Asing minati investasi smelter
A
A
A
Sindonews.com - Upaya pemerintah menarik masuk investor asing ke sektor pengolahan dan pemurnian logam (smelter) mendapat sambutan positif. Pemerintah menyebut, setidaknya 17 perusahaan telah mengajukan permohonan membangun smelter.
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Thamrin Sihite, tingginya minat investasi asing untuk membangun smelter membuktikan bahwa kebijakan pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan tambang mentah pada 2014 justru semakin membuka peluang bagi asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Meski begitu, lanjut dia, investor masih menunggu beberapa hal, antara lain adalah keseriusan pemerintah untuk menerapkan regulasi tersebut dan kepastian bahan baku. “Salah satu yang menjadi penting adalah pasokan bahan mentah untuk menyuplai smelter tersebut. Kita menanggapinya dengan menunjukkan cadangan kita,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dia mengatakan, saat ini banyak perusahaan asing yang memohon izin pemerintah untuk membangun smelter. Namun, sebagian besar menurutnya baru pada tahap minta izin prinsip. “Keinginan ini sudah banyak. Tapi, kami perlu hitam di atas putihnya,” kata dia.
Thamrin merinci ada tambahan permintaan pembangunan smelter sebanyak tujuh unit yang akan menambah jumlah smelter di Indonesia menjadi total 26 unit.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, ada 17 perusahaan asing yang meminta izin dari pemerintah untuk membangun smelter. Kementerian Perindustrian sebelumnya telah mengajak Mitsui dan investor asal Jepang lain untuk berinvestasi membangun smelter. Investor asal Jepang dinilai potensial untuk diajak bekerja sama dalam bidang ini.
Untuk itu, Hidayat menegaskan, pihaknya akan mencoba untuk menawarkan berbagai kemudahan yang diharapkan dapat menarik minat investasi Mitsui dan investor Jepang lainnya untuk masuk ke sektor pengolahan logam tersebut. “Saya akan mencoba memberikan kemudahan, mungkin tax allowance dan menyiapkan bahan baku mineral itu. Dia nanti membantu kita prosesnya di Indonesia agar value added atau nilai tambahnya didapat Indonesia,” ujarnya.
Sementara, Direktur Perencanaan dan Manajemen Risko PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Murtaqi Syamsudin mengatakan, pihaknya siap mendukung penyediaan pasokan listrik untuk pengoperasian smelter mineral dan batu bara di Indonesia. Menurutnya, daerah pasokan listriknya paling siap untuk lokasi pembangunan smelter yang berencana beroperasi pada 2014 adalah Jawa dan Sulawesi Selatan.
Murtaqi menambahkan, khusus untuk Jawa,lokasi yang paling bagus untuk membangun smelter adalah Jawa Timur, tepatnya dari Paiton, Probolinggo, hingga Banyuwangi. Selain lokasinya memiliki laut yang cukup dalam yang bisa mengakomodasi kapal pengangkut besar, juga lebih dekat dengan Sulawesi yang merupakan lumbung barang tambang mineral.
Adapun, tegangan listrik di wilayah itu juga tidak ada masalah. “Khusus Jawa, kalau mau menambah 1.000 megawatt itu juga masih bisa,” ujar dia.
Murtaqi juga mengaku beberapa investor swasta telah mengajukan kerja sama ke PLN untuk memasok listrik ke smelter yang akan mereka bangun. Proposal kerja sama itu mulai marak setelah terbit peraturan tersebut.
Wakil Direktur Refor Miner Institute Komaidi Notonegoro menuturkan, maraknya pembangunan smelter seiring kebijakan larangan ekspor barang tambang mineral mentah memang akan menguntungkan PLN. “Apalagi, PLN dapat menjual listrik tersebut menggunakan tarif premium sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan mereka,” kata dia, kemarin.
Pembangunan smelter di Jawa, menurut Komaidi, memang akan lebih ekonomis dibandingkan di dekat tambang, yang sebagian besar berada di kawasan Indonesia timur. Sebab, bukan hanya masalah pasokan, adanya fasilitas pelabuhan, transportasi,dan distribusi yang memadai juga akan menguntungkan investor.
