BTPN targetkan kredit mikro tumbuh 20%

Senin, 09 Desember 2013 - 10:49 WIB
BTPN targetkan kredit...
BTPN targetkan kredit mikro tumbuh 20%
A A A
Sindonews.com - PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) optimistis kredit di sektor mikro akan tumbuh 20 persen. Perseroan menilai sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di dalam negeri kedepan masih akan diandalkan dalam kondisi perekonomian yang belum stabil di tahun depan.

Potensi ini dinilai akan menjadi peluang dalam penyaluran kredit perbankan, khususnya untuk sektor informal.

Direktur Kepatuhan BTPN Anika Faisal mengatakan, strategi perseroan di segmen mikro adalah kecepatan pelayanan. Hal ini disebabkan kebutuhan nasabah yang serba cepat, khususnya dalam urusan administratif. Selain itu perseroan juga akan memberdayakan nasabah dengan program Daya.

“Daya bukan merupakan bisnis model kami. Nasabah akan difasilitasi berbagai program yang dapat meningkatkan usahanya,” kata Anika, dalam diskusi pembiayaan mikro di Cirebon, Jawa Barat, akhir pekan lalu.

Hingga September 2013, Anika menyebutkan, penerima manfaat Daya sudah mencapai lebih dari satu juta orang. Program tersebut dilakukan berkelanjutan setiap bulan di setiap cabang.

Hingga September 2013, BTPN membukukan penyaluran kredit Rp45,3 triliun, naik 22 persen dari September 2012 yang sebesar Rp37,08 triliun. Dari total kredit tersebut, kredit mikro mencatatkan kontribusi mencapai 23 persen.

“Tahun depan, meski kondisi makro diperkirakan masih belum stabil, kami optimis kredit mikro BTPN tetap bisa tumbuh di kisaran 20 persen,” ujarnya.

Namun dia juga mengakui masih banyak menemukan kendala ketika harus membiayai pengusaha UKM khususnya usaha kecil. Upaya menyalurkan pembiayaan bagi UMKM selama ini memiliki karakter berbeda dan hal ini sangat mempengaruhi kinerja perbankan.

Dia menggambarkan kantor cabang sebuah bank membutuhkan sedikitnya 400 nasabah usaha mikro untuk memenuhi target Rp10 miliar. Target tersebut dapat dipenuhi dengan dukungan 12 orang staf dan dalam waktu 2 tahun.

Sementara di bisnis usaha menengah, bank hanya membutuhkan 1 orang nasabah dan dalam waktu 1 bulan untuk mendapatkan target pembiayaan Rp10 miliar.

"Betapa sulitnya untuk melayani yang kecil-kecil ini. Selain itu kalangan perbankan juga diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan likuditas yang masuk ke Bank Indonesia," ujarnya.

Kondisi ini membuat bisnis pembiayaan sektor mikro ini perlu mendapat dukungan teknologi yang mumpuni, adanya risk management, serta sistem pelaporan yang jelas.

"Meski kita melayani yang kecil kecil tapi kita harus laporan ke BI, artinya harus punya sistem yang cepat untuk melaporkan itu," jelasnya.

Sementara itu pengamat ekonomi dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Aviliani mendesak agar pemerintah memberikan perhatian yang besar pada pengembangan bisnis UMKM. Bahkan sebaiknya mendorong agar UMKM nasional bisa berubah menjadi industri.

"Sektor informal masih menjadi mayoritas yang mendukung perekonomian kita. Tapi tidak ada langkah strategis untuk mendukungnya," ujar Aviliani dalam kesempatan yang sama.

Salah satu hal yang harus dicermati pemerintah menurutnya adalah minimnya kepercayaan kalangan industri keuangan dalam hal pembiayaan pembiayaan sektor UMKM. Pemerintah seharusnya menjadi jembatan bagi UMKM dan pihak swasta.

Tidak adanya langkah signifikan pengembangan UKM terealisasi dalam waktu cepet justru bisa membuat Indonesia kehilangan daya saing dalam memasuki era Asean Economic Comunity 2015.

Bahkan dikhawatirkan UMKM Indonesia malah akan gulung tikar. "Kalau seperti ini terus, itu yang akan memperparah neraca perdagangan kita," ujarnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8537 seconds (0.1#10.140)