Mobil murah hanya kepentingan penguasa

Jum'at, 27 September 2013 - 15:18 WIB
Mobil murah hanya kepentingan...
Mobil murah hanya kepentingan penguasa
A A A
Sindonews.com - Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2013 tentang Low Cost Green Car (LCGC) atau sering disebut sebagai kebijakan mobil murah menimbulkan pro kontra di masyarakat. Namun yang jelas sangat tampak banyaknya kepentingan dalam masalah mobil murah tersebut.

Hal tersebut disampaikan oleh pakar politik dan kajian globalisasi Hubungan Internasional UMY Ade Marup Wirasenjaya. Menurutnya, kebijakan mobil murah hanya menjadi strategi politik penguasa yang merasa eksistensinya terancam. Apalagi, kebijakan tersebut terkesan memaksa dan berani mengorbankan kebijakan penting lainnya.

“Polemik ini sendiri muncul karena adanya pertarungan antara populis pencitraan yang diperankan oleh pemerintahan yang berkuasa melawan populis blusukan yang sedang mendapat tempat di hati masyarakat Jakarta bahkan hampir seluruh Indonesia,” ujarnya, Jumat (27/9/2013).

Menurut Ade, munculnya pencitraan disebabkan oleh rezim yang berkuasa menggunakan langkah provokasinya jelang pemilu 2014 yaitu menggunakan isu mobil murah dan hemat energi. Sedangkan populis blusukan merupakan kelompok yang mendukung Jokowi. Melihat tingginya dukungan untuk Jokowi pada pemilu 2014, populis pencitraan mengemukakan isu mobil murah sebagai tandingan.

“Kebijakkan mobil murah cuma langkah politik 2014 untuk memojokkan populis lain. Kebijakan mobil murah diperuntukkan bagi masyarakat miskin merupakan kebijakkan salah sasaran karena mobil tersebut nyatanya juga tidak murah. Perlu perawatan dan membutuhkan komponen yang akan menambah biaya,” ujar dosen HI UMY ini.

Selain itu, mobil murah juga tidak bisa dikatakan mobil nasional karena suku cadang berasal dari korporasi asing. Jika untuk meningkatkan produk nasional, ditegaskan Ade, harusnya pemerintah bukan mengangkat industri mobil tapi terlebih dahulu mengangkat industri pertanian atau lainnya yang lebih mempunyai peluang luas.

Sementara itu, Pakar Transportasi UGM Prof Dr Ing Ir Ahmad Munawar mengatakan, kebijakan mobil murah ramah lingkungan tidak hanya akan menambah kemacetan di Jakarta, tapi juga akan memacetkan kota-kota besar lainnya, termasuk Yogyakarta.

“Saat ini di Yogyakarta sekitar 7 persen ruas jalan utama sudah dalam kondisi macet pada jam sibuk. Dikhawatirkan pada tahun 2023 sekitar 45 persen dari ruas jalan utama di Yogyakarta akan mengalami kemacetan. Ini akan dipercepat jika kebijakan mobil murah tersebut diimplementasikan,” paparnya.

Munawar menuturkan, pertambahan mobil di Indonesia rata-rata 8,5 persen pertahun, sedangkan sepeda motor 13 persen pertahun. Belum lagi buruknya sistem angkutan umum menyebabkan semakin tingginya kenaikan penggunaan kendaraan pribadi. “Meskipun perbaikan angkutan umum sudah dilakukan di sebagian kota, tetapi banyak yang belum berhasil,” katanya.

Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kemacetan yang parah, menurut Munawar, pemerintah harus melaksanakan kebijakan transport demand management. Kebijakan dengan mengupayakan masyarakat untuk beralih dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, penggunaan kendaraan ramah lingkungan seperti sepeda serta pengaturan parkir dan PKL di tepi jalan.

“Seharusnya, tidak hanya Gubernur DKI saja yang menolak mobil murah, tapi seluruh Kepala Daerah, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia sebaiknya menolak kebijakan mobil murah itu jika tidak ingin terjadi kemacetan di daerahnya,” tegasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1085 seconds (0.1#10.140)