”Lebih bagus smelter dibangun di Jawa. Kalau di Papua atau Sulawesi belum ada pelabuhan besar yang dibangun. Kecuali kalau pembangunan smelter akan paralel dengan pembangunan pelabuhan, itu lebih bagus,” ujarnya. (ank)
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Thamrin Sihite, tingginya minat investasi asing untuk membangun smelter membuktikan bahwa kebijakan pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan tambang mentah pada 2014 justru semakin membuka peluang bagi asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Meski begitu, lanjut dia, investor masih menunggu beberapa hal, antara lain adalah keseriusan pemerintah untuk menerapkan regulasi tersebut dan kepastian bahan baku. “Salah satu yang menjadi penting adalah pasokan bahan mentah untuk menyuplai smelter tersebut. Kita menanggapinya dengan menunjukkan cadangan kita,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dia mengatakan, saat ini banyak perusahaan asing yang memohon izin pemerintah untuk membangun smelter. Namun, sebagian besar menurutnya baru pada tahap minta izin prinsip. “Keinginan ini sudah banyak. Tapi, kami perlu hitam di atas putihnya,” kata dia.
Thamrin merinci ada tambahan permintaan pembangunan smelter sebanyak tujuh unit yang akan menambah jumlah smelter di Indonesia menjadi total 26 unit.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, ada 17 perusahaan asing yang meminta izin dari pemerintah untuk membangun smelter. Kementerian Perindustrian sebelumnya telah mengajak Mitsui dan investor asal Jepang lain untuk berinvestasi membangun smelter. Investor asal Jepang dinilai potensial untuk diajak bekerja sama dalam bidang ini.
Untuk itu, Hidayat menegaskan, pihaknya akan mencoba untuk menawarkan berbagai kemudahan yang diharapkan dapat menarik minat investasi Mitsui dan investor Jepang lainnya untuk masuk ke sektor pengolahan logam tersebut. “Saya akan mencoba memberikan kemudahan, mungkin tax allowance dan menyiapkan bahan baku mineral itu. Dia nanti membantu kita prosesnya di Indonesia agar value added atau nilai tambahnya didapat Indonesia,” ujarnya.
Sementara, Direktur Perencanaan dan Manajemen Risko PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Murtaqi Syamsudin mengatakan, pihaknya siap mendukung penyediaan pasokan listrik untuk pengoperasian smelter mineral dan batu bara di Indonesia. Menurutnya, daerah pasokan listriknya paling siap untuk lokasi pembangunan smelter yang berencana beroperasi pada 2014 adalah Jawa dan Sulawesi Selatan.
Murtaqi menambahkan, khusus untuk Jawa,lokasi yang paling bagus untuk membangun smelter adalah Jawa Timur, tepatnya dari Paiton, Probolinggo, hingga Banyuwangi. Selain lokasinya memiliki laut yang cukup dalam yang bisa mengakomodasi kapal pengangkut besar, juga lebih dekat dengan Sulawesi yang merupakan lumbung barang tambang mineral.
Adapun, tegangan listrik di wilayah itu juga tidak ada masalah. “Khusus Jawa, kalau mau menambah 1.000 megawatt itu juga masih bisa,” ujar dia.
Murtaqi juga mengaku beberapa investor swasta telah mengajukan kerja sama ke PLN untuk memasok listrik ke smelter yang akan mereka bangun. Proposal kerja sama itu mulai marak setelah terbit peraturan tersebut.
Wakil Direktur Refor Miner Institute Komaidi Notonegoro menuturkan, maraknya pembangunan smelter seiring kebijakan larangan ekspor barang tambang mineral mentah memang akan menguntungkan PLN. “Apalagi, PLN dapat menjual listrik tersebut menggunakan tarif premium sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan mereka,” kata dia, kemarin.
Pembangunan smelter di Jawa, menurut Komaidi, memang akan lebih ekonomis dibandingkan di dekat tambang, yang sebagian besar berada di kawasan Indonesia timur. Sebab, bukan hanya masalah pasokan, adanya fasilitas pelabuhan, transportasi,dan distribusi yang memadai juga akan menguntungkan investor.
”Lebih bagus smelter dibangun di Jawa. Kalau di Papua atau Sulawesi belum ada pelabuhan besar yang dibangun. Kecuali kalau pembangunan smelter akan paralel dengan pembangunan pelabuhan, itu lebih bagus,” ujarnya. (ank)
()