Lapangan Ruby produksi, pasokan gas domestik bertambah
A
A
A
Sindonews.com – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, lapangan gas Ruby, Blok Sebuku yang dioperasikan afiliasi Mubadala Petroleum di Indonesia telah berproduksi pada 27 Oktober 2013.
Produksi akan dipasok ke PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional di Indonesia.
"Ini bentuk nyata dukungan pemerintah untuk terus berkomitmen mengalokasikan gas untuk kepentingan domestik dan memberdayakan industri pupuk nasional,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK Migas J. Widjonarko di Jakata, Rabu (27/11/2013).
Dia menjelaskan, jangka waktu kontrak jual beli gas bumi antara PKT dengan Mubadala Petroleum berlaku hingga 31 Desember 2021. Rencananya, lapangan gas Ruby akan memasok 85 bbutd hingga akhir tahun 2017, selanjutnya akan menurun sesuai dengan produksi lapangan tersebut.
"Nantinya sekitar 250 miliar kaki kubik (bcf) gas akan diproduksi untuk kebutuhan pasar domestik selama umur produksi lapangan," kata dia.
Menurut dia, gas pertama dari lapangan Ruby diproduksi setelah penyelesaian pengeboran empat sumur produksi dan instalasi anjungan lepas pantai. Seluruh fasilitas anjungan di bangun di area fabrikasi di Indonesia.
Dari anjungan, dibangun pipa bawah laut sepanjang 312 kilometer yang menghubungkan ke terminal khusus pengolahan fasilitas gas di Senipah yang dioperasikan oleh Total E&P Indonesie.
“Apresiasi diberikan atas kerjasama seluruh pihak terkait, sehingga proyek ini dapat diselesaikan pada waktunya,” tutur dia.
Pengembangan lapangan gas Ruby oleh Mubadala Petroleum, yang terletak di Selat Makassar, diantara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi, telah disetujui pada Juni 2011 dan Plan of Development (POD) telah disetujui pemerintah Indonesia pada Juli 2008. Mubadala Petroleum, memegang working interest sebesar 70 persen, merupakan operator. Total E&P Sebuku dan INPEX South Makassar masing-masing memegang 15 persen.
Proyek Ruby merupakan investasi energi tunggal terbesar di Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan Uni Emirat Arab. Maurizio La Noce menambahkan, pihaknya berkomitmen menyelesaikan pengembangan proyek Ruby secara efisien, tepat waktu, sesuai dengan anggaran, dan yang terpenting secara aman.
Bersama dengan para mitra kerja, Mubadala Petroleum telah menginvestasikan sekitar USD500 juta pada lapangan ini untuk membangun fasilitas produksi beserta pendukungnya.
“Menyelaraskan proyek Ruby dengan prioritas pemerintah Indonesia melalui penjualan gas kepada pabrik pupuk di dalam negeri memungkinkan kami memberikan dukungan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia”, kata dia.
Secara Nasional, memasuki tahun 2013, pemanfaatan gas bumi untuk kepentingan domestik dapat ditingkatkan cukup signifikan. Pada akhir tahun 2013 diperkirakan telah melebihi volume gas bumi yang diekspor.
Berdasarkan data Agustus 2013, gas bumi untuk mendukung domestik akan menjadi sebesar 3.530 juta kaki kubik per hari atau 3.650 bbtud. Rincian alokasi, 18 persen untuk pupuk, 35 persen sektor kelistrikan dan 48 persen sektor industri.
Sedangkan untuk ekspor sebesar 3.216 juta kaki kubik per hari atau 3.325 bbtud. Dengan kata lain, komposisi untuk domestik dan ekspor masing-masing 52 dan 48 persen.
Lebih lanjut Widjonarko mengatakan, komitmen peningkatan pasokan gas domestik sesuai dengan salah satu visi SKK Migas, yakni menjadi lokomotif penggerak aktivitas ekonomi Indonesia.
"Tujuannya, memberi nilai tambah sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia," ujar dia.
Produksi akan dipasok ke PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional di Indonesia.
"Ini bentuk nyata dukungan pemerintah untuk terus berkomitmen mengalokasikan gas untuk kepentingan domestik dan memberdayakan industri pupuk nasional,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK Migas J. Widjonarko di Jakata, Rabu (27/11/2013).
Dia menjelaskan, jangka waktu kontrak jual beli gas bumi antara PKT dengan Mubadala Petroleum berlaku hingga 31 Desember 2021. Rencananya, lapangan gas Ruby akan memasok 85 bbutd hingga akhir tahun 2017, selanjutnya akan menurun sesuai dengan produksi lapangan tersebut.
"Nantinya sekitar 250 miliar kaki kubik (bcf) gas akan diproduksi untuk kebutuhan pasar domestik selama umur produksi lapangan," kata dia.
Menurut dia, gas pertama dari lapangan Ruby diproduksi setelah penyelesaian pengeboran empat sumur produksi dan instalasi anjungan lepas pantai. Seluruh fasilitas anjungan di bangun di area fabrikasi di Indonesia.
Dari anjungan, dibangun pipa bawah laut sepanjang 312 kilometer yang menghubungkan ke terminal khusus pengolahan fasilitas gas di Senipah yang dioperasikan oleh Total E&P Indonesie.
“Apresiasi diberikan atas kerjasama seluruh pihak terkait, sehingga proyek ini dapat diselesaikan pada waktunya,” tutur dia.
Pengembangan lapangan gas Ruby oleh Mubadala Petroleum, yang terletak di Selat Makassar, diantara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi, telah disetujui pada Juni 2011 dan Plan of Development (POD) telah disetujui pemerintah Indonesia pada Juli 2008. Mubadala Petroleum, memegang working interest sebesar 70 persen, merupakan operator. Total E&P Sebuku dan INPEX South Makassar masing-masing memegang 15 persen.
Proyek Ruby merupakan investasi energi tunggal terbesar di Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan Uni Emirat Arab. Maurizio La Noce menambahkan, pihaknya berkomitmen menyelesaikan pengembangan proyek Ruby secara efisien, tepat waktu, sesuai dengan anggaran, dan yang terpenting secara aman.
Bersama dengan para mitra kerja, Mubadala Petroleum telah menginvestasikan sekitar USD500 juta pada lapangan ini untuk membangun fasilitas produksi beserta pendukungnya.
“Menyelaraskan proyek Ruby dengan prioritas pemerintah Indonesia melalui penjualan gas kepada pabrik pupuk di dalam negeri memungkinkan kami memberikan dukungan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia”, kata dia.
Secara Nasional, memasuki tahun 2013, pemanfaatan gas bumi untuk kepentingan domestik dapat ditingkatkan cukup signifikan. Pada akhir tahun 2013 diperkirakan telah melebihi volume gas bumi yang diekspor.
Berdasarkan data Agustus 2013, gas bumi untuk mendukung domestik akan menjadi sebesar 3.530 juta kaki kubik per hari atau 3.650 bbtud. Rincian alokasi, 18 persen untuk pupuk, 35 persen sektor kelistrikan dan 48 persen sektor industri.
Sedangkan untuk ekspor sebesar 3.216 juta kaki kubik per hari atau 3.325 bbtud. Dengan kata lain, komposisi untuk domestik dan ekspor masing-masing 52 dan 48 persen.
Lebih lanjut Widjonarko mengatakan, komitmen peningkatan pasokan gas domestik sesuai dengan salah satu visi SKK Migas, yakni menjadi lokomotif penggerak aktivitas ekonomi Indonesia.
"Tujuannya, memberi nilai tambah sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia," ujar dia.
(rna)