RUU Perdagangan diharapkan bela kepentingan nasional
A
A
A
Sindonews.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan yang saat ini dalam pembahasan di tingkat komisi VI DPR RI, diharapkan banyak kalangan mampu menjadi garda terdepan dalam perlindungan terhadap pasar domestik dari serbuan produk impor.
Namun harapan itu diperkirakan mengalami hambatan serius, salah satunya karena telah diratifikasinya perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Upaya menjadikan UU Perdagangan yang baru nanti sebagai pelindung pasar domestik akan menemui halangan besar.
Menurut anggota komisi VI DPR RI, Yan Herizal, dalam proses pembahasan UU Perdagangan, kemungkinan akan mengakomodir berbagai regulasi terkait perdagangan internasional yang telah diadopsi, di antaranya Undang-Undang N0.7 tahun 1994 mengenai ratifikasi perjanjian perdagangan dunia (WTO).
“Adanya ratifikasi perjanjian mengenai WTO tentu saja memiliki konsekuensi hukum, sehingga pasal-pasal dalam RUU Pergangan sejalan dengan perjanjian WTO,” kata Yan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (13/02/2013).
Padahal, tambahnya, UU Perdagangan tersebut sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan produksi dalam negeri dan melindungi pasar domestik, agar perekonomian bangsa ini mandiri.
Selain terhadap perjanjian WTO, menurut politisi PKS ini, RUU Perdagangan kali ini pasti akan banyak menuntut komitmen Indonesia dalam perjanjian bilateral, regional, maupun di forum multilateral dimana Indonesia menjadi anggotanya.
“Indonesia selama ini telah terikat dengan berbagai forum seperti ASEAN, APEC, perjanjian EPA/FTA, dan perjanjian dengan negara-negara sahabat tertentu,” katanya.
Dengan kondisi seperti itu, sudah tentu harapan lahirnya UU Perdagangan yang berpihak kepada kepentingan dalam negeri amat sulit. Namun menurut Yan Herizal, kehadiran UU Perdaganan yang memihak kepentingan dalam negeri akan terealisasi jika pemerintah dan DPR memiliki kebernaian dan political will untuk membela kepentingan nasional ketimbang kepentingan internasional.
Namun harapan itu diperkirakan mengalami hambatan serius, salah satunya karena telah diratifikasinya perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Upaya menjadikan UU Perdagangan yang baru nanti sebagai pelindung pasar domestik akan menemui halangan besar.
Menurut anggota komisi VI DPR RI, Yan Herizal, dalam proses pembahasan UU Perdagangan, kemungkinan akan mengakomodir berbagai regulasi terkait perdagangan internasional yang telah diadopsi, di antaranya Undang-Undang N0.7 tahun 1994 mengenai ratifikasi perjanjian perdagangan dunia (WTO).
“Adanya ratifikasi perjanjian mengenai WTO tentu saja memiliki konsekuensi hukum, sehingga pasal-pasal dalam RUU Pergangan sejalan dengan perjanjian WTO,” kata Yan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (13/02/2013).
Padahal, tambahnya, UU Perdagangan tersebut sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan produksi dalam negeri dan melindungi pasar domestik, agar perekonomian bangsa ini mandiri.
Selain terhadap perjanjian WTO, menurut politisi PKS ini, RUU Perdagangan kali ini pasti akan banyak menuntut komitmen Indonesia dalam perjanjian bilateral, regional, maupun di forum multilateral dimana Indonesia menjadi anggotanya.
“Indonesia selama ini telah terikat dengan berbagai forum seperti ASEAN, APEC, perjanjian EPA/FTA, dan perjanjian dengan negara-negara sahabat tertentu,” katanya.
Dengan kondisi seperti itu, sudah tentu harapan lahirnya UU Perdagangan yang berpihak kepada kepentingan dalam negeri amat sulit. Namun menurut Yan Herizal, kehadiran UU Perdaganan yang memihak kepentingan dalam negeri akan terealisasi jika pemerintah dan DPR memiliki kebernaian dan political will untuk membela kepentingan nasional ketimbang kepentingan internasional.
(gpr)