Etos kerja buruh di Jakarta dinilai rendah

Kamis, 12 September 2013 - 19:02 WIB
Etos kerja buruh di...
Etos kerja buruh di Jakarta dinilai rendah
A A A
Sindonews.com - Etos kerja para pekerja di Jakarta jauh lebih rendah dibandingkan tenaga kerja di luar negeri. Akibatnya, produktivitas industri di Ibu Kota sulit bersaing dengan industri kota besar negara lain.

Director Fountain Education Center (lembaga pelatihan tenaga kerja), Novita mengungkapkan, selama ini banyak kelemahan dari tenaga kerja asal Indonesia, terutama di Jakarta. Semangat kerjanya belum sebanding dengan kamampuan yang dimiliki sebenarnya. Sehingga produktivitas perusahaan tempat mereka bekerja tidak tercapai maksimal.

"Hal ini sangat disayangkan. Membuat generasi angkatan kerja yang tengah mencari kerja pun ikut terbawa memiliki etos kerja buruk," ungkap Novita, Kamis (12/9/2013).

Sebelumnya, Fountain Education Center menyelenggarakan kovensi etos kerja bersama sejumlah buruh beberapa perusahaan di Jakarta bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta dan PT Mayora.

Dia menyebutkan, secara umum indikator etos kerja tersebut dilihat dari istilah lima S yang berasal dari bahasa Jepang. Yakni, Seiri (ringkas), tidak menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dalam lokasi kerja. Sehingga segala barang yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan.

Kemudian, Seiton (rapi) merupakan upaya meletakan barang-barang digunakan pada posisi yang telah ditetapkan. Seiso (resik), aktivitas membersihkan peralatan dan daerah kerja agar peralatan kerja tetap terjaga dalam kondisi yang baik.

Selain itu, Seiketsu (rawat), kegiatan menjaga kebersihan pribadi sekaligus mematuhi ketiga tahap sebelumnya. Dan, Shitsuke (Rajin), pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5 S.

"Dari lima indikator itu, tenaga kerja kita etos kerjanya jauh lebih rendah dibandingkan tenaga kerja lain," ujarnya.

Menurut dia, tingginya nilai pengupahan tenaga kerja di luar negeri karena sebanding dengan pola kerja mereka sehari-hari. Sedangkan tenaga kerja di Jakarta lebih banyak menggunakan waktu istirahat dan tuntutan.

Sementara, produktivitas belum seperti diharapkan. "Untuk mengubah paradigma ini dibutuhkan peran aktif Disnakertrans DKI memberikan pembinaan untuk sejumlah HRD di masing-masing perusahaan tersebut," tandasnya.

Kepala Seksi Dinakertrans DKI Jakarta, Emilia Zain mengungkapkan, pihaknya sering mendapatkan keluhan dari sejumlah pelaku usaha di Jakarta. Terutama bagi yang padat karya.

Menyikapi semua itu, tidak jarang Disnakertrans memberikan pembinaan. "Yang lebih memahami karakter tenaga kerja yakni internal dari perusahaan itu sendiri," ungkapnya.

Direktur HRD PT Mayora, Heri Susanto mengungkapkan, pihaknya semula menyadari rendahnya etos kerja buruh tersebut. Untuk itu, pihaknya membuat stimulus agar karyawan di Mayora dapat bekerja lebih tinggi lagi dan mencapai produktivitas diharapkan.

"Cara kami ini yang akan kami salurkan ke perusahaan lain di Jakarta," ujar Heri.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0525 seconds (0.1#10.140)