10% APBN diminta untuk pembangunan jalan
A
A
A
Sindonews.com - DPR meminta pemerintah dan pemda mengalokasikan anggaran sebesar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD khusus untuk penanganan jalan nasional dan jalan daerah.
Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Muhidin mengatakan, hal itu akan dimasukkan dalam usulan inisiatif DPR tentang revisi UU Jalan No 38/2004. DPR mengusulkan salah satu materi yang perlu diatur dalam Rancangan UU Jalan ialah alokasi dana khusus jalan sebesar 10 persen dari APBN/APBD untuk kurun waktu 20 tahun sejak UU tersebut diberlakukan.
”Harus ada keberanian dalam revisi UU tersebut,karena dalam UU Jalan dijelaskan untuk kepentingan umum,pemerintah harus bertanggung jawab. Jadi kita hanya mau ada rencana anggaran yang jelas,” kata Muhidin seusai mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi V DPR yang membahas usulan inisiatif DPR tentang revisi UU Jalan No 38/2004 di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, saat ini anggaran APBD untuk alokasi penanganan jalan di daerah masih tidak jelas. Meskipun ada anggarannya, namun masih lebih kecil dibandingkan untuk belanja pegawai. Lebih besarnya anggaran tersebut dibandingkan untuk biaya jalan, kata dia,disebabkan pemekaran wilayah sehingga jumlah pegawai terus bertambah.
”Di Indonesia seharusnya seluruh pajak terkait jalan harus dikembalikan untuk jalan, seperti pajak kendaraan bermotor, harusnya kalau mau konsisten harus ditarik dari pendapatan tersebut untuk penanganan jalan,” ujarnya.
Penanganan jalan dinilai penting mengingat fungsi jalan secara nasional maupun daerah amat vital. Keberadaan jalan yang memadai akan menjamin proses transportasi, juga distribusi antar daerah. Persoalan infrastruktur, termasuk jalan, merupakan isu penting yang kerap menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk investor yang berminat menanamkan modal di Indonesia.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto menyatakan usulan alokasi 10 persen dari APBN/APBD khusus untuk penanganan jalan sulit untuk direalisasikan. Pasalnya, menurut dia saat ini masih banyak sektor lain yang sama pentingnya dengan penanganan jalan dan memerlukan alokasi anggaran yang memadai.
”Mengenai usulan alokasi 10 persen untuk penanganan jalan perlu dikaji lebih mendalam, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah. Apa iya hal yang lainnya kurang penting dibanding jalan,” tutur Djoko.
Djoko menambahkan, pertimbangan lain yang membuat usulan tersebut sulit untuk dilakukan adalah ketetapan besaran alokasi tersebut tidak disebutkan dalam UUD 1945, sehingga berbeda dengan alokasi dana pendidikan yang memang diatur dalam UUD 1945 perubahan keempat melalui pasal 31 ayat 4.
Hal lain yang mendapat perhatiannya ialah usulan pembentukan Badan Pengawas Jalan sebagai badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan jalan. Menurutnya, tugas tersebut sudah dilakukan oleh Inspektorat Jenderal selaku auditor internal Kementerian PU, serta Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemberantasan Korupsi maupun lembaga swadaya masyarakat sebagai pengawas eksternal.
”Pembentukan Badan Pengawas Jalan perlu dilihat lagi, karena akan memperpanjang birokrasi dan membebani anggaran biaya negara,” tuturnya. (ank)
Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Muhidin mengatakan, hal itu akan dimasukkan dalam usulan inisiatif DPR tentang revisi UU Jalan No 38/2004. DPR mengusulkan salah satu materi yang perlu diatur dalam Rancangan UU Jalan ialah alokasi dana khusus jalan sebesar 10 persen dari APBN/APBD untuk kurun waktu 20 tahun sejak UU tersebut diberlakukan.
”Harus ada keberanian dalam revisi UU tersebut,karena dalam UU Jalan dijelaskan untuk kepentingan umum,pemerintah harus bertanggung jawab. Jadi kita hanya mau ada rencana anggaran yang jelas,” kata Muhidin seusai mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi V DPR yang membahas usulan inisiatif DPR tentang revisi UU Jalan No 38/2004 di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, saat ini anggaran APBD untuk alokasi penanganan jalan di daerah masih tidak jelas. Meskipun ada anggarannya, namun masih lebih kecil dibandingkan untuk belanja pegawai. Lebih besarnya anggaran tersebut dibandingkan untuk biaya jalan, kata dia,disebabkan pemekaran wilayah sehingga jumlah pegawai terus bertambah.
”Di Indonesia seharusnya seluruh pajak terkait jalan harus dikembalikan untuk jalan, seperti pajak kendaraan bermotor, harusnya kalau mau konsisten harus ditarik dari pendapatan tersebut untuk penanganan jalan,” ujarnya.
Penanganan jalan dinilai penting mengingat fungsi jalan secara nasional maupun daerah amat vital. Keberadaan jalan yang memadai akan menjamin proses transportasi, juga distribusi antar daerah. Persoalan infrastruktur, termasuk jalan, merupakan isu penting yang kerap menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk investor yang berminat menanamkan modal di Indonesia.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto menyatakan usulan alokasi 10 persen dari APBN/APBD khusus untuk penanganan jalan sulit untuk direalisasikan. Pasalnya, menurut dia saat ini masih banyak sektor lain yang sama pentingnya dengan penanganan jalan dan memerlukan alokasi anggaran yang memadai.
”Mengenai usulan alokasi 10 persen untuk penanganan jalan perlu dikaji lebih mendalam, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah. Apa iya hal yang lainnya kurang penting dibanding jalan,” tutur Djoko.
Djoko menambahkan, pertimbangan lain yang membuat usulan tersebut sulit untuk dilakukan adalah ketetapan besaran alokasi tersebut tidak disebutkan dalam UUD 1945, sehingga berbeda dengan alokasi dana pendidikan yang memang diatur dalam UUD 1945 perubahan keempat melalui pasal 31 ayat 4.
Hal lain yang mendapat perhatiannya ialah usulan pembentukan Badan Pengawas Jalan sebagai badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan jalan. Menurutnya, tugas tersebut sudah dilakukan oleh Inspektorat Jenderal selaku auditor internal Kementerian PU, serta Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemberantasan Korupsi maupun lembaga swadaya masyarakat sebagai pengawas eksternal.
”Pembentukan Badan Pengawas Jalan perlu dilihat lagi, karena akan memperpanjang birokrasi dan membebani anggaran biaya negara,” tuturnya. (ank)
()