Menristek: Proyek mobil listrik masih butuh proses
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Gusti Muhammad Hatta mengakui bahwa proyek pengembangan mobil listrik nasional masih membutuhkan proses yang panjang.
"Masih harus melalui beberapa level. Saat ini berada pada level tujuh. Jika lolos satu level maka dilanjutkan pada level berikutnya," jelas Gusti pada wartawan, di Solo, Jawa Tengah (Jateng), Kamis (5/12/2013).
Dalam proyek pengembangan mobil listrik nasional, kata Menristek, Kemenristek menggandeng perguruan tinggi seperti Universitas Sebelas Maret (UNS), khususnya fakultas teknik karena memang membutuhkan tenaganya.
Apalagi, kata dia, UNS saat ini juga sedang mengembangkan pembuatan baterai. "Saya datang di UNS memang mau lihat baterai yang dikembangkan di UNS," ujarnya.
Selama ini baterai yang digunakan, menurut Gusti, masih berukuran besar, keras, dan daya listrik rendah. Padahal idealnya kecil, ringan, dengan daya listrik tinggi. Kini UNS sedang mencoba membuat yang ideal itu.
Sementara, Koordinator Pengembangan Mobil Listrik Nasional (molinas) UNS, Muhammad Nizam mengemukakan bahwa saat ini UNS dalam proses pembuatan baterai. Dalam pembuatan molinas, baterai yang menjadi sumber energi utama menjadi kendala dalam pengembangan mobil listrik nasional.
Menurutnya, material atau bahan-bahan mentah yang dipakai untuk baterai seperti lithium sulit didapat di Indonesia, itu pun mesti impor dan harganya mahal.
Baterai yang dibeli dari luar negeri dengan kapasitas 40 kilowatt, harganya berkisar Rp80 juta sampai Rp100 juta. Angka ini bisa berubah dan tergantung pada kurs dolar. "Hal itulah yang menjadi fokus pihaknya untuk membuat baterai secara mandiri," jelasnya.
"Masih harus melalui beberapa level. Saat ini berada pada level tujuh. Jika lolos satu level maka dilanjutkan pada level berikutnya," jelas Gusti pada wartawan, di Solo, Jawa Tengah (Jateng), Kamis (5/12/2013).
Dalam proyek pengembangan mobil listrik nasional, kata Menristek, Kemenristek menggandeng perguruan tinggi seperti Universitas Sebelas Maret (UNS), khususnya fakultas teknik karena memang membutuhkan tenaganya.
Apalagi, kata dia, UNS saat ini juga sedang mengembangkan pembuatan baterai. "Saya datang di UNS memang mau lihat baterai yang dikembangkan di UNS," ujarnya.
Selama ini baterai yang digunakan, menurut Gusti, masih berukuran besar, keras, dan daya listrik rendah. Padahal idealnya kecil, ringan, dengan daya listrik tinggi. Kini UNS sedang mencoba membuat yang ideal itu.
Sementara, Koordinator Pengembangan Mobil Listrik Nasional (molinas) UNS, Muhammad Nizam mengemukakan bahwa saat ini UNS dalam proses pembuatan baterai. Dalam pembuatan molinas, baterai yang menjadi sumber energi utama menjadi kendala dalam pengembangan mobil listrik nasional.
Menurutnya, material atau bahan-bahan mentah yang dipakai untuk baterai seperti lithium sulit didapat di Indonesia, itu pun mesti impor dan harganya mahal.
Baterai yang dibeli dari luar negeri dengan kapasitas 40 kilowatt, harganya berkisar Rp80 juta sampai Rp100 juta. Angka ini bisa berubah dan tergantung pada kurs dolar. "Hal itulah yang menjadi fokus pihaknya untuk membuat baterai secara mandiri," jelasnya.
(izz)