Pelaku IHT Duga Ada Tekanan Pihak Tertentu Soal Kenaikan Cukai Rokok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri hasil tembakau ( IHT ) adalah salah satu sektor industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Tidak kurang dari 6 juta pekerja, mulai dari buruh tani, supir, hingga buruh level top eksekutif ada di IHT.
Selain penyediaan lapangan pekerjaan, sumbangan keuangan IHT kepada negara juga terbilang tinggi, tidak kurang dari Rp200 triliun setiap tahunnya. Namun karena tekanan pihak tertentu, pemerintah dianggap terus menekan IHT lewat kenaikan cukai yang sangat tinggi.
Karena itu, pemerintah diminta membatalkan rencana kenaikan cukai rokok tahun 2022. Jika pemerintah menaikan cukai kembali, dinilai akan mematikan ekonomi jutaan buruh industri rokok dan tembakau yang ada di seluruh Indonesia.
Pandangan itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi dan Ketua Umum Pengurus Daerah Federasi Serkat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM SPSI) Jawa Timur Purnomo.
“Kami meminta tidak ada kenaikan cukai rokok. Rencana kenaikan cukai yang disampaikan pemerintah akan mematikan nasib jutaan buruh industri rokok dan tembakau di seluruh Indonesia,” tegas Ketua PD FSP RTMM Jawa Timur, Purnomo, Selasa (21/9/2021).
Lebih lanjut, Purnomo juga meminta agar pemerintah di masa pandemi ini tidak melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap IHT. Seperti rencana perubahan PP No. 109 Tahun 2012 dan simplifikasi tier cukai rokok.
Sementara itu, Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi memaparkan, tahun lalu pemerintah menaikkan harga jual eceran dan cukai rokok masing masing 23% dan 35%. Kemudian pada tahun 2021 kenaikan tarif cukai kembali naik di atas 12,5%. Kenaikan ini tentu sangat berat karena di tengah situasi pandemi covid19, kebijakan itu sangat tidak menguntungkan bagi IHT.
Lebih lanjut Benny Wachjudi memaparkan, selama ini IHT selalu ikut dan patuh pada kebijakan pemerintah. Namun untuk tahun 2020 dan 2021 kondisi IHT sangat terpukul.
Selain karena adanya krisis ekonomi dan pendemi Covid 19 juga karena kebijakan pemerintah yang telah menaikan cukai rokok dua tahun berturut-turut. Akibatnya, volume produksi dan penjualannya mengalami penurunan rata-rata di angka 9% hingga 17,5%.
Selain penyediaan lapangan pekerjaan, sumbangan keuangan IHT kepada negara juga terbilang tinggi, tidak kurang dari Rp200 triliun setiap tahunnya. Namun karena tekanan pihak tertentu, pemerintah dianggap terus menekan IHT lewat kenaikan cukai yang sangat tinggi.
Karena itu, pemerintah diminta membatalkan rencana kenaikan cukai rokok tahun 2022. Jika pemerintah menaikan cukai kembali, dinilai akan mematikan ekonomi jutaan buruh industri rokok dan tembakau yang ada di seluruh Indonesia.
Pandangan itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi dan Ketua Umum Pengurus Daerah Federasi Serkat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM SPSI) Jawa Timur Purnomo.
“Kami meminta tidak ada kenaikan cukai rokok. Rencana kenaikan cukai yang disampaikan pemerintah akan mematikan nasib jutaan buruh industri rokok dan tembakau di seluruh Indonesia,” tegas Ketua PD FSP RTMM Jawa Timur, Purnomo, Selasa (21/9/2021).
Lebih lanjut, Purnomo juga meminta agar pemerintah di masa pandemi ini tidak melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap IHT. Seperti rencana perubahan PP No. 109 Tahun 2012 dan simplifikasi tier cukai rokok.
Sementara itu, Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi memaparkan, tahun lalu pemerintah menaikkan harga jual eceran dan cukai rokok masing masing 23% dan 35%. Kemudian pada tahun 2021 kenaikan tarif cukai kembali naik di atas 12,5%. Kenaikan ini tentu sangat berat karena di tengah situasi pandemi covid19, kebijakan itu sangat tidak menguntungkan bagi IHT.
Lebih lanjut Benny Wachjudi memaparkan, selama ini IHT selalu ikut dan patuh pada kebijakan pemerintah. Namun untuk tahun 2020 dan 2021 kondisi IHT sangat terpukul.
Selain karena adanya krisis ekonomi dan pendemi Covid 19 juga karena kebijakan pemerintah yang telah menaikan cukai rokok dua tahun berturut-turut. Akibatnya, volume produksi dan penjualannya mengalami penurunan rata-rata di angka 9% hingga 17,5%.