Bulog inventarisir kebutuhan kedelai di lima wilayah
A
A
A
Sindonews.com - Intervensi tingginya harga kedelai, Sub Divre Badan Urusan Logistik (Bulog) Priangan mulai menginventarisir kebutuhan kedelai di lima wilayah.
Kepala Sub Divre Bulog Priangan, Dindin Syamsudin menuturkan, lima wilayah tersebut yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar.
Pihaknya telah melakukan inventarisir kebutuhan kedelai ke sejumlah Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) di lima daerah itu selama satu pekan terakhir. "Hasilnya, kebutuhan kedelai total di lima wilayah Priangan sebanyak 3.421 ton per bulan," kata dia, Rabu (28/8/2013).
Kabupaten Garut, kata Dindin, menjadi daerah yang membutuhkan kedelai terbanyak, yaitu mencapai 1.950 ton per bulan. Sementara, Kabupaten Tasikmalaya kebutuhan kedelai mencapai 600 ton per bulan.
"Kebutuhan kedelai di Kota Tasikmalaya sebesar 450 ton, Kabupaten Ciamis 150 ton, dan Kota Banjar 271 ton. Masing-masing daerah, kebutuhan kedelainya dihitung dalam jangka waktu satu bulan," ujarnya.
Menurutnya, hasil survei ini akan dikirim ke Perum Bulog Divre Jabar. Kini, pihaknya hanya tinggal menunggu instruksi dari pusat dan Divre Jabar, apakah akan mulai melakukan pengadaan kedelai sebagai langkah intervensi harga atau tidak.
"Nanti, laporan hasil inventarisir kebutuhan kedelai yang kami kirimkan ini akan dikaji dulu oleh pusat. Berapa kuota kedelai nantinya yang akan disalurkan dari Bulog ke masyarakat. Kedelai lokal berapa, impor berapa, dari semua kebutuhan di wilayah Priangan, berapa banyak Bulog bisa menjamin kebutuhan itu. Apakah 100 persen atau 50 persen. Namun pada prinsipnya, kami selalu siap bila sudah ada instruksi dari pusat dan divre," terang Dindin.
Harga kedelai impor di Kabupaten Garut telah menembus harga Rp9.200 per kg. Seorang pedagang kedelai di Pasar Guntur Ciawitali Garut, Aceng Hendar mengaku khawatir bila harga kedelai impor terus tidak terkendali.
"Jangankan produsen tahu dan tempe. Saya selaku penjual kedelai juga ikut pusing dengan kondisi tingginya harga kedelai ini. Bagaimana tidak, omzet penjualan kedelai sekarang lesu," katanya.
Sebelumnya, kenaikan harga kedelai setidaknya sangat dirasakan para produsen tahu dan tempe di Kecamatan Kadungora, Garut. Sebanyak 11 pabrik tahu dan tempe di daerah menghentikan produksinya sementara, karena tingginya harga kedelai tersebut.
Kepala Sub Divre Bulog Priangan, Dindin Syamsudin menuturkan, lima wilayah tersebut yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar.
Pihaknya telah melakukan inventarisir kebutuhan kedelai ke sejumlah Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) di lima daerah itu selama satu pekan terakhir. "Hasilnya, kebutuhan kedelai total di lima wilayah Priangan sebanyak 3.421 ton per bulan," kata dia, Rabu (28/8/2013).
Kabupaten Garut, kata Dindin, menjadi daerah yang membutuhkan kedelai terbanyak, yaitu mencapai 1.950 ton per bulan. Sementara, Kabupaten Tasikmalaya kebutuhan kedelai mencapai 600 ton per bulan.
"Kebutuhan kedelai di Kota Tasikmalaya sebesar 450 ton, Kabupaten Ciamis 150 ton, dan Kota Banjar 271 ton. Masing-masing daerah, kebutuhan kedelainya dihitung dalam jangka waktu satu bulan," ujarnya.
Menurutnya, hasil survei ini akan dikirim ke Perum Bulog Divre Jabar. Kini, pihaknya hanya tinggal menunggu instruksi dari pusat dan Divre Jabar, apakah akan mulai melakukan pengadaan kedelai sebagai langkah intervensi harga atau tidak.
"Nanti, laporan hasil inventarisir kebutuhan kedelai yang kami kirimkan ini akan dikaji dulu oleh pusat. Berapa kuota kedelai nantinya yang akan disalurkan dari Bulog ke masyarakat. Kedelai lokal berapa, impor berapa, dari semua kebutuhan di wilayah Priangan, berapa banyak Bulog bisa menjamin kebutuhan itu. Apakah 100 persen atau 50 persen. Namun pada prinsipnya, kami selalu siap bila sudah ada instruksi dari pusat dan divre," terang Dindin.
Harga kedelai impor di Kabupaten Garut telah menembus harga Rp9.200 per kg. Seorang pedagang kedelai di Pasar Guntur Ciawitali Garut, Aceng Hendar mengaku khawatir bila harga kedelai impor terus tidak terkendali.
"Jangankan produsen tahu dan tempe. Saya selaku penjual kedelai juga ikut pusing dengan kondisi tingginya harga kedelai ini. Bagaimana tidak, omzet penjualan kedelai sekarang lesu," katanya.
Sebelumnya, kenaikan harga kedelai setidaknya sangat dirasakan para produsen tahu dan tempe di Kecamatan Kadungora, Garut. Sebanyak 11 pabrik tahu dan tempe di daerah menghentikan produksinya sementara, karena tingginya harga kedelai tersebut.
(izz)