 18 Maret 2012 - 11:26 WIB
Hotel Melati kian tercekik
Hotel Melati kian tercekik
A A A
Sindonews.com - Perkembangan hotel di Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung selama beberapa tahun terakhir ini semakin pesat. Imbasnya, persaingan usaha penyedia jasa penginapan ini semakin tidak sehat dan mengancam kelangsungan hotel menengah–kecil.

Apalagi minimnya tingkat hunian hotel saat hari kerja (weekday) dengan rata-rata 42 persen hunian menyebabkan pengelola hotel menawarkan harga serendah-rendahnya.

Tindakan ini dilakukan melibatkan semua jenis hotel dari kelas melati sampai hotel berbintang. Upaya yang dilakukan beragam, mulai dari menawarkan tarif promo, paket harga, hingga banting harga untuk pelanggan baru.

Ketua Asosiasi Hotel Melati Kota Bandung Doddy H Widodo menuturkan persaingan bisnis hotel kurang sehat terjadi sejak beberapa tahun terakhir.

Peningkatan kamar hotel dari 11.000 kamar (2008) menjadi 15.000 kamar (2012) merupakan salah satu penyebab utamanya. Banyaknya jumlah kamar hotel tidak diimbangi jumlah hunian saat hari kerja.

“Pada akhir pekan, tamu hotel melimpah, namun saat hari kerja tingkat hunian hotel sangat rendah. Kondisi ini menjadi pemicu utama munculnya persaingan bisnis yang kurang sehat,” ujar Doddy di Hotel Pilatus, Jalan Gegerkalong Hilir, Kota Bandung.

Menurut dia, banyak hotel bintang lima memasang tarif hotel bintang tiga. Akibatnya, hotel bintang tiga ikut menurunkan tarif standar hotel melati. Kondisi tersebut mengancam kelangsungan bisnis hotel menengah (melati satu–bintang dua).

Asumsinya, bila ada sebuah hotel berbintang (600 kamar) memasang tarif hotel bintang dua atau melati, paling tidak ada sekitar 20 hotel melati yang dipertaruhkan kelangsungan bisnisnya akibat tamu hotel yang tersedot ke hotel berbintang.

Sekitar 20 persen atau 36 hotel dari 180 hotel melati di Kota Bandung, saat ini di ambang kebangkrutan. Penyebab utamanya yakni rendahnya tingkat hunian hotel. Meski, faktor ketidakmampuan pengelola hotel bersaing dengan hotel-hotel baru turut andil di dalamnya.

“Beberapa hotel ada di sekitar Jalan Setiabudi,kawasan Bandung Tengah, dan Bandung Timur. Hotel tersebut kebanyakan milik keluargadidaerahsetempat,” kata Doddy yang juga menjabat Sekretaris Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bandung ini.

Menurut dia, bisnis hotel yang semakin tidak kompetitif ini buntut dari ketidaktegasan pemerintah daerah (pemda) mengatur persaingan bisnis. Pada dasarnya pemda bisa menerbitkan aturan persaingan bisnis dalam rangka melindungi pebisnis menengah dan kecil.

“Arus investasi dibuka selebar-lebarnya, tapi tidak ada aturan melindungi pengusaha menengah dan kecil. Jangan sampai setelah pengusaha betul-betul kolaps baru pemda bertindak,” ujarnya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar Herman Muchtar mengatakan, dari sekitar 1.600 hotel di Jabar, baru sekitar 32 hotel yang telah terklasifikasi sebagai hotel berbintang atau melati.

Sisanya terklasifikasi berdasarkan klaim sepihak. Tidak adanya klasifikasi hotel mengakibatkan banyak tamu hotel mengeluh. Sebagian tamu hotel memilih tinggal di hotel bintang empat, tetapi fasilitas yang diberikan tidak sepadan hotel bintang empat.

“Pengurus PHRI selalu mengimbau agar mereka segera mendapatkan sertifikasi agar lebih tertib,” ucap dia.

