Target realistis emiten baru di 2014
A
A
A
BURSA Efek Indonesia (BEI) memasang target emiten baru di tahun politik sama dengan target tahun ini, yakni sebanyak 30 emiten. Otoritas Bursa optimistis target tersebut bisa tercapai meski sejumlah perusahaan memilih menunggu kondisi di tahun pemilihan umum (pemilu).
Optimisme Bursa didukung capaian tahun ini yang berhasil melampaui target sebelumnya di tengah tidak kondusifnya pasar. BEI awalnya hanya mematok 30 perusahaan tercatat pada 2013, namun jumlah itu akhirnya terlampaui menjadi 31 emiten.
Dari 31 emiten baru, 14 emiten mencatat kenaikan harga saham, 16 emiten mengalami penurunan harga saham dan satu emiten stagnan. Jumlah emiten baru tahun ini merupakan yang terbanyak selama 12 tahun terakhir.
Merosotnya rupiah hingga tembus ke level Rp12.000 per USD dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi secara terus menerus dan akhirnya mengalami kejatuhan paling dalam pada akhir Agustus 2013 sempat dikhawatirkan akan menyurutkan minat investor untuk melanjutkan keinginannya menjadi perusahaan publik pada tahun ini.
Pada 27 Agustus 2013, IHSG menyentuh level terbawah sepanjang 2013, yang saat itu berada di level 3.967,84. Posisi tersebut anjlok signifikan jika dibanding posisi tertinggi IHSG yang sempat dicetak pada 20 Mei 2013, yang saat itu bertengger di level 5.214,98.
Beberapa calon emiten yang tengah memproses rencana penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) pun memilih menunda karena alasan IHSG dan rupiah yang tak stabil. Sejumlah calon emiten tersebut, diantaranya PT Bank Muamalat dan PT Citra Borneo Indah.
Direktur Utama Bank Muamalat Arviyan Arifin menuturkan, alasan perusahaan menunda IPO tahun ini karena kondisi pasar yang tidak kondusif, sehingga dia khawatir jika IPO tetap dilanjutkan akan menggerus harga saham Bank MUamalat.
Meski ada perusahaan memilih menunda IPO, namun beberapa diantaranya pantang mundur di tengah kondisi yang tidak stabil karena diserang sentimen dari dalam maupun luar negeri, seperti isu simpang siurnya kepastian pamangkasan stimulus oleh the Fed, dan kondisi makro ekonomi di dalam negeri yang mengkhawatirkan.
Hal itu terbukti, dengan jumlah emiten baru yang berhasil mencatat rekor di tahun ini. Sementara untuk tahun depan, dengan kondisi yang dikhawatirkan akan lebih buruk, BEI tetap menargetkan jumlah emiten baru sama dengan tahun ini.
Direktur Utama BEI Ito Warsito mengatakan, otoritas bursa akan bekerja keras untuk mencapai target emiten tahun depan yang sama dengan target tahun ini. "Kami tetap targetkan 30 emiten pada tahun depan. Semoga tercapai dan kami akan berusaha keras," kata dia beberapa waktu lalu.
Meski sejumlah perusahaan masih memantau kondisi tahun depan yang merupakan tahun politik sebelum melantai di BEI, namun Ito memproyeksikan, pasar modal Indonesia di 2014 masih prospektif karena minat investor asing maupun domestik masih tinggi.
Bahkan untuk meningkatkan investor domestik di Tanah Air, BEI akan berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal, baik di saham, reksa dana maupun instrumen investasi lainnya.
Adanya lembaga penjaminan diharapkan dapat mendorong meningkatnya jumlah investor di pasar modal Indonesia. Saat ini, jumlah investor domestik masih sangat minim atau hanya 0,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, selain jumlah inevstor domestik yang masih minim, tantangan lain yang dihadapi pasar modal Indonesia adalah masih terbatasnya jenis dan jumlah produk serta emiten.
