Lima provinsi batasi ekspor mineral dan logam mentah

Senin, 02 Desember 2013 - 18:33 WIB
Lima provinsi batasi...
Lima provinsi batasi ekspor mineral dan logam mentah
A A A
Sindonews.com - Lima provinsi penghasil mineral dan logam terbesar di Indonesia menyepakati untuk membatasi ekspor mentah. Kelima daerah tersebut yakni provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Papua Barat.

Kesepakatan kelima daerah ini ditandai dengan melakukan Memorandum of Understanding (MoU) pembentukan badan kerja sama peningkatan nilai tambah mineral dan logam yang digelar di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Senin (2/12/2013).

Dua gubernur hadir dalam penandatanganan MoU tersebut yakni Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam dan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo. Nur Alam mengatakan, pembatasan ekspor bahan mentah khususnya nikel dimaksudkan untuk meningkatkan industri hulu.

Nantinya, mineral dan logam khususnya nikel yang menjadi potensi terbesar kelima daerah tersebut akan diekspor setelah memiliki nilai tambah.

"Bahan baku kita ini dibeli dengan sangat murah oleh negara tujuan seperti Cina dan Jepang. Jika ini tidak dihentikan maka bahan baku kita akan habis," jelasnya.

Nur Alam yang ditunjuk sebagai ketua badan kerja sama ini mengharapkan, kebijakan ini akan menumbuhkan industri lokal di lima daerah ini.

"Dengan pembatasan ini, maka akan memberi jaminan bahan baku khususnya nikel terhadap industri nantinya. Selain itu, bahan mentah yang kita miliki tidak lagi akan dibeli dengan harga murah," jelasnya.

MoU ini juga dibuat dengan maksud mensinergikan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. UU Miberba No 44 Tahun 2009 tentang pembatasan ekspor bahan mentah sesuai agenda akan mulai berlaku pada Januari 2014 mendatang setelah sosialisasi selama lima tahun lamanya.

"Salah satu efek yang akan kita dapatkan adalah para pengeskpor kita nantinya akan kita alihkan dari penjual menjadi industriawan. Selain itu, kesepakatan ini akan meminimalisir terjadinya ekploitasi ilegal," jelasnya.

Nur Alam mencontohkan, di Sultra sedikitnya telah ada sekitar 1 juta izin tambang yang dikelauarkan. Namun, laporan yang ada hanya sekitar 300 ribu tambang. Sehingga potensi kerugian negara dinilainya sangat besar terjadi.

Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Indonesia Timur adalah negara kaya dan tidak sepantasnya seperti sekarang ini. Pihaknya menekankan perlunya renegoisasi terhadap seluruh tambang yang hanya menjual bahan mentah ke negara lain.

"Negeri ini terlalu kaya dan tidak pantas seperti sekarang. Kita perlu lakukan renegoisasi seluruh tambang itu," katanya.

Syahrul menambahkan, mineral dan logam terbesar di Indonesia terdapat di lima provinsi tersebut. Namun, selama ini negara tujuan ekspor telah turut mendikte harga bahan mentah.

"Ini karena banyaknya bahan mentah yang kita ekspor. Begitu banyak juga yang ilegal dan tidak masuk ke negara. Akhirnya negara-negara luar ini seolah ikut menentukan harga. Untuk itu kita bersama akan batasi ekspor dan meningkatkan nilai tambah mineral dan logam yang kita miliki," pungkasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9196 seconds (0.1#10.140)