Industri tambang mengeluhkan kebijakan pembangunan smelter

Selasa, 10 September 2013 - 17:31 WIB
Industri tambang mengeluhkan kebijakan pembangunan smelter
Industri tambang mengeluhkan kebijakan pembangunan smelter
A A A
Sindonews.com - Pemerintah dan DPR dalam waktu dekat akan membahas implementasi UU No.4/2009 tentang hilirisasi tambang terkait hambatan-hambatan kewajiban pembangunan smelter yang sudah mendekati jatuh tempo.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, dalam waktu dekat akan melakukan rapat kerja dengan DPR Komisi VII membahas berbagai kesulitan yang dialami oleh industri tambang jika penerapan pembangunan smelter dilakukan awal 2014.

Bahkan bayak industri tambang yang mengeluhkan kebijakan tersebut lantaran jika tidak dibangun awal 2014 maka perusahaan tidak boleh melakukan ekspor bijih mineral.

"Nanti kita kemas dalam satu aturan bersama DPR. Bagaimana menyikapi realita seperti ini. Kenyataannya sekarang baru ada 12 (smelter) itupun baru akan, baru bikin pondasi, dan hanya satu dua saja," kata Jero, di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (10/9/2013).

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menambahkan, upaya implementasi pembangunan smelter akan dituangkan dalam term of reference (TOR) untuk menyatukan suara di setiap Kementerian.

Nantinya, TOR itu dibahas bersama Kementerian lain yang terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. "TOR untuk menentukan posisi kami. Agar satu suara," jelas Thamrin.

Menurutnya, hasil dari TOR ini juga menegaskan kewajiban perusahaan mineral membangun smelter dan pelarangan ekspor bijih mineral. Pekan ini, lanjut Thamrin, pembahasan panduan akan dilakukan bersama. "Setidaknya minggu ini mereka akan membahas tentang renegosiasi. Salah satunya pemurnian," jelasnya.

Dia menjelaskan, pemurnian logam mineral merupakan suatu kewajiban yang harus dibangun di dalam negeri. Kewajiban itu dapat diartikan tidak ada yang mengekspor lagi setelah 12 Januari 2014. "Jika perusahaan tidak mampu membuat pemurnian. Mereka bisa membentuk konsorsium," kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Nikel Indonesia Anton R Santoso meminta pemerintah membangun insfrastruktur terlebih dahulu bersinergi dengan PT PLN (persero) maupun Kementerian Pekerjaan Umum sebelum menerbitkan aturan hilirisasi terkait pembangunan smelter tersebut.

Pasalnya, lanjut dia, pembangunan smelter membutuhkan anggaran yang cukup besar dan penuh risiko merugikan perusahaan. "Pembangunan smelter juga butuh proses lama jadi perlu tahapan. Agar pengusaha tidak terlalu kehilangan investasi jika mengalami risiko," kata dia.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7245 seconds (0.1#10.140)