Jumlah emiten yang tercatat di BEI per 17 Desember 2013 baru 483 emiten. "Jumlah itu lebih rendah dari perusahaan tercatat di negara tetangga, seperti Hong Kong, Singapura dan Malaysia," ujar dia.
Adapun, jumlah emiten di Hong Kong mencapai 1.602, Singpura sebanyak 780 emiten dan Malaysia memiliki sekitar 910 emiten. Karena itu, dia berharap agar pasar modal Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dari negara-negara tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isaka Yoga menuturkan, kualitas emiten perlu ditingkatkan, yakni dengan memiliki standar tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) yang sama dengan negara Asia Tenggara (Asean).
OJK sendiri membuat peta jalan (roadmap) tata kelola perusahaan yang baik pada akhir 2013. Roadmap tersebut untuk membantu perbaikan penyelenggaraan GCG bagi emiten yang tercatat di BEI. Selain itu, OJK juga memberikan kemudahan kepada calon emiten mendaftar IPO, salah satunya dengan melakukan resgistrasi secara online (e-registration).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengakui sedang menyelesaikan ketentuan penawaran umum berkalanjutan penerbitan saham yang selama ini hanya dapat dilakukan untuk menerbitkan obligasi.
"Maksudnya, sekali mendaftar dalam nilai tertentu kemudian boleh menerbitkan efek secara bertahap. Mungkin di awal ditetapkan 25 persen," ujar dia.
Beberapa usaha lainnya adalah merevisi peraturan tentang penawaran umum bagi perusahaan menengah dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tanpa melupakan perlindungan kepada investor. Selain itu, OJK juga akan mengundang 100 perusahaan yang memiliki prospek IPO pada tahun depan. Program ini akan dilakukan bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Terkait target 30 emiten baru pada tahun depan, Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan, tahun politik 2014 tidak akan mengganggu target BEI untuk mengejar 30 emiten baru.
Menurut dia, sejumlah calon emiten tidak akan dipusingkan ketidakpastian di tahun politik. Pasalnya, ada berbagai alasan perusahaan melakukan IPO dan mayoritas telah memiliki calon pembeli yang tidak akan dipengaruhi suhu politik tinggi pada saat pemilu mendatang.
"Kalau IPO yang jenisnya strategic karena memang sudah ada calon pembelinya, ada juga mereka yang akan melakukan backdoor listing yang sudah besar akan masuk, yang ketiga memang karena mereka real ingin IPO," kata dia kepada Sindonews.
Dengan kondisi tersebut, sama dengan BEI, Edwin juga optimistis bahwa target 30 perusahaan IPO bisa tercapai pada tahun depan. "Dengan faktor-faktor itu, cukup realistis (IPO 30 emiten di 2014) saya pikir," tandas Edwin.
Prospek reksa dana
Sementara itu, pasar reksa dana pada tahun depan diperkirakan masih prospektif seiring proyeksi IHSG yang akan kembali positif setelah pemilu berakhir. Dari beberapa jenis reksa dana, reksa dana saham dinilai masih akan memberikan imbal hasil (return) di atas reksa dana lainnya. Reksa dana berbasis saham berpotensi tumbuh sekitar 9-12 persen.
Analis riset PT Infovesta Utama Vilia Wati mengatakan, sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri pada tahun depan masih akan mempengaruhi kinerja reksa dana.
"Dari luar negeri, Sentimen yang diperkirakan berpotensi mempengaruhi kinerja reksa dana di tahun mendatang, antara lain kelanjutan pembahasan batas utang AS (US debt ceiling) di awal tahun 2014, pengurangan stimulus oleh the Fed dan rilis data indikator ekonomi global," kata dia kepada Sindonews baru-baru ini.
Sementara sentimen dari dalam negeri, diantaranya indikator ekonomi domestik dan isu-isu politik terkait pemilihan umum (pemilu).
Dia memprediksi, kinerja reksa dana saham pada tahun depan berpotensi tumbuh antara 9-12 persen. Angka itu di atas proyeksi kinerja reksa dana campuran sekitar 8-10 persen dan pendapatan tetap sekitar 6-7 persen.
