DPR dukung revisi UU Peternakan
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mendukung revisi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan guna menghentikan ketergantungan pada impor daging dari Australia.
"Kita mendukung bila pemerintah akhirnya mengambil keputusan seperti itu, menghentikan ketergantungan pada impor daging dari Australia. Rencana merevisi UU itu, juga kita dukung,” kata dia dalam rilisnya, Senin (23/12/2013).
Menurut dia, seharusnya pemerintah merevisi regulasi tersebut sejak lama. Jika pemerintah lebih cepat merespon situasi yang berkembang, dia mengatakan, Indonesia bisa terhindar dari krisis daging yang berimbas pada melambungnya harga daging, sehingga membebani masyarakat.
Firman berharap revisi tidak hanya terkait negara sumber impor daging, tapi juga harus mengakomodir pemberdayaan para peternak lokal, sehingga Indonesia tidak lagi tergantung pada impor daging.
“Sebagai contoh, dengan tidak bergantung pada Australia, Indonesia bisa juga mencari alternatif untuk mencari bibit sapi dari negara lain guna memercepat tersedianya pasokan sapi hidup di dalam negeri,” tutur dia.
Melalui momen ini, dia menjelaskan, Indonesia juga harus belajar dari pengalaman Australia mengenai kebijakan pulau karantina karena sebelum swasembada daging, Australia menerapkan kebijakan itu.
Sekedar mengingatkan, pemerintah melalui Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan keputusan pemerintah memutus ketergantungan pada impor daging dari Australia. Salah satu caranya, dengan mengubah sistem impor daging dari selama ini berbasis negara (country based) menjadi berbasis zona (zona based).
Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah sepakat melakukan revisi terhadap UU Nomor 18 Tahun 2009, yang ditargetkan tuntas pada Januari 2014.
Indonesia selama ini menganut prinsip country based, yang mensyaratkan impor sapi harus dari negara yang bebas dari penyakit mulut dan kuku. Dengan prinsip itu, Indonesia sangat bergantung pada impor sapi asal Australia.
Sedangkan dengan prinsip zona based, maka Indonesia bisa mencari sumber impor dari negara lain dengan harga lebih murah. Sementara beberapa negara yang dinilai bisa jadi sumber impor daging, diantaranya India dan Brazil.
Sebagai perbandingan, harga daging beku dari India hanya berkisar Rp55-65 ribu per kilogram (kg). Sedangkan harga daging yang sama dari Australia sebesar Rp80 ribu per kg. Akibatnya, ketika dilempar di pasar, harganya bisa melambung menjadi Rp100 ribu per kg atau lebih.
"Kita mendukung bila pemerintah akhirnya mengambil keputusan seperti itu, menghentikan ketergantungan pada impor daging dari Australia. Rencana merevisi UU itu, juga kita dukung,” kata dia dalam rilisnya, Senin (23/12/2013).
Menurut dia, seharusnya pemerintah merevisi regulasi tersebut sejak lama. Jika pemerintah lebih cepat merespon situasi yang berkembang, dia mengatakan, Indonesia bisa terhindar dari krisis daging yang berimbas pada melambungnya harga daging, sehingga membebani masyarakat.
Firman berharap revisi tidak hanya terkait negara sumber impor daging, tapi juga harus mengakomodir pemberdayaan para peternak lokal, sehingga Indonesia tidak lagi tergantung pada impor daging.
“Sebagai contoh, dengan tidak bergantung pada Australia, Indonesia bisa juga mencari alternatif untuk mencari bibit sapi dari negara lain guna memercepat tersedianya pasokan sapi hidup di dalam negeri,” tutur dia.
Melalui momen ini, dia menjelaskan, Indonesia juga harus belajar dari pengalaman Australia mengenai kebijakan pulau karantina karena sebelum swasembada daging, Australia menerapkan kebijakan itu.
Sekedar mengingatkan, pemerintah melalui Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan keputusan pemerintah memutus ketergantungan pada impor daging dari Australia. Salah satu caranya, dengan mengubah sistem impor daging dari selama ini berbasis negara (country based) menjadi berbasis zona (zona based).
Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah sepakat melakukan revisi terhadap UU Nomor 18 Tahun 2009, yang ditargetkan tuntas pada Januari 2014.
Indonesia selama ini menganut prinsip country based, yang mensyaratkan impor sapi harus dari negara yang bebas dari penyakit mulut dan kuku. Dengan prinsip itu, Indonesia sangat bergantung pada impor sapi asal Australia.
Sedangkan dengan prinsip zona based, maka Indonesia bisa mencari sumber impor dari negara lain dengan harga lebih murah. Sementara beberapa negara yang dinilai bisa jadi sumber impor daging, diantaranya India dan Brazil.
Sebagai perbandingan, harga daging beku dari India hanya berkisar Rp55-65 ribu per kilogram (kg). Sedangkan harga daging yang sama dari Australia sebesar Rp80 ribu per kg. Akibatnya, ketika dilempar di pasar, harganya bisa melambung menjadi Rp100 ribu per kg atau lebih.
(rna)