Kenaikan harga di Jepang sinyal akhir deflasi
A
A
A
Sindonews.com - Kenaikan harga konsumen di Jepang pada Juli 2013, yang berada dilaju tercepat selama hampir lima tahun, memberikan harapan akhir tahun deflasi.
Indeks harga konsumen (PCI), yang mengukur belanja barang sehari-hari, tidak termasuk biaya volatile makanan segar, naik 0,7 persen dari tahun sebelumnya. Ini sebagai kenaikan terbesar sejak peningkatan 1,0 persen pada November 2008 .
Angka ini menjadi berita baik bagi Perdana Menteri Shinzo Abe, yang telah berjanji menyeret Jepang keluar dari deflasi yang membelit selama hampir 15 tahun, dengan mengangkat harga dan upah pekerja agar perekonomian bergerak kembali.
Ini adalah kenaikan bulan kedua berturut-turut setelah peningkata 0,4 persen pada Juni, menandai kenaikan pertama dalam 14 bulan (menurut kementerian urusan internal).
Penurunan harga sebenarnya kabar baik bagi pembeli individu. Namun, bagi perekonomian secara keseluruhan hal ini buruk karena mendorong konsumen menunda belanja, mereka tahu akan membayar lebih sedikit jika menunggu.
Itu membuat sulit bagi perusahaan untuk berinvestasi dan menghambat upaya memberikan kenaikan upah, yang pada gilirannya lebih lanjut mengurangi pengeluaran konsumen.
Setiap kenaikan berkelanjutan dalam harga disambut pemerintah. Namun, melihat lebih dekat pada data, bahwa pertempuran melawan penurunan harga jauh dari kemenangan.
Menurut Kepala Ekonom Norinchukin Research Institute, Takeshi Minami, kenaikan harga dalam dua bulan terakhir sebagian besar mewakili cost-push inflasi, didorong tingginya harga energi global, serta pelemahan yen yang telah membuat impor lebih mahal.
Hideo Kumano, kepala ekonom di Dai-ichi Life Research Institute menambahkan, hari ini data CPI menunjukkan tanda-tanda keluar dari deflasi, tetapi kita masih perlu melihat perbaikan di pasar kerja dan redistribusi kekayaan untuk menyatakan deflasi mulai keluar.
"Definisi keluar dari deflasi bisa politis, tetapi kuncinya adalah harga muncul secara berkelanjutan, yang sulit tercapai tanpa perbaikan di pasar kerja dan gaji," tandas Kumano.
Indeks harga konsumen (PCI), yang mengukur belanja barang sehari-hari, tidak termasuk biaya volatile makanan segar, naik 0,7 persen dari tahun sebelumnya. Ini sebagai kenaikan terbesar sejak peningkatan 1,0 persen pada November 2008 .
Angka ini menjadi berita baik bagi Perdana Menteri Shinzo Abe, yang telah berjanji menyeret Jepang keluar dari deflasi yang membelit selama hampir 15 tahun, dengan mengangkat harga dan upah pekerja agar perekonomian bergerak kembali.
Ini adalah kenaikan bulan kedua berturut-turut setelah peningkata 0,4 persen pada Juni, menandai kenaikan pertama dalam 14 bulan (menurut kementerian urusan internal).
Penurunan harga sebenarnya kabar baik bagi pembeli individu. Namun, bagi perekonomian secara keseluruhan hal ini buruk karena mendorong konsumen menunda belanja, mereka tahu akan membayar lebih sedikit jika menunggu.
Itu membuat sulit bagi perusahaan untuk berinvestasi dan menghambat upaya memberikan kenaikan upah, yang pada gilirannya lebih lanjut mengurangi pengeluaran konsumen.
Setiap kenaikan berkelanjutan dalam harga disambut pemerintah. Namun, melihat lebih dekat pada data, bahwa pertempuran melawan penurunan harga jauh dari kemenangan.
Menurut Kepala Ekonom Norinchukin Research Institute, Takeshi Minami, kenaikan harga dalam dua bulan terakhir sebagian besar mewakili cost-push inflasi, didorong tingginya harga energi global, serta pelemahan yen yang telah membuat impor lebih mahal.
Hideo Kumano, kepala ekonom di Dai-ichi Life Research Institute menambahkan, hari ini data CPI menunjukkan tanda-tanda keluar dari deflasi, tetapi kita masih perlu melihat perbaikan di pasar kerja dan redistribusi kekayaan untuk menyatakan deflasi mulai keluar.
"Definisi keluar dari deflasi bisa politis, tetapi kuncinya adalah harga muncul secara berkelanjutan, yang sulit tercapai tanpa perbaikan di pasar kerja dan gaji," tandas Kumano.
(dmd)