Adapun, kinerja reksa dana saham hingga bulan ke-11 tahun ini berdasarkan data Infovesta mencatat minus 3,79 persen, campuran minus 1,6 persen dan pendapatan tetap mencapai minus 5,46 persen.
Negatifnya kinerja reksa dana hingga akhir bulan lalu, menurut Vilia, kekhawatiran pelaku pasar mengenai tapering off the Fed dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD yang terus berlanjut menjadi faktor pemberat laju bursa saham dan obligasi.
Kinerja rata-rata obligasi pemerintah pada periode yang sama juga tercatat minus 6,64 persen. Sedangkan kinerja rata-rata IHSG pada periode yang sama minus 1,4 persen. Dengan kinerja reksa dana hingga bulan ke-11 tahun ini yang minus, Vilia berpendapat, sulit bagi reksa dana untuk membukukan kinerja positif hingga penghujung tahun ini.
"Meski ada potensi membaiknya kinerja reksa dana menjelang akhir tahun, namun dengan minimnya sentimen positif yang ada saat ini agak sulit untuk reksa dana mencatatkan kinerja positif di akhir tahun," ujar dia.
Menyikapi kondisi ini, Vilia menyarankan kepada kalangan investor untuk tetap fokus pada target investasinya. Namun untuk jangka pendek, dia menyarankan investor untuk mengombinasikan investasinya dengan produk investasi yang lebih tidak beresiko, seperti reksa dana pasar uang atau deposito.
Hal ini untuk mengurangi dampak fluktuasi bursa saham dan obligasi yang cukup tinggi. Selain itu, dia juga menyarakankan investor untuk tetap mencermati sentimen pasar yang ada.
Meski masih was-was terhadap kondisi pasar modal dalam negeri pada tahun depan, namun PT Danareksa Investment management (DIM) berencana menerbitkan sejumlah reksa dana terbuka (open end) pada tahun depan. Salah satunya adalah reksa dana saham.
Direktur DIM Prihatmo Hari Mulyanto mengatakan, alasan perusahaan menerbitkan reksa dana saham karena koreksi bursa saham sudah cukup tajam, sehingga tahun depan dianggap momentum yang sangat tepat untuk kembali masuk ke saham.
Optimisme Bursa didukung capaian tahun ini yang berhasil melampaui target sebelumnya di tengah tidak kondusifnya pasar. BEI awalnya hanya mematok 30 perusahaan tercatat pada 2013, namun jumlah itu akhirnya terlampaui menjadi 31 emiten.
Dari 31 emiten baru, 14 emiten mencatat kenaikan harga saham, 16 emiten mengalami penurunan harga saham dan satu emiten stagnan. Jumlah emiten baru tahun ini merupakan yang terbanyak selama 12 tahun terakhir.
Merosotnya rupiah hingga tembus ke level Rp12.000 per USD dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi secara terus menerus dan akhirnya mengalami kejatuhan paling dalam pada akhir Agustus 2013 sempat dikhawatirkan akan menyurutkan minat investor untuk melanjutkan keinginannya menjadi perusahaan publik pada tahun ini.
Pada 27 Agustus 2013, IHSG menyentuh level terbawah sepanjang 2013, yang saat itu berada di level 3.967,84. Posisi tersebut anjlok signifikan jika dibanding posisi tertinggi IHSG yang sempat dicetak pada 20 Mei 2013, yang saat itu bertengger di level 5.214,98.
Beberapa calon emiten yang tengah memproses rencana penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) pun memilih menunda karena alasan IHSG dan rupiah yang tak stabil. Sejumlah calon emiten tersebut, diantaranya PT Bank Muamalat dan PT Citra Borneo Indah.
Direktur Utama Bank Muamalat Arviyan Arifin menuturkan, alasan perusahaan menunda IPO tahun ini karena kondisi pasar yang tidak kondusif, sehingga dia khawatir jika IPO tetap dilanjutkan akan menggerus harga saham Bank MUamalat.