Penentuan klasifikasi hotel juga memberi kepastian tarif bagi konsumen. Dari sisi persaingan bisnis, klasifikasi dapat membatasi pengelola hotel melakukan bisnis kurang sehat seperti permainan tarif hotel. Dia menyatakan untuk membuat klasifikasi hotel perlu dukungan dari pemda terutama saat pengurusan surat-menyurat.

Mandeknya proses klasifikasi tak lepas dari rumitnya alur birokrasi. Kondisi itu menyebabkan pengelola hotel enggan melakukan klasifikasi.

Pertahankan imej

Keberadaan hotel-hotel baru yang ditunjang dengan segala fasilitas hingga terjadi persaingan tidak sehat antara hotel melati dan berbintang diakui beberapa hotel kelas melati. Kenyataan ini membuat hotel melati resah. Namun, hal tersebut tidak membuat para pengusaha hotel berkecil hati. Mereka meyakini setiap hotel memiliki segmen masing-masing.

“Ibaratnya kita adalah anak kecil yang tetap ingin tumbuh. Menghadapi persoalan ini kita seolah didesak apakah harus menurunkan atau tetap mempertahankan harga, akhirnya kami susah bergerak,” ujar Manajer Hotel Progo Hendy Hanindia.

Meski masalah ini makin meradang, pihaknya berkomitmen terus berusaha memperbaiki segala sarana dan prasarana serta yang lebih utama tetap mempertahankan citra hotel.

“Hal ini menyangkut pelayanan, fasilitas, dan kualitas hotel yang tidak kalah dengan hotel-hotel lainnya,” katanya.

Untuk fasilitas, hotel di Jalan Progo No 8, Kota Bandung ini mengganti dan menambahkan beberapa barang seperti televisi layar datar, penambahan AC, penyediaan akses internet gratis, dan renovasi kamar mandi.

“Dengan jumlah 30 kamar, kami juga menyajikan kamar ini dengan keunikan masing- masing seperti view kamar pemandangan Kota Bandung yang tetap ditonjolkan,” ungkapnya.

Hendy mengatakan, tingkat hunian hotel selama Januari hingga Maret ini berkisar 40–45 persen dengan memasang tarif kamar mulai Rp200.000–350.000.

“Okupansi setiap hotel di awal tahun pastinya selalu rendah. Menjelang weekend, kami selalu bisa tersenyum. Selama masih banyak warga Jakarta datang ke Bandung, kami tidak khawatir kehilangan konsumen,” ujar Hendy.

Pihaknya sudah memiliki segmentasi sendiri, yakni setiap akhir pekan orang yang menginap kebanyakan adalah keluarga. Sementara saat weekday dipenuhi orang-orang dari instansi pemerintahan atau perusahaan swasta yang berkantor di kawasan Jalan Diponegoro dan Jalan Riau. “Dengan segmen ini, kami cukup yakin dan tetap bisa bertahan dengan kondisi jasa hotel sekarang,” ucapnya.

Optimisme yang sama untuk mempertahankan citra hotel melati juga dimiliki De Riau Motel. Wiliam, sang owner, merasa tidak terancam meski hotel- hotel berbintang semakin bermunculan.

“Kami percaya diri dengan tetap konsisten memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik, wisatawan yang menginap tidak pernah berkurang,” ungkapnya.

Wisatawan Jakarta yang mengaku sering menginap di hotel kelas melati, Gerilya Nugraha, 35, mengatakan harus pintar mencari tempat penginapan di Kota Bandung. “Kalau kita lihai mencari rekomendasi hotel-hotel melati, pasti akan banyak menemukan hotel jenis ini. Meski murah, tapi sama rasanya dengan suasana hotel berbintang,” ujarnya.

Menurut dia, cara tersebut bisa ditempuh dengan browsing di dunia maya. Apalagi, saat ini banyak sekali hotel yang selalu update memberikan informasi mengenai fasilitas lengkap dengan dokumentasi foto.

“Yang paling baik adalah menentukan hotel sesuai saran teman yang sudah sering liburan dan menginap di Bandung,” tuturnya. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6120 seconds (0.1#10.140)