Industri kimia penting dalam kemandirian pangan

Minggu, 04 November 2012 - 10:18 WIB
Industri kimia penting dalam kemandirian pangan
Industri kimia penting dalam kemandirian pangan
A A A
Sindonews.com - Dalam mencukupi kebutuhan pangan, industri kimia memiliki peran vital. Apalagi, saat ini Indonesia tengah berupaya mencapai kemandirian pangan. Industri kimia mampu menyediakan pupuk kimia dan bahan-bahan kimia lain yang dibutuhkan seperti pestisida dan pembenah tanah.

"Dalam peta jalan (road map) Kementerian Pertanian RI, produksi padi pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 67,82juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 37,98 juta ton beras. Sedangkan, Presiden RI telah mencanangkan target surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. Karena itu, industri kimia khususnya industri pupuk dipacu untuk memproduksi produk pupuk dengan kuantum yang besar agar dapat memenuhi target tersebut," ujar Staf Departemen Proses dan Pengelolaan Energi PT Petrokimia Gresik Mahindra Drajat di Yogyakarta, Minggu (4/11/2012).

Dalam Seminar Nasional Kimia yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY di ruang seminar FMIPA UNY, Mahindra mengakui, industri kimia sebagai penyedia kebutuhan manusia juga turut serta menyumbang dan menciptakan kerusakan lingkungan. Menurutnya, masalah lingkungan seperti pemanasan global, pencemaran air dan tanah menjadi masalah serius yang harus segera ditangani akibat industri kimia.

"Banyak anggapan yang menyatakan bahwa industri berbasis ramah lingkungan biaya operasinya sangat mahal. Namun sebenarnya, jika industri mampu melihat dari sisi yang lain akan terlihat bahwa industri berbasis ramah lingkungan merupakan investasi untuk kegiatan industri itu sendiri. Adanya pengelolaan limbah yang baik merupakan implementasi bahwa perusahaan telah ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan yang telah di eksploitasinya," imbuhnya.

Ditambahkan Mahindra, terkait adanya green industry yang ramah lingkungan, berbagai teknologi proses telah dikembangkan oleh industri kimia untuk mengolah limbah yang pada asalnya tidak bernilai jual menjadi produk yang bernilai jual. Sebagai contoh, pabrik asam fosfat yang dimiliki PT Petrokimia Gresik menghasilkan beberapa hasil samping dari pengolahan limbah berupa slude yang sebelumnya tidak bermanfaat.

Sementara itu, Dosen Teknik Kimia Universitas Negeri Malang Prof Effendy PhD mengatakan, ada beberapa masalah dalam pembelajaran mengenai kimia di Indonesia. Pembelajaran kimia di Indonesia seringkali kurang mendasar.

Hal ini dibuktikan pada bahan pelajaran Kimia, terutama di SMA. Untuk menjelaskan suatu fenomena dalam pelajaran kimia terkadang masih tidak tepat, bahkan bisa menjadi salah konsep. Misalnya saja dalam pembahasan penurunan tekanan uap.

"Selain itu, pembelajaran kimia kurang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam tata nama istilah. Hal tersebut karena banyak buku memberikan rumus tapi tidak ada nama. Gurunya juga begitu mengajar rumus tapi tidak memberi nama, sehingga siswa setelah selesai pembelajaran tahu rumus tapi tidak tahu nama," ujarnya.

Effendy menuturkan, pembelajaran kimia baik di SMP dan SMA juga terkadang di tingkat perguruan tinggi tidak luput dari kesalahan konsep. Pembelajaran kimia juga masih sangat jarang digunakan untuk meningkatkan cara berpikir tingkat tinggi dari siswa dan mahasiswa.

Di era modern seperti saat ini, ternyata pembelajaran Kimia juga dinilai belum menggunakan teknologi komunikasi ddan informasi secara maksimal dan untuk mengembangkan karakter siswa.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6395 seconds (0.1#10.140)