Meski ada perusahaan memilih menunda IPO, namun beberapa diantaranya pantang mundur di tengah kondisi yang tidak stabil karena diserang sentimen dari dalam maupun luar negeri, seperti isu simpang siurnya kepastian pamangkasan stimulus oleh the Fed, dan kondisi makro ekonomi di dalam negeri yang mengkhawatirkan.
Hal itu terbukti, dengan jumlah emiten baru yang berhasil mencatat rekor di tahun ini. Sementara untuk tahun depan, dengan kondisi yang dikhawatirkan akan lebih buruk, BEI tetap menargetkan jumlah emiten baru sama dengan tahun ini.
Direktur Utama BEI Ito Warsito mengatakan, otoritas bursa akan bekerja keras untuk mencapai target emiten tahun depan yang sama dengan target tahun ini. "Kami tetap targetkan 30 emiten pada tahun depan. Semoga tercapai dan kami akan berusaha keras," kata dia beberapa waktu lalu.
Meski sejumlah perusahaan masih memantau kondisi tahun depan yang merupakan tahun politik sebelum melantai di BEI, namun Ito memproyeksikan, pasar modal Indonesia di 2014 masih prospektif karena minat investor asing maupun domestik masih tinggi.
Bahkan untuk meningkatkan investor domestik di Tanah Air, BEI akan berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal, baik di saham, reksa dana maupun instrumen investasi lainnya.
Adanya lembaga penjaminan diharapkan dapat mendorong meningkatnya jumlah investor di pasar modal Indonesia. Saat ini, jumlah investor domestik masih sangat minim atau hanya 0,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, selain jumlah inevstor domestik yang masih minim, tantangan lain yang dihadapi pasar modal Indonesia adalah masih terbatasnya jenis dan jumlah produk serta emiten.
Jumlah emiten yang tercatat di BEI per 17 Desember 2013 baru 483 emiten. "Jumlah itu lebih rendah dari perusahaan tercatat di negara tetangga, seperti Hong Kong, Singapura dan Malaysia," ujar dia.
Adapun, jumlah emiten di Hong Kong mencapai 1.602, Singpura sebanyak 780 emiten dan Malaysia memiliki sekitar 910 emiten. Karena itu, dia berharap agar pasar modal Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dari negara-negara tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isaka Yoga menuturkan, kualitas emiten perlu ditingkatkan, yakni dengan memiliki standar tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) yang sama dengan negara Asia Tenggara (Asean).
OJK sendiri membuat peta jalan (roadmap) tata kelola perusahaan yang baik pada akhir 2013. Roadmap tersebut untuk membantu perbaikan penyelenggaraan GCG bagi emiten yang tercatat di BEI. Selain itu, OJK juga memberikan kemudahan kepada calon emiten mendaftar IPO, salah satunya dengan melakukan resgistrasi secara online (e-registration).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengakui sedang menyelesaikan ketentuan penawaran umum berkalanjutan penerbitan saham yang selama ini hanya dapat dilakukan untuk menerbitkan obligasi.
"Maksudnya, sekali mendaftar dalam nilai tertentu kemudian boleh menerbitkan efek secara bertahap. Mungkin di awal ditetapkan 25 persen," ujar dia.
Beberapa usaha lainnya adalah merevisi peraturan tentang penawaran umum bagi perusahaan menengah dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tanpa melupakan perlindungan kepada investor. Selain itu, OJK juga akan mengundang 100 perusahaan yang memiliki prospek IPO pada tahun depan. Program ini akan dilakukan bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Terkait target 30 emiten baru pada tahun depan, Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan, tahun politik 2014 tidak akan mengganggu target BEI untuk mengejar 30 emiten baru.
Menurut dia, sejumlah calon emiten tidak akan dipusingkan ketidakpastian di tahun politik. Pasalnya, ada berbagai alasan perusahaan melakukan IPO dan mayoritas telah memiliki calon pembeli yang tidak akan dipengaruhi suhu politik tinggi pada saat pemilu mendatang.
