Bulog buru kedelai lokal di Wonogiri
A
A
A
Sindonews.com - Guna mengatasi harga kedelai impor yang terus meningkat seiring penurunan nilai rupiah terhadap dolar, Perum Bulog Subdivre III Surakarta berusaha mencari kedelai lokal. Kedelai lokal tersebut dinilai cukup efektif untuk mengatasi kenaikan harga kedelai impor.
Kepala Perum Bulog Subdive III Surakarta, Edhy Rizwan menyebutkan, pihaknya saat ini tengah berusaha mencari kedelai lokal di wilayah penghasil kedelai di Soloraya. Menurutnya saat ini pihaknya sedang berkonsentrasi untuk mencari kedelai tersebut di daerah Kabupaten Wonogiri.
Edhy menyebutkan saat ini para petani di Kabupaten Wonogiri mulai memanen kedelai di lahan pertainan mereka. Hasil panen tersebut dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan kedelai di wilayah Soloraya.
“Di sana sudah mulai panen, kemungkinan dalam waktu dekat akan panen raya, sehingga hasil panen tersebut dapat kita beli untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Soloraya,” ucapnya kepada wartawan, Rabu (28/8/2013).
Edhy menjelaskan, pihaknya mengaku bakal membeli harga kedelai tersebut Rp7.000 per kilogram. Harga tersebut sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh Kementerian Perdagangan.
Sedangkan untuk masalah distribusi kedelai, Bulog nantinya bakal bekersama dengan mitra distributor kedelai yang ada di sejumlah daerah di Soloraya.
Selain itu pihaknya juga akan menyalurkan kedelai itu kepada koperasi kedelai yang tergabung dalam wadah Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti). Sedangkan dari tingkat koperasi dan distributor selanjutnya diteruskan ke sentra penghasil tahu dan tempe.
Pihaknya menyebutkan, kebutuhan kedelai di wilayah Soloraya mencapai 1.160 ton setiap tahunnya. Jumlah tersebut dengan rincian Primkopti Surakarta sebanyak 130 ton, Sukoharjo sekitar 150 ton, Klaten 75 ton, Boyolali sebanyak 115 ton, Sragen 390 ton, Karanganyar 200 ton, Wonogiri 100 ton dengan total pengusaha sebanyak 250 orang.
“Yang penting kita sediakan dahulu, nantinya untuk masalah kualitas yang mengerti adalah para perajin tahu dan tempe,” pungkasnya.
Sementara itu, salah seorang perajin tempe di wilayah Mojosongo, Solo, Sunardi mengatakan, kualitas kedelai impor masih lebih bagus dari kedelai lokal. Menurutnya kedelai impor lebih mudah mengembang dibanding kedelai lokal. Sehingga banyaknya pasokan kedelai lokal tersebut kurang begitu berpengaruh bagi para perajin tahu dan tempe.
Kepala Perum Bulog Subdive III Surakarta, Edhy Rizwan menyebutkan, pihaknya saat ini tengah berusaha mencari kedelai lokal di wilayah penghasil kedelai di Soloraya. Menurutnya saat ini pihaknya sedang berkonsentrasi untuk mencari kedelai tersebut di daerah Kabupaten Wonogiri.
Edhy menyebutkan saat ini para petani di Kabupaten Wonogiri mulai memanen kedelai di lahan pertainan mereka. Hasil panen tersebut dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan kedelai di wilayah Soloraya.
“Di sana sudah mulai panen, kemungkinan dalam waktu dekat akan panen raya, sehingga hasil panen tersebut dapat kita beli untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Soloraya,” ucapnya kepada wartawan, Rabu (28/8/2013).
Edhy menjelaskan, pihaknya mengaku bakal membeli harga kedelai tersebut Rp7.000 per kilogram. Harga tersebut sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh Kementerian Perdagangan.
Sedangkan untuk masalah distribusi kedelai, Bulog nantinya bakal bekersama dengan mitra distributor kedelai yang ada di sejumlah daerah di Soloraya.
Selain itu pihaknya juga akan menyalurkan kedelai itu kepada koperasi kedelai yang tergabung dalam wadah Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti). Sedangkan dari tingkat koperasi dan distributor selanjutnya diteruskan ke sentra penghasil tahu dan tempe.
Pihaknya menyebutkan, kebutuhan kedelai di wilayah Soloraya mencapai 1.160 ton setiap tahunnya. Jumlah tersebut dengan rincian Primkopti Surakarta sebanyak 130 ton, Sukoharjo sekitar 150 ton, Klaten 75 ton, Boyolali sebanyak 115 ton, Sragen 390 ton, Karanganyar 200 ton, Wonogiri 100 ton dengan total pengusaha sebanyak 250 orang.
“Yang penting kita sediakan dahulu, nantinya untuk masalah kualitas yang mengerti adalah para perajin tahu dan tempe,” pungkasnya.
Sementara itu, salah seorang perajin tempe di wilayah Mojosongo, Solo, Sunardi mengatakan, kualitas kedelai impor masih lebih bagus dari kedelai lokal. Menurutnya kedelai impor lebih mudah mengembang dibanding kedelai lokal. Sehingga banyaknya pasokan kedelai lokal tersebut kurang begitu berpengaruh bagi para perajin tahu dan tempe.
(gpr)