Hatta: Kalau ada kartel, kita perangi ramai-ramai

Rabu, 13 Februari 2013 - 17:52 WIB
Hatta: Kalau ada kartel, kita perangi ramai-ramai
Hatta: Kalau ada kartel, kita perangi ramai-ramai
A A A
Sindonews.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menyatakan, praktik-praktik kartel pangan yang merugikan masyarakat harus diperangi. Pasalnya, keberadaan kartel pangan membuat harga pangan melambung tinggi hingga sulit dijangkau masyarakat.

"Baru ada laporan dari KEN (Komite Ekonomi Nasional) yang mensinyalir ada kartel pada pangan. Saya bereaksi keras dan perangi ramai-ramai karena ini merugikan banyak rakyat," kata Hatta usai Rapat Koordinas di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (13/2/2013).

Karena itu, Hatta meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menindak tegas para pelaku kartel. "Kalau Kartel, saya minta KPPU ini harus tegas. Di Republik ini enggak boleh ada kartel, karena menyengsarakan banyak orang," ujar Hatta menegaskan.

Namun, Menteri berambut putih ini menambahkan, keberadaan kartel pangan perlu dibuktikan terlebih dahulu. "Tetapi kita jangan gegabah bilang ini kartel, itu kartel. Itu kewenangan KPPU untuk cek itu," tutur dia.

Lebih lanjut, Menteri yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini meminta KPPU untuk segera menyampaikan bukti-bukti mengenai keberadaan kartel pangan. "Tentu kita membuat tata niaga yang sehat dan membuat kemandirian pangan kita. Saya belum mendapatkan laporan khusus dan KPPU kita meminta. Kita dorong itu," pungkas Hatta.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, ada enam komoditas pangan yang berpotensi kartel di Indonesia. Mulai dari perdagangan daging sapi hingga beras disebut-sebut dikuasai oleh beberapa pihak.

"Komoditas strategis yang berpotensi kartel yaitu daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung, beras," sebut Wakil Ketua Kadin bidang Bulog, Natsir Mansyur pekan lalu.

Sebagai indikasi adanya kartel, dia menuturkan bagaimana harga daging di Indonesia bisa sangat fluktuatif dan tidak masuk akal. "Dari 2009 ke 2012 bisa meningkat sampai 100 persen. Misalnya daging sapi dulu Rp63 ribu (per kg) sekarang Rp95 ribu. Padahal di negara asalnya Rp53 ribu," jelas Natsir.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7809 seconds (0.1#10.140)