17,8% koperasi di Yogyakarta 'mati suri'
![17,8% koperasi di Yogyakarta...](https://a-cdn.sindonews.net/dyn/732/content/2013/02/25/34/721525/x6cOoXlTYM.jpg)
17,8% koperasi di Yogyakarta 'mati suri'
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan koperasi yang ada di Yogyakarta saat ini dalam keadaan kolaps atau mati suri. Data Dinas Perindustiran Perdagangan Koperasi dan Pertanian (Disperindagkop) Yogyakarta dari 565 jumlah koperasi, 101 atau 17,8 persen di antaranya tidak aktif dan sisanya 464 atau 22,2 persen dalam kondisi aktif.
Kasi Pengembangan Usaha Bidang Koperasi Disperindagkoptan Yogyakarta, Imam Nur Wahid mengakui jika saat ini banyak koperasi di Yogyakarta yang hanya tinggal nama. Menurut Imam, beberapa penyebab yang mengakibatkan koperasi itu pasif, antara lain manajeman yang kurang baik, kekurangan sumber daya manusia, umurnya sudah tua serta koperasi yang induknya sudah tidak ada.
“Itulah beberapa penyebab koperasi banyak yang pasif,” ungkap Imam di ruang kerjanya, Senin (25/2/2013).
Imam menjelaskan sebenarnya untuk perkembangan koperasi di Yogyakarta sangat bangus, terbukti selama empat tahun terakhir, yaitu dari 2009 hingga 2012 jumlahnya terus meningkat. Yaitu, dari 546 pada 2009, menjadi 550 pada 2010, kemudian meningkat lagi menjadi 551 pada 2011 dan pada 2012 bertambah lagi jadi 574 koperasi.
“Sayangnya dari jumlah itu, ada sembilan yang kurang berkembang, sehingga terpaksa ada enam yang dibubarkan dan tiga lainnya pindah pembinaan, sehingga pada akhir 2012 tinggal 565 koperasi,” katanya.
Imam menambahkan bagi koperasi yang kolaps tersebut, sebelum mengambil tindakan akhir, yaitu pembubaran, terlebih dahulu akan melakukan pembinaan. Sehingga dengan adanya pembinaan ini diharapkan koperasi itu dapat bangkit kembali. Hanya saja baik pembubaran dan pembinaan merupakan persoalan yang tidak mudah.
“Sebab untuk pembinaan maksimal hanya bisa 10 koperasi per tahun dan untuk pembubaran koperasi juga sulit, karena menyangkut pendataan aset dan tanggungan,” tuturnya.
Selain itu berdasarkan UU nomor 17-2012 tentang perkoperasian, untuk memperoleh izin usaha koperasi juga harus memiliki badan hukum. Hanya saja untuk ketentuan ini untuk pelaksanannya masih menunggu peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (permen).
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Bagus Sumbarja mengatakan, sangat prihatin dengan banyaknya koperasi di Yogyakarta yang pasif tersebut. Untuk itu, Dewan meminta pemkot segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan koperasi-koperasi itu. Baik melalui pembinaan maupun pendampingan. “Pendampingan bisa dilakukan sendiri maupun bekerjasama dengan pihak lain,” tandasnya.
Kasi Pengembangan Usaha Bidang Koperasi Disperindagkoptan Yogyakarta, Imam Nur Wahid mengakui jika saat ini banyak koperasi di Yogyakarta yang hanya tinggal nama. Menurut Imam, beberapa penyebab yang mengakibatkan koperasi itu pasif, antara lain manajeman yang kurang baik, kekurangan sumber daya manusia, umurnya sudah tua serta koperasi yang induknya sudah tidak ada.
“Itulah beberapa penyebab koperasi banyak yang pasif,” ungkap Imam di ruang kerjanya, Senin (25/2/2013).
Imam menjelaskan sebenarnya untuk perkembangan koperasi di Yogyakarta sangat bangus, terbukti selama empat tahun terakhir, yaitu dari 2009 hingga 2012 jumlahnya terus meningkat. Yaitu, dari 546 pada 2009, menjadi 550 pada 2010, kemudian meningkat lagi menjadi 551 pada 2011 dan pada 2012 bertambah lagi jadi 574 koperasi.
“Sayangnya dari jumlah itu, ada sembilan yang kurang berkembang, sehingga terpaksa ada enam yang dibubarkan dan tiga lainnya pindah pembinaan, sehingga pada akhir 2012 tinggal 565 koperasi,” katanya.
Imam menambahkan bagi koperasi yang kolaps tersebut, sebelum mengambil tindakan akhir, yaitu pembubaran, terlebih dahulu akan melakukan pembinaan. Sehingga dengan adanya pembinaan ini diharapkan koperasi itu dapat bangkit kembali. Hanya saja baik pembubaran dan pembinaan merupakan persoalan yang tidak mudah.
“Sebab untuk pembinaan maksimal hanya bisa 10 koperasi per tahun dan untuk pembubaran koperasi juga sulit, karena menyangkut pendataan aset dan tanggungan,” tuturnya.
Selain itu berdasarkan UU nomor 17-2012 tentang perkoperasian, untuk memperoleh izin usaha koperasi juga harus memiliki badan hukum. Hanya saja untuk ketentuan ini untuk pelaksanannya masih menunggu peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (permen).
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Bagus Sumbarja mengatakan, sangat prihatin dengan banyaknya koperasi di Yogyakarta yang pasif tersebut. Untuk itu, Dewan meminta pemkot segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan koperasi-koperasi itu. Baik melalui pembinaan maupun pendampingan. “Pendampingan bisa dilakukan sendiri maupun bekerjasama dengan pihak lain,” tandasnya.
(gpr)