Pengamat tolak pemberian kompensasi BLT
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat energi dari Universitas Indonesia (UI) Kurtubi menentang keras jika kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dibarengi dengan pemberian kompensasi berupa bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat.
Jika opsi itu yang dipilih pemerintah, dia menilai, kental dengan unsur politis. “Kalau memang concern pada kemiskinan, dana disalurkan untuk infrastruktur daerah tertinggal,” kata dia di Jakarta, Senin (8/4/2013).
Menurut Kurtubi, dana tersebut sebaiknya dimanfaatkan untuk pembangunan jalan di pedesaan serta meningkatkan potensi pertanian nasional. “Sayang jika penghematan sebesar Rp75 triliun tidak produktif,” kata dia.
Kurtubi menuturkan, pemerintah SBY justru terkesan mengulur-ulur kajian kebijakan BBM, padahal justru efek dari lambatnya keputusan pemerintah menaikan harga BBM berdampak pada pemborosan anggaran. Tidak hanya itu, pembatasan BBM bagi mobil plat hitam justru membuat masyarakat terkena dampak kenaikan dua kali lipat. “Karena harga pertamax dua kali lipat dari subsidi,” kata dia.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto juga menilai, suatu keputusan yang telah terbukti tidak efektif adalah pembatasan konsumsi BBM bersubsidi oleh kendaraan dinas. Dari kegiatan ini, penghematan yang terjadi ternyata tidak signifikan.
Sementara penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian BBM Bersubsidi tidak cukup. Di sisi lain, pemerintah sempat melontarkan sejumlah opsi pengendalian BBM bersubsidi. “Opsi sederhana yang efektif untuk dilaksanakan adalah kenaikan harga,” tandasnya.
Ketika menanggapi kritikan itu, Edy justru menganggap hal itu merupakan opsi yang bisa dipertimbangkan pemerintah. “Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan beberapa instansi menyiapkan opsi-opsi pengendalian termasuk dengan Pertamina dan akan kita laporkan ke pimpinan,” kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengkaji penyelamatan anggaran subsidi BBM ini dengan Komite Ekonomi Nasional (KEN) dan BPH Migas serta menjalankan kegiatan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas sejak tahun lalu.
Menurut data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), penghematan yang dihasilkan selama 2012 hanya 350 ribu kiloliter (kl) dari target 1,5 juta kl. Untuk tahun ini, target penghematan yang ditetapkan yaitu 2,3 juta kl.
Jika opsi itu yang dipilih pemerintah, dia menilai, kental dengan unsur politis. “Kalau memang concern pada kemiskinan, dana disalurkan untuk infrastruktur daerah tertinggal,” kata dia di Jakarta, Senin (8/4/2013).
Menurut Kurtubi, dana tersebut sebaiknya dimanfaatkan untuk pembangunan jalan di pedesaan serta meningkatkan potensi pertanian nasional. “Sayang jika penghematan sebesar Rp75 triliun tidak produktif,” kata dia.
Kurtubi menuturkan, pemerintah SBY justru terkesan mengulur-ulur kajian kebijakan BBM, padahal justru efek dari lambatnya keputusan pemerintah menaikan harga BBM berdampak pada pemborosan anggaran. Tidak hanya itu, pembatasan BBM bagi mobil plat hitam justru membuat masyarakat terkena dampak kenaikan dua kali lipat. “Karena harga pertamax dua kali lipat dari subsidi,” kata dia.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto juga menilai, suatu keputusan yang telah terbukti tidak efektif adalah pembatasan konsumsi BBM bersubsidi oleh kendaraan dinas. Dari kegiatan ini, penghematan yang terjadi ternyata tidak signifikan.
Sementara penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian BBM Bersubsidi tidak cukup. Di sisi lain, pemerintah sempat melontarkan sejumlah opsi pengendalian BBM bersubsidi. “Opsi sederhana yang efektif untuk dilaksanakan adalah kenaikan harga,” tandasnya.
Ketika menanggapi kritikan itu, Edy justru menganggap hal itu merupakan opsi yang bisa dipertimbangkan pemerintah. “Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan beberapa instansi menyiapkan opsi-opsi pengendalian termasuk dengan Pertamina dan akan kita laporkan ke pimpinan,” kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengkaji penyelamatan anggaran subsidi BBM ini dengan Komite Ekonomi Nasional (KEN) dan BPH Migas serta menjalankan kegiatan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas sejak tahun lalu.
Menurut data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), penghematan yang dihasilkan selama 2012 hanya 350 ribu kiloliter (kl) dari target 1,5 juta kl. Untuk tahun ini, target penghematan yang ditetapkan yaitu 2,3 juta kl.
(rna)