Perubahan modal asing tak pengaruhi pertanian Sulsel
A
A
A
Sindonews.com - Rencana perubahan komposisi kepemilikan modal usaha oleh swasta asing di sektor pertanian diyakini tidak akan berdampak bagi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian, Badan Koordinasi dan Penamaman Modal Daerah (BKPMD) Sulawesi Selatan (Sulsel), Indiani Ismu mengatakan, sektor pertanian di Sulsel secara keseluruhan memberikan kontribusi tinggi hingga 70 persen.
Namun, investasi di bidang ini lebih dikuasai oleh Penanaman Modal Asing Dalam Negeri (PMDN). Investor asing hanya menguasai sekitar 30 persen dengan pengembangan komoditas cokelat, jagung, karet, dan beberapa komoditi lainnya.
"Perubahan ini tidak akan mampu memukul sektor pertanian. Justru dengan pemberlakuan aturan tersebut akan semakin menggairahkan pengusaha-pengusaha lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan di sektor pertanian," katanya, Rabu (1/1/2014).
Hal senada dilontarkan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Lutfie Halide yang mengatakan, bahwa pembatasan ruang gerak asing di sektor hortikultura tidak akan menjadi masalah karena sistem pertanian di Sulsel berbasis rakyat.
"Mulai sistem tanam sampai memanen adalah rakyat. Basis ini yang menjadi keuntungan buat petani kita tinggal bagaimana mereka dapat meningkatkan kualitas dan produksinya," ujarnya.
Seperti diketahui, sesuai UU No 13/2010 tentang Hortikultura dan Peraturan Presiden No 36/2010 mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI), komposisi kepemilikan modal asing maksimal 95 persen. Namun, revisi Perpres yang tinggal menunggu pengesahan tersebut komposisi saham diubah menjadi 30 persen.
Ada enam bidang usaha yang menjadi restriktif, yaitu perbenihan hortikultura, budidaya hortikultura, industri pengolahan hortikultura, usaha penelitian hortikultura dan usaha laboratorium uji mutu hortikultura, pengusahaan wisata agro hortikultura, dan usaha jasa hortikultura lainnya.
Sementara, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengapresiasi perubahan kebijakan tersebut. Pembatasan itu dinilainya sebagai langkah untuk menstimulan pergerakan ekonomi.
Menurutnya, kebijakan ini akan mensinergikan antara investor lokal dan asing. DI mana asing yang hendak masuk ke Sulsel dan lokal yang tidak memiliki kemampuan biaya yang cukup, bisa berkolaborasi. Yang penting kata dia, pengusaha asing mau menggandeng pengusaha lokal.
"Tidak mungkin kita mampu membiayai sendiri pembangunan infrastruktur dan pabrik tanpa bantuan investor asing. Inilah pentingnya keberadaan mereka. Tapi sekali lagi kalau mereka mau menggandeng pengusaha lokal dan nasional serta memberi manfaat, kenapa tidak," pungkasnya.
Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian, Badan Koordinasi dan Penamaman Modal Daerah (BKPMD) Sulawesi Selatan (Sulsel), Indiani Ismu mengatakan, sektor pertanian di Sulsel secara keseluruhan memberikan kontribusi tinggi hingga 70 persen.
Namun, investasi di bidang ini lebih dikuasai oleh Penanaman Modal Asing Dalam Negeri (PMDN). Investor asing hanya menguasai sekitar 30 persen dengan pengembangan komoditas cokelat, jagung, karet, dan beberapa komoditi lainnya.
"Perubahan ini tidak akan mampu memukul sektor pertanian. Justru dengan pemberlakuan aturan tersebut akan semakin menggairahkan pengusaha-pengusaha lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan di sektor pertanian," katanya, Rabu (1/1/2014).
Hal senada dilontarkan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Lutfie Halide yang mengatakan, bahwa pembatasan ruang gerak asing di sektor hortikultura tidak akan menjadi masalah karena sistem pertanian di Sulsel berbasis rakyat.
"Mulai sistem tanam sampai memanen adalah rakyat. Basis ini yang menjadi keuntungan buat petani kita tinggal bagaimana mereka dapat meningkatkan kualitas dan produksinya," ujarnya.
Seperti diketahui, sesuai UU No 13/2010 tentang Hortikultura dan Peraturan Presiden No 36/2010 mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI), komposisi kepemilikan modal asing maksimal 95 persen. Namun, revisi Perpres yang tinggal menunggu pengesahan tersebut komposisi saham diubah menjadi 30 persen.
Ada enam bidang usaha yang menjadi restriktif, yaitu perbenihan hortikultura, budidaya hortikultura, industri pengolahan hortikultura, usaha penelitian hortikultura dan usaha laboratorium uji mutu hortikultura, pengusahaan wisata agro hortikultura, dan usaha jasa hortikultura lainnya.
Sementara, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengapresiasi perubahan kebijakan tersebut. Pembatasan itu dinilainya sebagai langkah untuk menstimulan pergerakan ekonomi.
Menurutnya, kebijakan ini akan mensinergikan antara investor lokal dan asing. DI mana asing yang hendak masuk ke Sulsel dan lokal yang tidak memiliki kemampuan biaya yang cukup, bisa berkolaborasi. Yang penting kata dia, pengusaha asing mau menggandeng pengusaha lokal.
"Tidak mungkin kita mampu membiayai sendiri pembangunan infrastruktur dan pabrik tanpa bantuan investor asing. Inilah pentingnya keberadaan mereka. Tapi sekali lagi kalau mereka mau menggandeng pengusaha lokal dan nasional serta memberi manfaat, kenapa tidak," pungkasnya.
(izz)