"Kalau IPO yang jenisnya strategic karena memang sudah ada calon pembelinya, ada juga mereka yang akan melakukan backdoor listing yang sudah besar akan masuk, yang ketiga memang karena mereka real ingin IPO," kata dia kepada Sindonews.
Dengan kondisi tersebut, sama dengan BEI, Edwin juga optimistis bahwa target 30 perusahaan IPO bisa tercapai pada tahun depan. "Dengan faktor-faktor itu, cukup realistis (IPO 30 emiten di 2014) saya pikir," tandas Edwin.
Prospek reksa dana
Sementara itu, pasar reksa dana pada tahun depan diperkirakan masih prospektif seiring proyeksi IHSG yang akan kembali positif setelah pemilu berakhir. Dari beberapa jenis reksa dana, reksa dana saham dinilai masih akan memberikan imbal hasil (return) di atas reksa dana lainnya. Reksa dana berbasis saham berpotensi tumbuh sekitar 9-12 persen.
Analis riset PT Infovesta Utama Vilia Wati mengatakan, sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri pada tahun depan masih akan mempengaruhi kinerja reksa dana.
"Dari luar negeri, Sentimen yang diperkirakan berpotensi mempengaruhi kinerja reksa dana di tahun mendatang, antara lain kelanjutan pembahasan batas utang AS (US debt ceiling) di awal tahun 2014, pengurangan stimulus oleh the Fed dan rilis data indikator ekonomi global," kata dia kepada Sindonews baru-baru ini.
Sementara sentimen dari dalam negeri, diantaranya indikator ekonomi domestik dan isu-isu politik terkait pemilihan umum (pemilu).
Dia memprediksi, kinerja reksa dana saham pada tahun depan berpotensi tumbuh antara 9-12 persen. Angka itu di atas proyeksi kinerja reksa dana campuran sekitar 8-10 persen dan pendapatan tetap sekitar 6-7 persen.
Adapun, kinerja reksa dana saham hingga bulan ke-11 tahun ini berdasarkan data Infovesta mencatat minus 3,79 persen, campuran minus 1,6 persen dan pendapatan tetap mencapai minus 5,46 persen.
Negatifnya kinerja reksa dana hingga akhir bulan lalu, menurut Vilia, kekhawatiran pelaku pasar mengenai tapering off the Fed dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD yang terus berlanjut menjadi faktor pemberat laju bursa saham dan obligasi.
Kinerja rata-rata obligasi pemerintah pada periode yang sama juga tercatat minus 6,64 persen. Sedangkan kinerja rata-rata IHSG pada periode yang sama minus 1,4 persen. Dengan kinerja reksa dana hingga bulan ke-11 tahun ini yang minus, Vilia berpendapat, sulit bagi reksa dana untuk membukukan kinerja positif hingga penghujung tahun ini.
"Meski ada potensi membaiknya kinerja reksa dana menjelang akhir tahun, namun dengan minimnya sentimen positif yang ada saat ini agak sulit untuk reksa dana mencatatkan kinerja positif di akhir tahun," ujar dia.
Menyikapi kondisi ini, Vilia menyarankan kepada kalangan investor untuk tetap fokus pada target investasinya. Namun untuk jangka pendek, dia menyarankan investor untuk mengombinasikan investasinya dengan produk investasi yang lebih tidak beresiko, seperti reksa dana pasar uang atau deposito.
Hal ini untuk mengurangi dampak fluktuasi bursa saham dan obligasi yang cukup tinggi. Selain itu, dia juga menyarakankan investor untuk tetap mencermati sentimen pasar yang ada.
Meski masih was-was terhadap kondisi pasar modal dalam negeri pada tahun depan, namun PT Danareksa Investment management (DIM) berencana menerbitkan sejumlah reksa dana terbuka (open end) pada tahun depan. Salah satunya adalah reksa dana saham.
Direktur DIM Prihatmo Hari Mulyanto mengatakan, alasan perusahaan menerbitkan reksa dana saham karena koreksi bursa saham sudah cukup tajam, sehingga tahun depan dianggap momentum yang sangat tepat untuk kembali masuk ke saham.
(rna)