Pidana perokok rugikan industri rokok
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI), Nurtianto Wisnusubrata menilai, adanya ancaman pidana dalam peraturan daerah yang diperuntukkan bagi para perokok dapat merugikan kalangan industri dan petani tembakau.
Menurutnya, ancaman pidana dalam perda tersebut merupakan bukti telah terjadi tumpang tindih aturan antara daerah dan pusat. Dia mencontohkan seperti mengacu pada Peraturan Pemerintah 109 tentang zat adiktif yang merujuk pada UU No 36 pasal 115 tentang kesehatan yang mengatur penetapan daerah tanpa rokok.
"Ini artinya, perda melangkahi amanat UU. Kalau kawasan tanpa rokok, orang yang tidak menyalakan rokok pun, dia tidak boleh membawa rokok ke daerah itu, ini akan aneh sekali," kata dia di Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Dia menegaskan, aturan tersebut sangat merugikan kalangan industri dan para petani rokok serta buruh yang bekerja di pabrik rokok. "Ini dampaknya luas sekali. Apalagi dengan ekonomi sekarang ini, munculnya perda-perda seperti itu membuka peluang pengganguran massal," ujarnya.
Nurtianto menuding ada campur tangan asing dalam penetapan peraturan daerah tersebut yang diindikasikan ada kepentingan asing. Hal ini tercermin dari banyaknya dana yang masuk lewat lembaga-lembaga asing ke pundi-pundi pemerintah daerah sebelum perda dikeluarkan.
"Perda-perda ini pembuatan assastment-nya dari gerakan-gerakan anti tembakau. Jelas mereka ada kepentingan bisnis, terutama ingin menguasai pasar nikotin, maka berani mengeluarkan dana," jelas dia.
Karena itu, APTI berencana akan mengajukan uji materi terhadp perda-perda yang merugikan industri tembakau ke Mahkamah Agung (MA). "Sekarang kami tengah konsultasikan dengan akademisi, yang pasti akan kami uji ke MA karena benar-benar merugikan, industi petani hingga buruh," pungkasnya.
Menurutnya, ancaman pidana dalam perda tersebut merupakan bukti telah terjadi tumpang tindih aturan antara daerah dan pusat. Dia mencontohkan seperti mengacu pada Peraturan Pemerintah 109 tentang zat adiktif yang merujuk pada UU No 36 pasal 115 tentang kesehatan yang mengatur penetapan daerah tanpa rokok.
"Ini artinya, perda melangkahi amanat UU. Kalau kawasan tanpa rokok, orang yang tidak menyalakan rokok pun, dia tidak boleh membawa rokok ke daerah itu, ini akan aneh sekali," kata dia di Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Dia menegaskan, aturan tersebut sangat merugikan kalangan industri dan para petani rokok serta buruh yang bekerja di pabrik rokok. "Ini dampaknya luas sekali. Apalagi dengan ekonomi sekarang ini, munculnya perda-perda seperti itu membuka peluang pengganguran massal," ujarnya.
Nurtianto menuding ada campur tangan asing dalam penetapan peraturan daerah tersebut yang diindikasikan ada kepentingan asing. Hal ini tercermin dari banyaknya dana yang masuk lewat lembaga-lembaga asing ke pundi-pundi pemerintah daerah sebelum perda dikeluarkan.
"Perda-perda ini pembuatan assastment-nya dari gerakan-gerakan anti tembakau. Jelas mereka ada kepentingan bisnis, terutama ingin menguasai pasar nikotin, maka berani mengeluarkan dana," jelas dia.
Karena itu, APTI berencana akan mengajukan uji materi terhadp perda-perda yang merugikan industri tembakau ke Mahkamah Agung (MA). "Sekarang kami tengah konsultasikan dengan akademisi, yang pasti akan kami uji ke MA karena benar-benar merugikan, industi petani hingga buruh," pungkasnya.
(izz)