Pengamat: Di negara komunis BBM tak disubsidi

Kamis, 13 Juni 2013 - 16:55 WIB
Pengamat: Di negara...
Pengamat: Di negara komunis BBM tak disubsidi
A A A
Sindonews.com - Pengamat kebijakan BUMN, Said Didu menilai, kondisi makro ekonomi yang memburuk belakangan ini, ditandai pelemahan rupiah, berkurangnya devisa, dan juga pasar saham yang mulai goyah, lantaran subsidi BBM yang terlalu besar sehingga membebani anggaran.

"Subsidi BBM ini sudah berdampak ke ekonomi. Ini sudah sejak Januari lalu saya ingatkan," ujar Said kepada wartawan, Kamis (13/6/2013).

Menurut dia, awal masalah dari kondisi makro sekarang ini bermula ketika pemerintah kembali menurunkan harga BBM subsidi dari Rp6.000 ke Rp4.500 pada 2008 lalu. Namun, ketika harga minyak dunia naik tinggi, upaya pemerintah menaikkan lagi harga BBM bersubsidi pada 2012 batal.

Alhasil, subsidi BBM dari yang tadinya Rp105 triliun, kemudian melonjak 100 persen menjadi Rp200 triliun lebih. Kenaikan subsidi yang berlipat itu atas persetujuan DPR. Namun anehnya, ketika pemerintah hendak mengurangi, justru sikap DPR berlawanan.

"Kini ketika akan dikurangi menyalahkan pemerintah. Kenapa masalah begini DPR menyalahkan, ini kan menyelamatkan rupiah demi rupiah kok malah dia yang marah," tegas Said.

Dia menegaskan, kondisi makro ekonomi sudah sangat mengkhawatirkan akibat subsidi BBM terlalu besar. "Siapa yang bertanggung jawab ekonomi sekarang begini. Ini sangat mengkhawatirkan, rupiah melemah, kemudian ekspor kita juga pasti kena, devisa turun," tegasnya.

Subsidi BBM selama ini sebenarnya dinikmati segelintir kalangan, pertama orang mampu, kedua penyelundup, ketiga kilang di luar negeri terutama di Singapura, keempat trader, dan kelima bemper kebijakan di Senayan.

"Dengan konsumsi harian BBM 1,4 juta barel per hari, kira-kira 800 ribu barel kita impor. Dengan harga minyak kisaran USD120 per barrel, maka ada sekitar USD100 juta nilai impor atau setara Rp1 triliun tiap hari," jelasnya.

Said menuturkan, di negara yang menganut sistem komunis seperti Myanmar, Laos, Kamboja, justru tak ada subsidi BBM. "Ketika saya tanyakan, mereka menjawab, kan, pemilik mobil orang mampu. Di negara komunis sendiri BBM gak subsidi," tandasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0681 seconds (0.1#10.140)