Produksi minyak turun, pemerintah malas berpikir dan bekerja
A
A
A
Sindonews.com - Tingkat produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan. Pada 2012, produksi minyak sudah merosot ke angka 826.000 barel perhari. Tahun ini, produksi minyak hanya ditargetkan 830.000 barel per hari.
Merosotnya produksi minyak terus terjadi di dua periode pemerintahan Presiden SBY. Pada 2007, turun menjadi 964.000 barel, dan di 2012 turun menjadi 826.000 barel perhari. Hasil ini sangat jauh bila dibandingkan dengan tahun 2001 yang mampu memproduksi 1.3 juta barel perhari.
"Kebutuhan minyak kita per hari mencapai 1.3 juta barel. Sementara produksi hanya mampu 826.000 barel perhari. Sisanya, kita tutup lewat impor dan biaya subsidi," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai GERINDRA, Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/2/2013).
Pemerintah, lanjutnya, selalu berdalih penyebab penurunan produksi karena berkurangnya cadangan minyak lantaran usia sumur yang sudah tua. Menurut Fadli, hal ini belum tentu benar.
"Di awal periode kedua SBY, ada 52 sumur minyak milik Pertamina yang menganggur. Selain itu, ada juga sumur minyak yang dihentikan kegiatan operasinya oleh Pertamina karena tak ada dana," ungkapnya.
Lebih jauh, saat ini 90 persen eksplorasi minyak masih terpusat di kawasan barat. Padahal potensi minyak di kawasan timur juga sangat besar. Masih ada 100 blok di kawasan timur yang diprediksi memiliki cadangan minyak besar, tapi tak dieksplorasi. "Ini semua menunjukkan malasnya pemerintah kita berpikir dan bekerja," tukas Fadli.
Minimnya produksi minyak, selalu diikuti oleh impor yang rawan perburuan rente. Selalu ada pihak yang diuntungkan impor. Padahal, turunnya produksi minyak lebih karena pemerintah yang malas mencari cara dan lamban bergerak memberdayakan potensi minyak yang ada. Termasuk produksi energi alternatif terbarukan seperti biodiesel dan bioetanol.
"Jika pemerintah mau bekerja keras maka produksi minyak pun akan meningkat, akhirnya kita tak perlu impor lagi dan harga BBM semakin terjangkau," pungkasnya.
Merosotnya produksi minyak terus terjadi di dua periode pemerintahan Presiden SBY. Pada 2007, turun menjadi 964.000 barel, dan di 2012 turun menjadi 826.000 barel perhari. Hasil ini sangat jauh bila dibandingkan dengan tahun 2001 yang mampu memproduksi 1.3 juta barel perhari.
"Kebutuhan minyak kita per hari mencapai 1.3 juta barel. Sementara produksi hanya mampu 826.000 barel perhari. Sisanya, kita tutup lewat impor dan biaya subsidi," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai GERINDRA, Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/2/2013).
Pemerintah, lanjutnya, selalu berdalih penyebab penurunan produksi karena berkurangnya cadangan minyak lantaran usia sumur yang sudah tua. Menurut Fadli, hal ini belum tentu benar.
"Di awal periode kedua SBY, ada 52 sumur minyak milik Pertamina yang menganggur. Selain itu, ada juga sumur minyak yang dihentikan kegiatan operasinya oleh Pertamina karena tak ada dana," ungkapnya.
Lebih jauh, saat ini 90 persen eksplorasi minyak masih terpusat di kawasan barat. Padahal potensi minyak di kawasan timur juga sangat besar. Masih ada 100 blok di kawasan timur yang diprediksi memiliki cadangan minyak besar, tapi tak dieksplorasi. "Ini semua menunjukkan malasnya pemerintah kita berpikir dan bekerja," tukas Fadli.
Minimnya produksi minyak, selalu diikuti oleh impor yang rawan perburuan rente. Selalu ada pihak yang diuntungkan impor. Padahal, turunnya produksi minyak lebih karena pemerintah yang malas mencari cara dan lamban bergerak memberdayakan potensi minyak yang ada. Termasuk produksi energi alternatif terbarukan seperti biodiesel dan bioetanol.
"Jika pemerintah mau bekerja keras maka produksi minyak pun akan meningkat, akhirnya kita tak perlu impor lagi dan harga BBM semakin terjangkau," pungkasnya.
(gpr)