Aturan SVLK ancam usaha perajin kayu
A
A
A
Sindonews.com - Sistem Verifikasi Legalitas kayu (SVLK), mengancam eksistensi perajin dan pengusaha produk berbahan kayu yang dikembangkan para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).
Bagi mereka, sistem administrasi yang menyertakan asal kayu ini, cukup memberatkan mereka.
Ketua Pengrajin Batik Kayu Dusun Bobung, Patuk, Kemiran mengaku SVLK yang akan diterapkan pada 2014 di pasar Eropa dan Amerika bisa mengancam perajin di wilayahnya.
Bobung yang dikenal sebagai sentra topeng dan batik kayu, bisa bubar. Penyebabnya, perajin tidak menerapkan administrasi kayu yang benar.
Banyak perajin yang belum memahami proses administrasi dan pengurusan SVLK. Perajin menilai mekanisme cukup ribet dan menyulitkan. Sebab antara perajin dan pemasok kayu tidak pernah melakukan administrasi kayu yang benar.
Padahal tanpa dokumen ini, pasar mancanegara tidak bisa ditembus. “Biasa kayu yang masuk tanpa dokumen, makanya ini cukup ribet,’ tuturnya.
Dari sekitar 250 perajin, hanya ada tiga yang menerapkan persyaratan administrasi kayu. Itupun masih dilakukan dengan cara sederhana, terkait asal-usul kayu. Selama ini kayu-kayu yang menjadi bahan, di-support dari para distributor.
Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Ambar Tjahyono mengatakan, meskipun SVLK baru akan diterapkan pada 2014, pengusaha dan perajin kayu harus menerapkan sejak sekarang.
Tujuannya, ketika benar-benar diterapkan mereka tidak kaget dan sudah terbiasa. “Kalau mau ke pasar itu, memang harus melengkapi dengan SVLK,” jelasnya.
Asmindo, ujarnya, berharap pemerintah bisa mmeberikan pendampingan. Sebab untuk mengurus SVLK tidak mudah dan butuh biaya yang tidak murah. Pemerintah harus mengerti akan kebutuhan perajin dan pengusaha kayu.
Bagi mereka, sistem administrasi yang menyertakan asal kayu ini, cukup memberatkan mereka.
Ketua Pengrajin Batik Kayu Dusun Bobung, Patuk, Kemiran mengaku SVLK yang akan diterapkan pada 2014 di pasar Eropa dan Amerika bisa mengancam perajin di wilayahnya.
Bobung yang dikenal sebagai sentra topeng dan batik kayu, bisa bubar. Penyebabnya, perajin tidak menerapkan administrasi kayu yang benar.
Banyak perajin yang belum memahami proses administrasi dan pengurusan SVLK. Perajin menilai mekanisme cukup ribet dan menyulitkan. Sebab antara perajin dan pemasok kayu tidak pernah melakukan administrasi kayu yang benar.
Padahal tanpa dokumen ini, pasar mancanegara tidak bisa ditembus. “Biasa kayu yang masuk tanpa dokumen, makanya ini cukup ribet,’ tuturnya.
Dari sekitar 250 perajin, hanya ada tiga yang menerapkan persyaratan administrasi kayu. Itupun masih dilakukan dengan cara sederhana, terkait asal-usul kayu. Selama ini kayu-kayu yang menjadi bahan, di-support dari para distributor.
Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Ambar Tjahyono mengatakan, meskipun SVLK baru akan diterapkan pada 2014, pengusaha dan perajin kayu harus menerapkan sejak sekarang.
Tujuannya, ketika benar-benar diterapkan mereka tidak kaget dan sudah terbiasa. “Kalau mau ke pasar itu, memang harus melengkapi dengan SVLK,” jelasnya.
Asmindo, ujarnya, berharap pemerintah bisa mmeberikan pendampingan. Sebab untuk mengurus SVLK tidak mudah dan butuh biaya yang tidak murah. Pemerintah harus mengerti akan kebutuhan perajin dan pengusaha kayu.
(gpr)