Biaya produksi AISA meningkat
A
A
A
Sindonews.com - PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) mengaku merasakan imbas pelemahan rupiah (Rp) terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi belakangan ini.
Direktur Utama Tiga Pilar Sejahtera Food Stefanus Joko Mogoginta mengatakan, pengaruh pelemahan mata uang domestik tersebut terutama dirasakan pada sisi biaya produksi yang semakin mencekik perusahaan.
"Kami sudah mengalami peningkatan biaya produksi sekitar 5 persen hingga 15 persen di semester I tahun ini. Range cost produksi kenaikannya bervariasi. Itu tergantung dengan produk, kenaikannya di kisaran mulai dari 5 persen hingga 10 persen," kata Stefanus di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Jumat (30/8/2013).
Selain kenaikan pada ongkos produksi, lanjut Stefanus, labilnya mata uang Tanah Air juga berimbas pada laba bersih perseroan yang terus tergerus, dimana pertumbuhannya hanya 8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang dapat mempertahankan marjin laba bersih di level sebesar 9 persen.
Lantaran hal tersebut, diakui dia, manajemen perseroan saat ini mulai mencari cara untuk menyiasati tekanan mata uang negara Paman SAM yang mulai tangguh. Perseroan bahkan tengah mengkaji opsi untuk meningkatkan harga jual produk.
"Kami sedang melakukan kajian terkait kenaikan harga jual produk. Ini dilakukan guna menyeimbangkan adanya kenaikan bahan baku, sehingga marjin laba bersih kami di semester II tahun ini dapat terjaga," tandas Stefanus.
Direktur Utama Tiga Pilar Sejahtera Food Stefanus Joko Mogoginta mengatakan, pengaruh pelemahan mata uang domestik tersebut terutama dirasakan pada sisi biaya produksi yang semakin mencekik perusahaan.
"Kami sudah mengalami peningkatan biaya produksi sekitar 5 persen hingga 15 persen di semester I tahun ini. Range cost produksi kenaikannya bervariasi. Itu tergantung dengan produk, kenaikannya di kisaran mulai dari 5 persen hingga 10 persen," kata Stefanus di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Jumat (30/8/2013).
Selain kenaikan pada ongkos produksi, lanjut Stefanus, labilnya mata uang Tanah Air juga berimbas pada laba bersih perseroan yang terus tergerus, dimana pertumbuhannya hanya 8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang dapat mempertahankan marjin laba bersih di level sebesar 9 persen.
Lantaran hal tersebut, diakui dia, manajemen perseroan saat ini mulai mencari cara untuk menyiasati tekanan mata uang negara Paman SAM yang mulai tangguh. Perseroan bahkan tengah mengkaji opsi untuk meningkatkan harga jual produk.
"Kami sedang melakukan kajian terkait kenaikan harga jual produk. Ini dilakukan guna menyeimbangkan adanya kenaikan bahan baku, sehingga marjin laba bersih kami di semester II tahun ini dapat terjaga," tandas Stefanus.
(rna)