Dua perusahaan lakukan mark-up bea masuk

Rabu, 10 April 2013 - 20:28 WIB
Dua perusahaan lakukan mark-up bea masuk
Dua perusahaan lakukan mark-up bea masuk
A A A
Sindonews.com - Selain indikasi pemalsuan dokumen perizinan, hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyebut adanya dua perusahaan yang diduga merubah nilai transaksi (cost, insurance and freight/CIF) impor daging sapi. Dua perusahaan tersebut yakni PT Karunia Segar Utama (PT KSU) dan PT Bumi Maestro Ayu (PT BMA).

Hasil perbandingan database transaksi impor antara Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan, terdapat 856 pemberitahuan impor barang (PIB) yang nilai transaksinya berbeda, antara yang terdapat di BBKP dengan di Ditjen Bea Cukai.

Nilai transaksi pada dokumen yang sama di Ditjen Bea dan Cukai, nilainya lebih rendah daripada nilai transaksi yang tercantum dalam dokumen di BBKP. Sebanyak 856 dokumen tersebut merupakan milik PT KSU dan PT BMA.

Selisih nilai transaksi PT KSU, antara dokumen yang dilaporkan ke BBKP dengan dokumen yang terdapat di Ditjen Bea Cukai adalah sebesar USD2,175 juta. Sedangkan selisih nilai transaksi dokumen milik PT BMA lebih kecil, yakni USD222,41 ribu.

Meski secara jelas menemukan selisih nominal pembayaran bea masuk, BPK belum bisa memastikan berapa besar kerugian negara atas kecurangan tersebut.

“Ini menyangkut koordinasi antara Dirjen Bea Cukai dan Karantina (Balai Besar Karantina Pertanian). Saya dan tim belum menghitung kerugian negara,” kata Anggota BPK, Ali Masykur Musa kepada wartawan di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Rabu (10/4/2013).

BPK memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memproses temuan BPK ini ke ranah pidana. Selain itu, BPK juga meminta agar Kementerian Pertanian untuk mencabut izin bagi importer yang terbukti melakukan kecurangan.

"Kami memberikan dua rekomendasi kepada pengambil kebijakan, yakni memproses secara hukum. Karena dari temuan itu ada tindak pemalsuan, ini pelanggaran. Selain itu, pencabutan izin bagi importer yang melanggar aturan dan tidak boleh menjadi importer lagi,” jelas Ali Masykur.

Rekomentasi BPK ini juga berlaku untuk afiliasi dari perusahaan yang terlibat (anak maupun induk usaha). “Rekomentasi ini berlaku secapatnya, tergantung kepada otoritas. Tapi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus melakukan penelusuran terkait temuan ini," tutur Ali.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.7007 seconds (0.1#10.140)