Total E&P Indonesie cemaskan nasib Blok Mahakam
A
A
A
Sindonews.com - Total E&P Indonesie (TEPI) masih harap-harap cemas terkait penentuan operator pengelolaan kawasan kaya migas, Blok Mahakam. Tahun 2017 adalah masa berakhirnya kontrak TEPI di Blok Mahakam. Hingga saat ini, pemerintah belum memutuskan apakah memperpanjang TEPI atau menunjuk operator lain.
Dengan belum jelasnya kelanjutan Blok Mahakam, TEPI mengakui akan berdampak pada produksi di blok yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut. Penurunan tersebut bahkan sangat drastis terjadi jika hingga 2015 belum ada keputusan.
“Efeknya adalah penurunan produksi yg semakin cepat di Blok Mahakam karena akan terjadi penundaan kegiatan pengembangan produksi. Penurunan produksi yang cukup signifikan akan dirasakan setelah 2015, bila tetap tidak ada keputusan,” kata Kepala Departemen Hubungan Media Total E&P Indonesia, Kristanto Hartadi, Rabu (20/11/2013).
Mengenai kontraknya di Blok Mahakam, TEPI sudah mengajukan proposal perpanjangan sejak 2008, 10 tahun sebelum kontrak habis. Perusahaan migas asal Perancis ini berprinsip, penentuan operator Blok Mahakam jika semakin cepat ditentukan akan semakin baik.
“Karena ini menyangkut investasi dan risikonya yang sangat besar, apalagi kalau itu menyangkut blok migas sebesar Blok Mahakam,” katanya.
Meski belum jelas mengenai kelanjutan kontraknya, TEPI mengaku tetap giat berproduksi demi memenuhi kuota yang dibebankan pemerintah dari Blok Mahakam. Hingga saat ini, TEPI menyebut produksi mereka tetap tinggi yakni 1.700 MMSCFD (gas) dan 69.000 BOED (condensate).
“Proposal sudah kami ajukan, terserah pemerintah untuk memutuskan. Dan pemerintah sangat paham akan risiko-risiko kelambatan pengambilan keputusan,” tambah Kristanto.
Disamping itu, TEPI juga tetap giat mengadakan kegiatan eksplorasi dan pengembangan produksi di Blok Mahakam. Untuk diketahui, Production Sharing Contract (PSC) atau Kontrak Bagi Hasil di Blok Mahakam akan berakhir 2017.
“Untuk kontrak penjualan atau pasokan gas TEPI dengan Western Bayer dari Jepang baru akan habis 2022, dan dengan Nusantara Regas, LNG Jawa akan habis pada tahun 2023, dengan atau tanpa perpanjangan kontrak PSC di Blok Mahakam,” pungkasnya.
Dengan belum jelasnya kelanjutan Blok Mahakam, TEPI mengakui akan berdampak pada produksi di blok yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut. Penurunan tersebut bahkan sangat drastis terjadi jika hingga 2015 belum ada keputusan.
“Efeknya adalah penurunan produksi yg semakin cepat di Blok Mahakam karena akan terjadi penundaan kegiatan pengembangan produksi. Penurunan produksi yang cukup signifikan akan dirasakan setelah 2015, bila tetap tidak ada keputusan,” kata Kepala Departemen Hubungan Media Total E&P Indonesia, Kristanto Hartadi, Rabu (20/11/2013).
Mengenai kontraknya di Blok Mahakam, TEPI sudah mengajukan proposal perpanjangan sejak 2008, 10 tahun sebelum kontrak habis. Perusahaan migas asal Perancis ini berprinsip, penentuan operator Blok Mahakam jika semakin cepat ditentukan akan semakin baik.
“Karena ini menyangkut investasi dan risikonya yang sangat besar, apalagi kalau itu menyangkut blok migas sebesar Blok Mahakam,” katanya.
Meski belum jelas mengenai kelanjutan kontraknya, TEPI mengaku tetap giat berproduksi demi memenuhi kuota yang dibebankan pemerintah dari Blok Mahakam. Hingga saat ini, TEPI menyebut produksi mereka tetap tinggi yakni 1.700 MMSCFD (gas) dan 69.000 BOED (condensate).
“Proposal sudah kami ajukan, terserah pemerintah untuk memutuskan. Dan pemerintah sangat paham akan risiko-risiko kelambatan pengambilan keputusan,” tambah Kristanto.
Disamping itu, TEPI juga tetap giat mengadakan kegiatan eksplorasi dan pengembangan produksi di Blok Mahakam. Untuk diketahui, Production Sharing Contract (PSC) atau Kontrak Bagi Hasil di Blok Mahakam akan berakhir 2017.
“Untuk kontrak penjualan atau pasokan gas TEPI dengan Western Bayer dari Jepang baru akan habis 2022, dan dengan Nusantara Regas, LNG Jawa akan habis pada tahun 2023, dengan atau tanpa perpanjangan kontrak PSC di Blok Mahakam,” pungkasnya.
(gpr)