Produksi gabah meningkat, petani justru merugi
A
A
A
Sindonews.com - Kendati produksi gabah di kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan meningkat, namun sejumlah petani mengaku merugi. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan harga gabah yang diterapkan.
"Saya ambil contoh, biaya angkut untuk satu karung gabah saja sampai Rp10.000, belum lagi biaya panen per karung Rp5.500, bagaimana kami tidak rugi," kata salah seorang petani di Kabupaten Wajo, Pata, Rabu (4/9/2013).
Dia mengkalkulasi dalam 1 ton gabah, harganya hanya Rp3,2 juta. Sementara dihitung biaya angkut Rp100 ribu, biaya panen, Rp550 ribu. "Nah bisa dibayangkan kami hanya menerima Rp2.550.000, itu belum termasuk dalam obat-obatan, biaya tanam, dan pupuk. Itupun kalau tiap karungnya satu kuintal, kalau kurang tentu kami akan lebih sidikit lagi," katanya.
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Wajo, Syahruddin mengharapkan Bulog bisa membeli gabah petani sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pasalnya jika HPP tidak efektif dalam penerapan di lapangan maka akan merugikan petani.
Menurut Syahruddin, pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 3 Tahun 2012 tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan penyaluran beras oleh pemerintah yang berlaku mulai 27 Pebruari 2012. Dalam satu diktumnya menetapkan HPP pada tingkat petani adalah Rp3.200/kg.
"Jika ZBulog tidak mau membeli gabah petani sesuai dengan HPP maka Bulog harus diintervensi karena ini sudah ada inpres nomor 2 tahun 2012 yang menjadi pedoman sehingga jika Bulog tidak membeli dengan standar harga dari HPP maka wajar kalau diintervensi," kata Syahruddin.
Dia mengatakan, dengan adanya harga HPP sebesar Rp3.200/kg, maka ini juga masih dianggap tidak maksimal sehingga kedepan KTNA bersama pemerintah kabupaten Wajo akan memperjuankan ke pusat agar harga gabah bisa naik sampai Rp4.000/kg.
"Dengan adanya harga sebesar Rp3.200/kg maka KTNA Kabupaten Wajo menilai ini masih perlu dinaikkan karena masyarakat saat ini sudah mengeluarkan biaya yang cukup tinggi karena semua pengelolaan sawah itu dikelola oleh sistem mesin. Menanam saja itu dibatasi ruang lingkupnya, selain itu membajak dan memanen sawah juga sudah menggunakan mesin sehingga dapat dikatakan sektor pertanian Wajo terus bangkit," kata Syahruddin.
"Saya ambil contoh, biaya angkut untuk satu karung gabah saja sampai Rp10.000, belum lagi biaya panen per karung Rp5.500, bagaimana kami tidak rugi," kata salah seorang petani di Kabupaten Wajo, Pata, Rabu (4/9/2013).
Dia mengkalkulasi dalam 1 ton gabah, harganya hanya Rp3,2 juta. Sementara dihitung biaya angkut Rp100 ribu, biaya panen, Rp550 ribu. "Nah bisa dibayangkan kami hanya menerima Rp2.550.000, itu belum termasuk dalam obat-obatan, biaya tanam, dan pupuk. Itupun kalau tiap karungnya satu kuintal, kalau kurang tentu kami akan lebih sidikit lagi," katanya.
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Wajo, Syahruddin mengharapkan Bulog bisa membeli gabah petani sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pasalnya jika HPP tidak efektif dalam penerapan di lapangan maka akan merugikan petani.
Menurut Syahruddin, pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 3 Tahun 2012 tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan penyaluran beras oleh pemerintah yang berlaku mulai 27 Pebruari 2012. Dalam satu diktumnya menetapkan HPP pada tingkat petani adalah Rp3.200/kg.
"Jika ZBulog tidak mau membeli gabah petani sesuai dengan HPP maka Bulog harus diintervensi karena ini sudah ada inpres nomor 2 tahun 2012 yang menjadi pedoman sehingga jika Bulog tidak membeli dengan standar harga dari HPP maka wajar kalau diintervensi," kata Syahruddin.
Dia mengatakan, dengan adanya harga HPP sebesar Rp3.200/kg, maka ini juga masih dianggap tidak maksimal sehingga kedepan KTNA bersama pemerintah kabupaten Wajo akan memperjuankan ke pusat agar harga gabah bisa naik sampai Rp4.000/kg.
"Dengan adanya harga sebesar Rp3.200/kg maka KTNA Kabupaten Wajo menilai ini masih perlu dinaikkan karena masyarakat saat ini sudah mengeluarkan biaya yang cukup tinggi karena semua pengelolaan sawah itu dikelola oleh sistem mesin. Menanam saja itu dibatasi ruang lingkupnya, selain itu membajak dan memanen sawah juga sudah menggunakan mesin sehingga dapat dikatakan sektor pertanian Wajo terus bangkit," kata Syahruddin.
(gpr)