Perusahaan tambang tolak bangun smelter, ini konsekuensinya
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin sihite menyatakan bahwa ada konsekuensi yang diberikan kepada perusahaan tambang yang menolak membangun pengolahan dan pemurnian bahan tambang (smelter).
"Itu wajib dibangun di dalam negeri (smelter), bisa berupa konsorsium. Jadi, alternatifnya kalau dia tidak ada niat untuk melakukannya, maka 70 persen produksi di dalam negeri," terangnya usai Rapat Koordinasi Pembahasan Renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan Hilirisasi Pertambangan di Gedung Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/7/2013).
Menurut Thamrin, jika perusahaan-perusahaan tersebut berniat dan berkomitmen melakukan pengolahan pemurnian, maka nantinya pemerintah dapat mengatur kebijakan lain terkait hal tersebut.
"Jika dia berkomitmen untuk melakukan pengolahan pemurnian dengan batas, misalkan tiga tahun sudah harus ada, berarti kemungkinan nanti pemerintah membuat kebijakan lain," tuturnya.
Sementara terkait masih adanya empat perusahaan yang belum berkomitmen, Thamrin menuturkan alasan yang mendasari hal tersebut.
"Mereka selalu menyatakan bahwa tidak ekonomis. Padahal Undang-Undang mengatakan wajib. Kelihatannya mereka juga sudah mau kerja sama, tapi sejauh mana, kan gitu. Ini yang sedang kita evaluasi," jelasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya PT Freeport Indonesia menolak untuk membangun smelter di dalam negeri. Padahal berdasarkan Undang-Undang Mineral dan Batubara Nomor 4 tahun 2009 disebutkan bahwa setiap perusahaan tambang diwajibkan membangun smelter sendiri.
"Itu wajib dibangun di dalam negeri (smelter), bisa berupa konsorsium. Jadi, alternatifnya kalau dia tidak ada niat untuk melakukannya, maka 70 persen produksi di dalam negeri," terangnya usai Rapat Koordinasi Pembahasan Renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan Hilirisasi Pertambangan di Gedung Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/7/2013).
Menurut Thamrin, jika perusahaan-perusahaan tersebut berniat dan berkomitmen melakukan pengolahan pemurnian, maka nantinya pemerintah dapat mengatur kebijakan lain terkait hal tersebut.
"Jika dia berkomitmen untuk melakukan pengolahan pemurnian dengan batas, misalkan tiga tahun sudah harus ada, berarti kemungkinan nanti pemerintah membuat kebijakan lain," tuturnya.
Sementara terkait masih adanya empat perusahaan yang belum berkomitmen, Thamrin menuturkan alasan yang mendasari hal tersebut.
"Mereka selalu menyatakan bahwa tidak ekonomis. Padahal Undang-Undang mengatakan wajib. Kelihatannya mereka juga sudah mau kerja sama, tapi sejauh mana, kan gitu. Ini yang sedang kita evaluasi," jelasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya PT Freeport Indonesia menolak untuk membangun smelter di dalam negeri. Padahal berdasarkan Undang-Undang Mineral dan Batubara Nomor 4 tahun 2009 disebutkan bahwa setiap perusahaan tambang diwajibkan membangun smelter sendiri.
(rna)